Amirul Mukminin Dalam Hadits
Merupakan suatu kebahagiaan ketika bisa menuturkan sejarah kehidupan tokoh-tokoh ulama karena mereka adalah orang-orang alim yang mulia dan menjadi panutan umat. Orang-orang yang terkenal dengan kezuhudan dan kehati-hatiannya, kewara'an dan kesederhanaannya. Mereka yang banyak beribadah dan mempunyai rasa takut yang mendalam kepada Allah, sehingga tumbuh dalam diri mereka sesuatu yang pantas untuk dimuliakan. Mereka pantas mendapatkan kenikmatan dan penghormatan itu.
Ini adalah serial biografi edukatif dari beberapa ulama salaf terkemuka. Biografi ini bertujuan mendidik generasi muda islam sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuh para ulama dan jejak mereka, para imam yang terkenal dan mulia.
Dan tiba saatnya menjelaskan biografi salah satu dari tokoh ulama salaf yang banyak bergelut dengan hadits yang berasal dari generasi Tabi'in. Dia adalah ulama yang berpengaruh dan paling disegani di antara ulama-ulama hadits yang hidup semasa dengannya. Nama ulama ini adalah Syu'bah bin Al-Hajjaj bin Al-Ward Abu Bistham. Syu'bah sangat terkenal dengan sifat-sifat seperti zuhud, pemaaf, wira'i dan merasa cukup. Beliau sangat menyayangi orang-orang miskin, menghormati orang yang berpendidikan, khususnya dalam ilmu agama, padahal Syu'bah sendiri adalah orang fakir.
Pakaian, keledai dan kelananya jika dijumlahkan hanya seharga sepuluh dirham. Jika Syu'bah menggaruk kulitnya maka akan muncul debu yang menempel di kulitnya. Meskipun Syu'bah seorang yang miskin namun dia sangat tekun memperdalam hadits-hadits Nabi.
Seorang ulama berkata: Seandainya tidak ada Syu'bah, maka akan hilanglah hadits-hadits yang berada di Irak, sehingga ketika Syu'bah meninggal, Sufyan berkata, "Matilah hadits."
Al-Hajjaj adalah orang pertama yang memperkenalkan ilmu Jarhu wa Ta'dil dalam istilah ilmu hadits. Ilmu ini diteruskan oleh Yahya bin Said Al-Qaththan, Ibnu Mahdi dan ulama-ulama yang lain. Sufyan Ats-Tsaury merendah dan menaruh hormat kepadanya, terbukti dengan perkataannya, "Syu'bah adalah Amirul Mukminin dalam hadits."
Salah satu faedah mempelajari serial biografi para ulama terkemuka ini adalah memperlihatkan kepada generasi muda islam terhadap tokoh-tokoh ulama yang mulia dan imam-imam yang berbudi pekerti luhur. Selain itu juga bisa mendekatkan diri kepada Allah karena mencintai mereka. Semoga Allah memasukkan kita bersama mereka kedalam surga-Nya yang abadi.
1. NAMA, KELAHIRAN DAN SIFAT-SIFATNYA
Namanya: Syu'bah bin Al-Hajjaj bin Al-Ward Al-'Ataki Al-Azdi Abu Bistham Al-Wasathi. Dia adalah mantan seorang budak yang telah dibebaskan.
Kelahirannya: Syu'bah lahir pada tahun 80 Hijriyah di daerah kekuasaan Abdul Malik bin Marwan. Sedangkan Abu Zaid Al-Harawi mengatakan, "Syu'bah lahir pada tahun 82 Hijriyah". Wallahu a'lam.
Sifat-sifatnya: Syu'bah adalah seorang yang gagap dan mempunyai kulit yang kering karena banyak melakukan ibadah. Pakaian yang dikenakan Syu'bah seperti warna debu, dia adalah orang yang banyak beribadah. Abdul Azizi bin Abi Rawwad berkata, "Ketika Syu'bah menggaruk badannya maka akan muncul debu, dia seorang yang banyak beribadah dan banyak melakukan shalat".
