Persimpangan Cinta
- Perputaran waktu yang terjadi–sungguh–sangat cepat. Belum lama kita menyambut kedatangan tamu Allah, Ramadhan Mubarak. Kini telah berlalu sepertiga dari waktu yang ditentukan Allah untuk kita menemaninya.Ya, berlalu sepertiga berarti takkan lama lagi ia akan berlalu. Dan hari-hari indah itu hanya tinggal kenangan.
“Sepertiga pertamanya rahmah” demikian kata Rasulullah Saw. menjelaskan karakteristik bulan barakah ini.
Rahmah menjadi permulaan kebaikan yang kita lakukan “Dengan menyebut asma Allah yang Rahman dan yang Rahim”. Rahmah yang menjadi kata di awal persuaan dua orang mukmin,”Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Rahmah yang menjadi sebab kelembutan Rasulullah Saw. dalam berdakwah. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka…”. (QS. 3:159) Dalam Al Qur’an pun Ar Rahman menjadi satu-satunya nama surat Al Qur’an yang menggunakan salah satu dari al asma’ al husna.
Betapa besar nilai sebuah rahmah. Apalagi rahmah dari Allah yang merefleksikan cinta dan kasih sayang-Nya.
Dan hari ini kita berada dipersimpangan cinta dan rahmah-Nya. Marilah kita bersama-sama muhasabah.
Sudahkah kita menjadi orang yang penyayang terhadap yang lemah. Pengasih terhadap yang fakir. Lembut terhadap orang lain. Pemaaf terhadap kekhilafan saudara kita. Mencintai orang-orang yang mencintai kita. Memberikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada orang-orang yang mencintai-Nya serta segala sesuatu yang dapat mendekatkan kita kepada cinta-Nya. Menebarkan cinta kepada orang-orang yang membenci kita. Menyambung tautan persaudaraan kepada mereka yang memutusnya karena ketidaktahuan atau karena kesalahpahaman yang dibesar-besarkan.
Sudahkah kita mencintai kaum muslimin. Mencintai sesama manusia. Menyayangi makhluk-makhluk Allah. Sekalipun seekor ikan dalam akuarium yang ada di ruang tamu kita. Sekalipun seekor kucing yang berada dalam rumah kita. Sekalipun seekor burung yang ada di depan rumah kita. Atau tanam-tanaman yang menghias halaman rumah kita.
Sudahkah benar-benar kita menghayati sepuluh hari yang penuh cinta ini? Sehingga kita menjadi orang yang benar-benar penyayang dan pengasih terhadap siapa saja. Terutama terhadap saudara kita, sesama kaum muslimin. Masih adakah setelah itu kedengkian. Kebencian. Iri dan dengki. Atau bahkan permusuhan?
“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, niscaya engkau akan disayangi oleh mereka yang di langit”… dan malaikat pun akan menyayangi kita.
“Barang siapa yang tidak menyayangi takkan pernah disayangi”. Bila kita tak pernah mengasihi dan menyayangi orang lain bagaimana mungkin kita berani ‘mengemis’ cinta-Nya. Sungguh, sangat malu.
Sebelum kita menyayangi dan mengasihi serta mencintai orang lain, kita cintai diri kita sendiri. Mencintai diri sendiri dengan menanamkan kecintaan terhadap cinta. Menanamkan cinta berarti mencabut dengki dan permusuhan. Menyemaikan kasih sayang berarti membuang iri dan buruk sangka. Menyuburkan cinta dan kasih sayang berarti memupuk kebaikan terhadap diri kita untuk mempergunakan waktu yang disediakan Allah dengan mengoptimalkan potensi dan kesempatan. Mentadabburi ayat-ayat-Nya, menyentuhkan kening kita dengan sepenuh cinta, menguraikan air mata cinta pada-Nya, menolong sesama dengan cinta-Nya, bahkan mengeluhkan segalanya kepada Dzat yang selalu memiliki cinta. Dzat yang sayang-Nya takkan berbilang. Dzat yang kasih-Nya tiada pernah pilih kasih. Lautan cinta-Nya tanpa batas dan tak bertepi.
