Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

Hukum Darah Yang Keluar Sebelum Melahirkan



Hukum Darah Yang Keluar Sebelum Melahirkan


Satu atau dua hari sebelum istri saya tercinta melahirkan anak kami yang pertama, ada darah yang keluar dari rahim bersamaan dengan kontraksi. Apakah hukum darah tersebut? Termasuk darah nifaskah atau darah yang rusak? Atas jawabannya akan saya nikahkan ustadz dengan tetangga saya. Jazakumullah khoiron.

Alhamdulillah was sholatu wassalamu ala Rasulillah. Walladzi sayuzawijuni bi imroatis shalihah, jamilah, sexiyah, insya Allah.

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan :
Para ulama berselisih pendapat tentang apakah wanita hamil haid atau tidak. Imam Malik dan asy Syafi’I berpendapat, tetap haid. Sedangkan ulama lain mengatakan tidak haid, diantaranya Abu Hanifah, ats Tsauri dan Ahmad bin Hambal. Namun tentang darah yang keluar bersamaan dengan adanya kontraksi (tanda melahirkan) mereka sepakat bahwa darah tersebut adalah darah nifas. Sehingga hukumnya sebagaimana darah nifas. (Bidayatu al Mujtahid wa Nihayatu al Muqtasid. Kitab Thaharah. Hal. 46. Cet. Daru al Fikr.1995)
Dalam kitab al Mughni disebutkan :
Sebagian besar ulama mengatakan bahwa wanita hamil tidak mengalami menstruasi. Adapun darah yang keluar di masa kehamilan bukanlah darah haid tapi darah rusak. Selain itu, salah satu tanda kehamilan adalah berhentinya haid. Hal ini didasarkan pada hadits Salim dari ayahnya, beliau mentalaq istrinya saat sedang haid, kemudian Umar menanyakan hal tersebut pada Nabi Shalallahu `alaihi wa Salam dan beliau bersabda, “ Perintahkan padanya untuk rujuk, lalu mentalaknya dalam keadaan suci atau hamil.”[1]
Dalam hadits ini beliau Shalallahu `alaihi wa Salam menjadikan kehamilan sebagai tanda tidak adanya haid.
Adapun mengenai darah yang keluar beberapa saat sebelum melahirkan, Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah berpendapat, Darah yang keluar beberapa saat sebelum kelahiran adalah darah nifas.
Al Hasan berkata, “ Jika seorang wanita melihat darah sebelum melahirkan, hendaknya ia berhenti shalat.”
Ya’qub bin Bakhtan berkata, “ Aku bertanya pada Imam Ahmad tentang wanita yang merasakan kelahiran sejak satu atau dua hari menjelang melahirkan, apakah mengulangi shalatnya?” Beliau menjawab, “Tidak.”
Ibnu qudamah mengatakan, “ Menurut kami, darah tersebut adalah darah yang keluar disebabkan oleh kelahiran, maka disebut darah nifas sebagaimana yang keluar setelah melahirkan. Sebab waktu keluarnya darah ini sangat dekat dengan waktu kelahiran yang dapat diketahui melalui tanda-tandanya seperti konstraksi atau selainnya dalam kurun waktu tersebut. Sehingga jika si wanita sedang melaksnakan puasa wajib, ia harus mengulangi puasanya. Namun jika darah tersebut keluar tanpa ada tanda-tanda kelahiran, maka ibadah harus tetap dijalankan sebab darah tersebut hanyalah darah rusak. Dan ibadah yang ditinggalkan –karena mengira darah nifas- harus ia ulangi karena ia telah meninggalkan ibadah bukan karena haid atau nifas tapi karena darah rusak.
 (Al Mughni: juz 4. hal 443. Cet. Hijr tahun 1412 H/1992 M.)
Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam.





[1] Bukhari. Kitab Tafsir. Awal surat ath Thalaq dan Muslim kitab Thalaq bab “ Haramnya mentalaq istri dalam keadaan haid tanpa seijinnya”.

0 komentar:

Posting Komentar