2. SANJUNGAN PARA ULAMA TERHADAPNYA.
Abu Abdullah Al-Hakim berkata, "Syu'bah adalah pimpinan para ulama hadits yang ada di Bashrah. Syu'bah hidup sezaman dengan Anas bin Malik dan Amr bin Salamah Al-Jarmi. Dia telah mendapatkan hadits-hadits dari 400 guru dari generasi Tabi'in."
Abu Nadhar berkata, "Jika Sulaiman bin Al-Mughirah menyebut Syu'bah maka dia menyebut dengan sebutan 'pimpinan para ulama hadits' dan jika Syu'bah menyebut Sulaiman, maka dengan sebutan 'pimpinan orang-orang yang gemar membaca'."
Dari Al-Fudhail bin Ziyad, dia berkata, "Ahmad bin Hambal pernah ditanya seseorang, "Dalam ilmu hadits siapakah yang kamu senangi antara Syu'bah dan Sufyan?" Dia menjawab: "Syu'bah adalah orang yang paling cerdas dan cermat dalam hadits".
Hasan bin Isa telah berkata, "Aku mendengar Ibnul Mubarak berkata: "Ketika aku bersama Sufyan, dan datang berita tentang kematian Syu'bah, maka Ibnul Mubarak berkata, "Pada hari ini hadits telah mati".
Abu Quthn berkata, "Syu'bah memberikan sebuah surat kepadaku untuk aku berikan kepada Abu Hanifah, dan aku pun mengantarkannya. Setelah sampai, Abu Hanifah bertanya, "Bagaimana kabar Abu Bistham?" aku menjawab, "Dia baik-baik saja". Lalu Abu Hanifah berkata, "Dia adalah sebaik-baik anugerah".
Sedang Abu Nu'aim mengatakan, "Di antara para ulama terdapat seorang ulama yang sangat masyhur, ilmunya telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dan namanya telah dicantumkan di berbagai buku sejarah. Dia seorang ulama yang hidup sederhana, menjadi seorang budak dan telah banyak meneliti tentang hadits. Dia adalah Amirul Mukminin dalam riwayat dan hadits. Karena kehadirannya, ulama-ulama hadits merasa bangga, baik yang salaf maupun yang khalaf. Dia banyak mencurahkan perhatiannya untuk melakukan penelitian tentang keshahihan hadits, membersihkan hadits dari berbagai kebatilan dan hujjahnya kuat. Ulama ini adalah Abu Bistham Syu'bah bin Al-Hajjaj. Dia seorang yang fakir, dan hanya kepada Allah lah dia menggantungkan kebutuhannya."
3. IBADAH DAN KEZUHUDANNYA
Umar bin Harun berkata, "Syu'bah berpuasa menahun dan tidak ada yang mengetahuinya, Sedang Sufyan Ats-Tsauri berpuasa tiga hari dalam setiap bulannya dan telah diketahui banyak orang".
Abu Quthn berkata, "Aku tidak melihat Syu'bah sedang rukuk kecuali aku menduga dia sedang lupa, dan aku tidak melihat dia duduk dari sujud kecuali aku menduga dia sedang lupa, karena begitu khusyu' dan lamanya dia beribadah".
Syu'bah pernah berkata, " Apabila aku telah mempunyai tepung dan kayu bakar, maka tidak ada yang membuatku menderita di dunia ini".
Dari Qirad Abu Nuh, dia berkata, "Syu'bah melihatku memakai baju, dia bertanya: "Berapa kamu membeli baju itu?" Aku menjawab: "Delapan dirham", lalu dia berkata: "Celaka, takutlah pada Allah, belilah baju dengan harga empat dirham dan shadaqahkanlah yang empat dirham, karena yang demikian itu lebih baik bagimu." Aku menjawab: "Wahai Abu Bistham, sesungguhnya aku bergaul dengan banyak orang, dan aku ingin tampil indah di hadapan mereka." Lalu beliau berkata: "Apa gunanya memamerkan keindahan pada mereka".
Dari Abdurrahman bin Mahdi, dia berkata, " Aku tidak melihat orang yang lebih cerdas dari Malik bin Anas, Aku tidak melihat orang yang lebih sederhana Dari Syu'bah, dan aku tidak melihat orang yang lebih baik dalam memberi nasehat kepada umatnya dari Abdullah bin Mubarak".
4. KESOPANAN, TOLERANSI DAN KECINTAANNYA TERHADAP ORANG-ORANG MISKIN
Dari Abu Dawud Ath-Thayalisi, dia berkata, "Ketika kami sedang bersama Syu'bah, Sulaiman bin Al-Mughirah datang dalam keadaan menangis, maka Syu'bah bertanya kepadanya: "Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Said?" dia menjawab: "Keledaiku mati, sehingga pemasukanku pun menjadi hilang." Syu'bah bertanya: "Berapa kamu membelinya?" dia menjawab: "Tiga dinar." Syu'bah berkata: "Aku mempunyai tiga dinar, sungguh aku tidak memiliki lebih dari itu, kemarilah." Syu'bah lalu memberikan uang tiga dinar kepada Abu Said dan berkata: "Gunakanlah uang ini untuk membeli keledai dan jangan menangis lagi".
Dari Abu Dawud, dia berkata, "Suatu ketika kami sedang berada di rumah Syu'bah untuk menulis dan mengarang kitab, tiba-tiba seorang pengemis datang, kemudian Syu'bah berkata pada kami: "Bershadaqahlah kepada pengemis itu!" Tidak ada yang mau mengeluarkan sepersen pun untuk bersedekah, sehingga beliau mengulangi lagi perkataannya: "Bersedekahlah untuk pengemis itu! Abu Ishaq telah menceritakan sebuah hadits kepadaku bahwa Rasulullah bersabda:
اتقوا النار و لو بشق تمرة
"Takutlah kalian dengan bara api neraka, (bersedekahlah) walau dengan separuh kurma".
Abu Dawud berkata: Tetap saja tidak ada yang mau mengeluarkan sedekah, sehingga Syu'bah berkata lagi: "Sesungguhnya Amr bin Murrah menceritakan sebuah hadits kepadaku bahwa Rasulullah telah bersabda:
"Takutlah kalian dari bara api neraka, (bersedekahlah) walau dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mempunyai sesuatu, maka ucapkanlah kalimat yang baik".
Tetap saja tidak ada yang mau mengeluarkan sedekah, maka Syu'bah berkata untuk yang ketiga kalinya: "Bershadaqahlah kepada pengemis itu! Sesungguhnya Muhalla Adh-Dhabi menceritakan sebuah hadits kepadaku, dari Ady bin Hatim berkata, Rasulullah bersabda:
"Berlindunglah kalian dari sengatan api neraka (dengan bershadaqah) meskipun dengan separo korma. Jika kalian tidak mempunyai maka ucapkanlah perkataan yang baik".
Dan ketika mereka tetap saja tidak mau mengeluarkan shadaqah, maka Syu'bah berkata: "Pergilah kalian dari rumahku, sungguh aku tidak akan memberikan hadits kepada kalian selama tiga bulan". Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan mengambil makanan dan memberikannya kepada pengemis itu sambil berkata: "Ambillah makanan ini, sesungguhnya ini adalah jatah makan kita hari ini".
5. KEHATI-HATIANNYA DALAM MERIWAYATKAN, KECERMATAN DALAM MENGAMBIL HADITS DAN CELAANNYA KEPADA PARA PENDUSTA HADITS
Abu Dawud Ath-Thayalisi berkata, aku mendengar Syu'bah bin Al-Hajjaj berkata: "Setiap hadits yang tidak diriwayatkan dengan "Haddatsana" atau "Akhbarana", maka hadits itu tidak ada artinya dan tidak dianggap".