Adakah alasan setelah ini untuk berputus asa?
Hanya mereka yang benar-benar telah kehilangan rasa cinta terhadap dirinya yang berputus asa.
“Semua yang ada di langit di bumi selalu minta kepada-Nya.Setiap waktu Dia dalam kesibukan”.(QS.55:29)
Allah Maha Mengetahui. Meski setiap detik dan setiap waktu berbagai permohonan diajukan kepada-Nya. Mereka yang memohon ampunan dan cinta-Nya. Mereka yang memohon rizki yang halal dan berkah. Mereka yang memohon anak yang shalih. Mereka yang memohon kelulusan dalam ujian. Mereka yang memohon pekerjaan. Mereka yang mohon dimudahkan jodohnya. Mereka yang memohon kesembuhan dari penyakit. Mereka yang mohon keselamatan dalam perjalanannya. Mereka yang memohon diselamatkan dari mara bahaya. Mereka yang memohon perlindungan dari godaan nafsu dan syeitan. Mereka yang memohon perlindungan dari kejahatan perampok dan tipu daya pencuri.
Dan Allah Maha Mendengar. Selalu mendengar rintihan fakir miskin dan anak yatim. Mendengar keluhan orang-orang tertindas yang dizhalimi. Mendengar kepanikan mereka yang dikejar-kejar kezhaliman. Mendengar keluh kesah orang-orang lemah.
Disamping itu Dia tetap menghidupkan dan mematikan, memberi rizki dan menahannya.
Namun, bosankah Allah mendengar itu semua? Pernahkah Dia kuwalahan menerima semuanya? Pernahkah Dia kehilangan stok cinta? Apakah kita belum yakin akan janji-Nya,”… Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. 2:186)
Dan karunia berharga berupa bulan Ramadhan ini telah benar-benar ada di hadapan kita. Bahkan telah bersama kita sepertiga waktunya. Benarkah kita menjadi orang-orang yang dirahmati. Benarkah kita merasakan adanya rahmah Allah dalam diri kita. Bersama, kita renungkan dan bayangkan. Seandainya saat ini Allah menunjukkan kepada kita daftar orang-orang yang bernar-benar dikasihi dan dicintai-Nya selama sepuluh hari pertama di bulan ini, bisakah kita menjawab pertanyaan berikut: Apakah kita termasuk di dalam daftar tersebut. Berada pada urutan berapakah?
Bila kita tak mampu menjawabnya. Takut… sungguh sangat takut kita menjawabnya. Karena keterbatasan kita. Karena kelengahan kita. Maka beristighfarlah. Segera bangun dari kelalaian. Allah telah membuka persimpangan cinta-Nya dengan karunia baru.
“… dan tengahnya adalah maghfirah” demikian Rasulullah Saw. menyambung keterangan beliau tentang karakteristik bulan ini. Ada sepuluh hari berikutnya. Maka segera kita gunakan untuk memperbaiki hari kita yang telah lewat. Dengan sepenuh cinta. Karena tiada jaminan kita akan menyelesaikan sepuluh hari ke depan. Semuanya serba ghaib dan menjadi rahasia Allah.
“Ya Rahman karuniailah kami cinta-Mu. Karuniailah kami kecintaan kepada kebaikan-Mu, kekuatan melakukan kebaikan, serta kemampuan menebarkan kebaikan di sekeliling kami. Ya Ghafur, ampunilah segala kekhilafan kami dalam mempergunakan hari-hari-Mu. Memanfaatkan peluang cinta yang Kau beri. Ampunilah kami dan masukkanlah kami ke dalam golongan mereka yang disayangi dan dicintai serta diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka-Mu”
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:13)
Saiful Bahri
saiful_elsaba@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar