Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

POSISI TANGAN KETIKA I’TIDAL


        POSISI TANGAN KETIKA I’TIDAL

Secara qot’i, tidak ada satu pun dalil yang menerangkan tentang posisi tangan ketika I’tidaldi dalam shalat. Namun para ulama’ madzhab bersepakat, bahwa ketika I’tidak seluruh posisi kembali ketempat semula, sebagaimana posisinya sebelum ruku’.[1]
Sebagaimana pula para ulama’ juga bersepakat, bahwa posisi tangan ketika berdiri dalam shalat adalah tangan kanan berada di atas tangan kiri di atas dada.[2]
1.      As-Syafi’iyah berpendapat:Sesungguhnya bangkit dari ruku’(i’tidal) itu adalah kembali kepada keadaan sebagaimana sebelum ia ruku’.
2.      Al-Malikiyah berpendapat:I’tidal itu adalah kembali seperti semula(sebelum ruku’).
3.      Al-Hanabilah berpendapat:I’tidal itu adalah berdiri dengan sempurna, dan setiap anggota badan ketempatnya.
Dengan demikian dapatdifahami bahwa posisi tangan ketika I’tidal adalah di atas dada, sebagaimana posisinya sebelum ruku’, yaitu di atas dada. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :
عن سهل بن سعد قال : كان النَََََاس يؤمرون ان يضع الرجل يده اليمنى على الذراعه اليسرى فى الصلاة ( رواه البخارى )

Artinya:
Dari Sahl bin Sa’ad ia berkata:Sesungguhnya manusia diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya didalam shalat. (HR.Al-Bukhary)[3]
Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata:Di dalam shalat yakni diwaktu berdiri di dalam shalat.[4]
Wail bin Hujr berkata:
رأيت النبيَ صلََََََى الله عليه وسلَََم ا1ذا كان قائمافى الصَلاة قبض يمينه على شماله( رواه النسائى )

Artinya:
Saya telah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila berdiri di dalam shalat, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. (HR. An-Nasai).[5]
Dari sini jelaslah bahwa ketika berdiri di dalam shalat, keadaan tangan adalah di atas dada(bersedekap), baik berdiri sebelum ruku’ maupun berdiri sesudahnya disebabkan keumuman hadits tersebut.
Abu Hamid berkata:
و1ذارفع رأسه اسفوى قائماحتَى يعود كلَ فقارالى مكانه( متَفق عليه )

Artinya:
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila bangkit dari ruku’, maka ia berdiri dengan sempurna, sehingga setiap sisi kembali kembali kepada tempatnya masing-masing. (mutafaqun ‘alaihi).[6]
Ibnu Abdil Baar berkata[7]:Tidak ada khilaf(perselisihan) di dalamnya(meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, ketika berdiri di dalamshalat) dan inilan pendapat Jumhur dari kalangan Shahabat, Tabi’in, dan juga yang disebutkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa’.[8]
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin berkata:Hadits Sahl menunjukkan bahwa tangan kanan diletakkandi atas tangan kiri, baik sebelum maupun sesudahnya,sebagaimana:
1.   Tangan diletakkan di atas lantai(di atas tanah) saat sujud.
2.      Tangan diletakkan di atas lutut saat ruku’.
3.      Tangan di letakkan di atas paha saat duduk.
4.      dan ketika berdiri tangan diletakkan di atas dada(bersedekap).

Kesimpulan


Bahwa posisi tangan adalah berada di atas dada, baik berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya, karena keumuman hadits tersebut, namun telah dikecualikan pada tempat-tempat yang telah di kecualikan pada tempat-tempat yang telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yaitu:pada saat ruku’,sujud, dan duduk diantara dua sujud dalam shalat. Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

No
Nama Buku
Nama Pengarang
Penerbit

Shahiihul Bukhary
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhary
Darus Salam-Riyadh

Fathul Baary syarh Shahiihul Bukhary
Imam Ibnul Hajar al-Asqaalany
Darul Fikri-Beirut

Al-Mughny
Imam Ibnu qudamah
Maktabah Riyadh

Ad-Diinul Khaalish
Imam Mahmud Muhammad Khaththaab As-Subky


Majmu’ fatawa(edisi Indonesia)
Syaikh Al-Utsaimin


Al-Qaulul Mubin fii Akhthaail Mushalliin
Abu Ubaidah Masyhur
Darul Ibnu Qoyyiim

Kitabul Fiqh ‘ala Madzaahibil Arba’ah
Imam Al-Jaziisry


















[1] Kitaabul Fiqh ala Madzaahibil Arba’ah, Al-Jaziiry : 1/212.
[2] Fathul Baary,Ibnu Hajar : 2/464.
[3] Shahiihul Bukhaary, kitabul Adzaan : bab 87/740.
[4] Fathul Baary, Al-Asqaalany : 2/464.
[5] Ad-Diinul Khaalish : 2/218.
[6] Al-Mughny, Ibnu Qudamah : 2/507.
[7] Fathul Baary, Al-Asqalany : 2/464
[8] Majmu’ fatawa (edisi Indonesia), syaikhUtsaimin.

0 komentar:

Posting Komentar