Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

BONEKA BABY


BONEKA BABY

Satu riwayat dari Aisyah, yang menyatakan bahwa:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كنت العب بالبنات عند النبي صلي الله عليه وسلم وكان لي صواحب يلعبن معي فكان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا دخل يتمتعن منه فيسر إلي فللعبن معي  ( رواه البخاري, كتاب الأدب باب الإنبساط إلى الناس رقم :6130 )
Artinya: Dari Aisyah berkata: “Saya main boneka di rumah Rasulullah dan saya mempunyai teman-teman perempuan yang bermain bersama saya. Kalau Rasulullah masuk rumah teman-teman saya bersembunyi dari Rasulullah, saya merasa senang dan mereka bisa bermain bersama saya.”  (H.R Bukhori no: 6130)

Adapun riwayat-riwayat yang berkenaan dengan hal ini banyak sekali di antaranya apa yang kami cantumkan di bawah ini:

عن عائشة رضي الله عنها قالت : كنت العب بالبنات فربما دخل علي رسول الله صلي الله عليه وسلم وعندي الجواري فإذا دخل خرجن وإذا خرج دخلن.  ( رواه أبو داود, كتاب الأدب باب في اللعب بالبنات رقم : 4931 )
عن عائشة رضي الله عنها قالت : تزوجني رسول الله صلي الله عليه وسلم وأنا بنت ست ودخل علي وأنا بنت تسع سنين و كنت العب بالبنات ( رواه النسائى كتاب النكاح باب البناء بابنة تسع رقم : 3380 )
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كنت العب بالبنات وأنا عند النبي صلي الله عليه وسلم فكان يسرب إلي صواحباتي يلاعبنني (رواه ابن ماجه كتاب النكاح باب حسن معاسرة النساء رقم : 1982 )  
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كنت العب بالبنات على عهد النبي صلي الله عليه وسلم وكان يأتي بصواحب  فكن إذا رأيت رسول الله صلي الله عليه وسلم ينقمعن منه فكان  رسول الله صلي الله عليه وسلم يسر بهن إلى يلعبن معي  ( رواه أحمد ص : 57 و 234 )
عن عائشة قالت : كنت ألعب بالبنات و يجرء صواحى فيلعبن معي فإذا رأيت رسول الله صلي الله عليه وسلم تعمقن منه وكان رسول الله صلي الله عليه وسلم يدخلهن علما فيلعبن معي ( مسند أحمد : 6 / 57 )

Syarah (Penjelasan)
Al-Banat adalah jamak dari kata bintun artinya; mainan anak perempuan. (Aunul Ma`bud hal:278)
Dalam “Al-Kamus” disebutkan al-banat adalah; Patung (boneka kecil) yang dibuat mainan. Al-Lu`abu adalah jamak dari lu`bah dalam kamus dikatakan al-lu`bah dengan mendhomahkan “lam” artinya adalah patung dan hal-hal yang dibuat mainan seperti: catur dan lain-lain. Dalam “al-kamus” di sebutkan taqomma`a artinya masuk rumah secara sembunyi-sembunyi.
Dalam hadits ini menjadi dalil bolehnya memberi kesempatan anak-anak kecil untuk bermain dengan patung. Telah diriwayatkan dari Imam Malik, bahwa beliau memakruhkan (membenci) seorang bapak membelikan mainan patung untuk anak putrinya yang masih kecil. Qodli Iyadh berkata: Bermain dengan patung bagi anak perempuan yang masih kecil itu rukhsoh. Imam Nawawi meriwayatkan dari beberapa ulama`, bahwa sesungguhnya dibolehkannya bermain dengan boneka bagi anak perempuan yang masih kecil itu sudah di nasakh (dihapus hukumnya) oleh hadits-hadits yang mengharamkan gambar dan mewajibkan merubahnya.  (Nailul Author 6/359)
Al-Qodli berkata di dalam “al-Ahkam as-Sulthoniyah” di dalam bab wali hisbah:  “Mainan itu bukan dimaksudkan untuk bermaksiat, akan tetapi dimaksudkan untuk melembutkan hati perempuan untuk mendidik anak, dalam hal ini ada nilai mendidiknya, namun itu disertai dengan maksiat berupa gambar makhluk bernyawa dan meniru patung  maka di satu sisi ada yang melarang, dan ada yang melarang sesuai kondisi yang ada. Pendapat Imam Ahmad secara jelas melarang dan mengingkarinya jika berbentuk makhluk yang bernyawa. (Al adab As syar`iyah 3/517)
Imam Muhammad as-Syaffarini al-Hambali berkata: “Boleh bagi seorang wali untuk membelikan boneka bagi anak yatim perempuan yang belum baligh (yang di asuhnya) dengan syarat boneka itu tidak mempunyai kepala sehingga tidak termasuk gambar yang diharamkan. Adapun boneka yang mempunyai kepala seperti makhluk yang bernyawa maka hal itu adalah dilarang. Wali tidak boleh membeli boneka yang mempunyai bentuk makhluk bernyawa karena hal itu diharamkan.”
Dalam kitab “Al-Iqna`” disebutkan, bahwa wali boleh mengizinkan anak yatim perempuan yang masih kecil untuk bermain boneka selama tidak mempunyai bentuk yaitu tidak mempunyai kepala… dalam kitab “As Shohih” disebutkan bahwasannya boneka itu dibawa Aisyah ketika Rasulullah menikahinya. Sebagian ulama` menghususkannya dari keumuman patung dan sebagian lain menganggap hadits ini mengenai awal islam kemudian di nasakh.
Al-Qody Iyadh berkata: Inilah pendapat mayoritas ulama`. Di antara ulama` yang menyebutkan hadits ini khusus adalah Imam Nawawi dalam syarh shohih muslim.
Ibnu Hazm berkata, ”Dibolehkan khusus untuk anak–anak perempuan bermain dengan boneka dan tidak boleh untuk selain mereka. Boneka (patung) itu diharamkan kecuali untuk anak-anak perempuan ini (maka hukumnya boleh) keculi jika berwujud gambar di baju (maka hukumnya kembali haram). [Ghidzaul albab Syarh Mandhumatul Adab 2/212].
            Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Hajar al-Haitami berkata: “Adapun gambar yang berbentuk binatang jika digantungkan di dinding atau atap seperti baju,  sorban dan lain-lain yang tidak dianggap remeh maka haram hukumnya. Sedang yang dianggap remeh seperti karpet yang di injak, bantal dan lain-lain maka tidak diharamkan.”
Persoalannya, apakah mencegah masuknya malaikat rahmat masuk ke dalam rumah?
Pendapat yang lebih kuat menyatakan umum mengenai segala bentuk gambar berdasar keumuman sabda Rasulullah: “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar.” Tidak ada bedanya antara yang mempunyai bayangan dengan yang tidak mempunyai bayangan. Inilah ringkasan dari jumhur ulama` sahabat, tabi`in dan ulama` sesudah mereka, seperti syafi`i , Malik, ats-Tsauri, Abu Hanifah dan lain-lain. Mereka sepakat bahwa yang mempunyai bayangan harus dihilangkan.
Al-Qody Iyadh berkata: Kecuali hadits yang  menyebutkan rukhsoh boneka bagi anak-anak perempuan, meski demikian Imam Malik memakruhkan seorang bapak membelikan boneka bagi anak perempuan, bahkan ulama` menyatakan bolehnya boneka bagi anak perempuan itu sudah mansukh (dihapus). [Kaffu ar Ria`an Muharomatil Laghwi was sima`].
Syaikh Muhammad bin Ibrohim dengan tegas menolak penyamaan boneka Aisyah dengan boneka masa kini. Dalam fatwanya menyatakan: Siapa mengira mainan Aisyah adalah bentuk lengkap makhluk bernyawa hendaklah dia menegakkan dalil dan sekali-kali dia tidak akan mendapatkan dalil. Mainan Aisyah bukanlah mainan yang diukir, dipahat atau dibuat dari bahan-bahan pilihan atau semisalnya. Bahkan sebenarnya mainan Aisyah terbuat dari pelepah kurma kering atau kapas , kain bekas, kayu , tulang yang diikat dengan kayu melintang seperti mainan anak-anak perempuan penduduk negara-negara Arab yang jauh dari peradaban yang sama sekali tidak menyerupai bentuk patung yang diharamkan. Karena itu, disebutkan dalam Shohih Bukhori bahwasanya para sahabat membiasakan anak-anaknya untuk melakukan shoum. Kalau anak-anak mereka meminta mainan, mereka memberikan mainan dari pelepah kurma kering. Juga disebutkan dalam Sunan Abu Daud dari hadits Aisyah yang menyebutkan kuda bersayap empat dari kain bekas. Juga karena beliau mengetaui kondisi mayoritas bangsa Arab yang keras: baik perkakas rumah tangganya, kendaraan mereka dan seluruh peralatan mereka, baik alat bermain maupun bukan. Perlu diketahui perkembangan zaman apapun tidak bisa mengeluarkan sesuatu hal dari hukum syar`i yang sebenarnya. Bagaimanapun juga keadaannya menghapus suatu perkara yang ditetapkan oleh syar`i dengan alasan berbagai peristiwa yang terjadi tidak diperbolehkan karena berarti menasakh hukum syar`i dengan peristiwa itu. [Majmu` fatawa wa Rosail 1/180 nomor fatwa 100]. 

0 komentar:

Posting Komentar