Hammad bin Zaid berkata, "Aku berpapasan dengan Syu'bah bin Al-Hajjaj yang menggenggam segumpal tanah, lalu aku bertanya kepadanya: "Mau ke mana wahai Abu Bistham?" Dia menjawab: "Aku akan menemui Aban bin Iyyasy, dia akan aku adukan ke pengadilan karena telah mendustakan Rasulullah." Aku berkata kepadanya: "Aku khawatir terhadapmu." Hammad bin Zaid lalu berkata: Kemudian aku menahannya dan dia pun kembali".
Abu Nu'aim berkata, aku mendengar Syu'bah berkata: "Sesungguhnya berzina lebih baik bagiku dari pada berdusta kepada Nabi Muhammad saw."
Abu Al-Walid berkata, Hammad bin Zaid berkata kepadaku: "Jika terjadi perselisihan antara aku dan Syu'bah, maka aku akan mengikuti pendapatnya", akupun bertanya kepadanya, "kenapa bisa seperti itu, wahai Hammad?" dia menjawab: "Karena Syu'bah tidak cukup mendengar setiap hadits dengan dua puluh kali, sedangkan aku hanya cukup mendengar sekali".
Abu Al-Walid berkata, "aku bertanya kepada Syu'bah tentang suatu hadits", maka dia menjawab: "Sungguh aku tidak akan mengatakan sesuatu kepadamu tentang hadits itu". Aku bertanya kepadanya, "Kenapa?" dia menjawab: "Karena aku tidak mendengar hadits itu kecuali hanya sekali".
6. BEBERAPA MUTIARA PERKATAANNYA
Dari Muammal bin Isma'il, dia berkata: "Aku mendengar Syu'bah berkata: "Setiap hadits yang tidak disertai "Haddatsana" adalah seperti seorang laki-laki yang berada di padang pasir yang sedang menunggang seekor unta yang tiada kendali baginya".
Hamzah bin Az-Ziyat berkata, "Aku mendengar Syu'bah bebicara tidak lancar (gagap) dan kulitnya mengering karena terlalu banyaknya dia beribadah. Syu'bah pernah berkata: "Jika aku meriwayatkan kepada kalian sebuah hadits, maka aku telah mendengar dari orang yang bisa dipercaya periwayatannya".
Ibnu Quthn berkata, "Aku mendengar Syu'bah berkata: "Tidak ada yang lebih aku takuti kecuali dimasukkan ke dalam kobaran api neraka karena meriwayatkan hadits".
7. SEKELUMIT KISAH DAN CERITA LUCUNYA
Al-Ashmu’i berkata, “Kami di rumah Syu’bah mendengarkannya berbicara, dan dalam waktu yang bersamaan terdengar suara pelepah kurma bergoyang diterpa angin. Syu’bah berkata: “Apakah hujan turun?” Orang-orang memjawab, “Tidak”. Kemudian dia meneruskan bicaranya, dan terdengar kembali suara seperti semula hingga dia berkata kembali: “Apakah hujan turun?” Orang-orang menjawab, “Tidak”. Dan dia pun meneruskan bicaranya kembali, dan untuk yang ketiga kalinya terdengar suara seperti semula, dan dia berkata: “Sungguh, hari ini aku tiak berbicara kecuali kepada orang-orang yang buta!” Kemudian dia terdiam, dan tidak beberapa lama kemudian seseorang yang buta berdiri dan berkata, “Wahai Abu Bistham, apakah kamu ingin memberikan hadits kepadaku?”
Suatu ketika Syu’bah dan Husyaim pergi ke Makkah, dan ketika baru sampai di Kuffah mereka melihat Abu Ishaq. Husyaim bertanya: “Siapa ini?” Syu’bah menjawab: “Dia adalah seorang penyair yang handal." Dan ketika mereka keluar dari Kuffah, Syu’bah berkata: “Abu Ishaq telah bercerita sebuah hadits kepadaku." Husyaim bertanya: “Di mana kamu bertemu dengan Abu Ishaq?” Syu’bah menjawab: “Dia adalah orang yang aku katakan kepadamu bahwa dia seorang penyair yang handal.” Dan ketika mereka sampai di Makkah, Syu’bah melihat Abu Ishaq sudah duduk bersama Az-Zuhri. Syu’bah lalu berkata kepada Husyaim: “Wahai Abu Muawiyah, siapa dia?” Husyaim menjawab: “Penjaga Bani Umayyah.” Dan ketika mereka kembali, Husyaim berkata: “Az-Zuhri telah memberikan sebuah hadits kepadaku.” Syu’bah bertanya kepadanya: “Di mana kamu bertemu dengan Az-Zuhri?” Husyaim menjawab: “Dia adalah orang yang aku katakan kepadamu sebagai penjaga Bani Umayyah.” Syu’bah berkata kepada Husyaim: “Perlihatkanlah tulisan hadits itu,” kemudian Husyaim mengeluarkan tulisan itu dan aku membakarnya.”
Syu’bah berkata: “Aku memberi nama kepada anakku dengan Sa’ad (orang yang senang) namun ternyata dia adalah seorang yang tidak senang dan tidak beruntung.”
Abu Ar-Rabi’ As-Samman berkata, “Syu’bah berkata kepadaku: “Hendaknya kamu menyibukkan diri untuk bekerja di pasar, maka kamu akan beruntung. Sedang aku sibuk dengan hadits, maka aku menjadi orang yang merugi.”
8. MENINGGALNYA
Dari Syababah, dia berkata: “Aku datang kepada Syu’bah di mana dia akan meninggal. Saat itu Syu’bah sedang menangis sehingga aku menanyainya, Apa yang membuatmu sedih wahai Abu Bistham? Bergembiralah! Kamu telah lahir dalam masyarakat yang islami.” Syu’bah menjawab, “Tinggalkan diriku, sungguh aku telah hidup dalam kesenangan dan tidak mengetahui banyak hadits.”
Dari Abu Quthn, dia berkata, “Aku mendengar Syu’bah berkata: “Tidak ada yang membuat diriku takut kecuali dimasukkan ke dalam kobaran api neraka karena meriwayatkan hadits.”
Adz-Dzahabi memberikan komentar: “Setiap orang yang telah mempunyai niat yang benar dalam mencari ilmu, maka dia akan ditimpa ketakutan, sebagaimana yang dirasakan Syu’bah, dia hanya berharap untuk keselamatannya.”
Sa’ad bin Syu’bah berkata: “Ayahku memberikan wasiat, yaitu jika dia meninggal agar memusnahkan tulisannya. Dan setelah dia meninggal maka tulisannya pun dimusnahkan.”
Adz-Dzahabi menambahkan komentarnya: “Wasiat seperti ini telah dilakukan orang lain, yaitu dengan memusnahkan, membakar dan mengubur dalam tanah. Mereka takut kalau tulisan mereka jatuh di tangan orang jahat, sehingga ditambahi dan dirubah.”
Abu Bakar Manjawaih berkata: “Syu’bah lahir tahun 82 Hijriyah dan meninggal pada awal tahun 160 Hijriyah. Syu’bah meninggal dalam umurnya yang ke 77 tahun.@
Writed By : Didin Kusnaidin
Wallahul Musta'an
Ø Tahdzib Al-Kamal karya Jamaluddin Al-Mizzi
Ø Siyar A’lam An-Nubala’ karya Imam Adz-Dzahabi
Ø Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nu’aim Al-Ashbihani
Ø Tarikh Al-Bagdad karya Al-Khathib Al-Baghdadi
Ø Tarikh Al-Islam karya Imam Adz-Dzahabi
0 komentar:
Posting Komentar