Damaskus (voa-islam.com) Perkembangan politik yang paling menarik di Timur Tengah saat ini, mengamati perilaku politik Amerika Serikat dan Iran, kaitannya dalam konflik di Suriah. Tentu, semua itu terkait dengan bagaimana kedua negara itu, mensikapi terhadap konflik yang terjadi di Suriah.
Selama ini, Amerika Serikat, melalui Presiden Barack Obama dan Menlu Hallary Clinton, selalu menegaskan sikap agar Presiden Bashar al-Assad, segera mengundurkan diri dari kekuasaan.
Amerika Serikat melalui pejabat utamanya melakukan lobbi ditingkat tinggi, diantara para pemimpin Timur Tengah, termasuk Turki, mendorong agar Bashar Al-Assad segera membentuk pemerintahan transisi, dan menyelenggarakan pemilihan umum.
Bahkan, menurut berbagai sumber, Amerika Serikat mengirimkan senjata dan sejumlah tim militer dan intelijen yang dikoordinasi oleh CIA, melakukan hubungan dengan kelompok pejuang Suriah (FSA), membantu gerakan perlawanan yang ada di dalam Suriah.
Sebaliknya, Iran dengan segala kemampuan yang dimilikinya, terus berusaha mempertahankan rezim Bashar al-Assad. Iran mengkoordinir kekuatan elemen-elemen militer Syiah di Irak, dan Lebanon, serta mengirimkan pasukan khusus Iran, Garda Republik pergi ke Suriah, membantu mempertahankan pemerintahan Bashar al-Assad.
Tetapi, sebuah pernyataan yang sangat mengejutkan, bahwa sejatinya Amerika Serikat dan Iran, tidak menginginkan Bashar al-Assad mengundurkan diri, dan ingin tetap mempertahankan Bashar al-Assad di pusat kekuasaannya.
Sebuah perkembangan yang sangat menarik, karena selama ini, banyak kalangan yang menilai adanya sikap perbedaan antara Amerika Serikat dan Iran, khususnya dalam kasus konflik di Suriah. Sebelumnya tidak diprediksi Amerika Serikat dan Iran tetap menginginkan agar Bashar al-Assad terus berkuasa.
Pernyataan yang sangat mengejutkan ini, bersumber dari pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah, yang secara terang-terangan menuduh, bahwa Amerika Serikat, keduanya ingin tetap mempertahankan Bashar al-Assad tetap berkuasa. "Kami tidak pernah percaya terhadap Amerika Serikat. Amerika Serikat selalu membuat standard ganda", ujar pemimpin Ikhwanul Muslimin di Suariah
Mohammad Riad Al-Shoqfeh, Pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah, mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Iran, menegaskan bahwa Amerika Serikat dan Iran terus melakukan tekanan yang sangat keras, agar berunding dengan Bashar al-Assad, tegasnya. Amerika Serikat dan Iran tidak menginginkan Bashar al-Assad pergi dari Suriah, tambahnya."Amerika Serikat dan Iran benar-benar ingin Bashar al-Assad tetap berasa di Suriah, dan menempatkan kami bawah tekanan. Tapi kami tidak akan pernah datang membuat perjanjian dengan al-Assad. Kami akan berjuang sampai titik darah terakhir melawan al-Assad" kata Al-Shoqfeh.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Anadolu Agency Al-Shoqfeh juga menilai sumbangan Amerika Serikat kepada warga sipil Suriah sangat kecil. "Kami tidak percaya terhadap Amerika Serikat. Amerika Serikat membuat pernyataan yang menyatakan dukungan terhadap para pejuang Suriah, tetapi tidak pernah merealisasikan kata-katanya", tambah Al-Shoqfeh.
Al-Shoqfeh menggarisbawahi Ikhwanul Muslimin tidak akan pernah melakukan negosiasi dengan Al-Assad."Mereka ingin perang di Suriah terus berlanjut sesuai dengan keinginan Israel, negara-negara Barat, dan jangan berharap adanya campur tangan dari luar, mngatasi krisis di Suriah. Mereka akan membiarkan terus konflik di Suriah. Karena mereka bertujuan menjamin keamanan Zionis-Israel", ungkap Al-Shoqfeh.
Mohammad Riad Al-Shoqfeh, Pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah, mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Iran, menegaskan bahwa Amerika Serikat dan Iran terus melakukan tekanan yang sangat keras, agar berunding dengan Bashar al-Assad, tegasnya. Amerika Serikat dan Iran tidak menginginkan Bashar al-Assad pergi dari Suriah, tambahnya."Amerika Serikat dan Iran benar-benar ingin Bashar al-Assad tetap berasa di Suriah, dan menempatkan kami bawah tekanan. Tapi kami tidak akan pernah datang membuat perjanjian dengan al-Assad. Kami akan berjuang sampai titik darah terakhir melawan al-Assad" kata Al-Shoqfeh.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Anadolu Agency Al-Shoqfeh juga menilai sumbangan Amerika Serikat kepada warga sipil Suriah sangat kecil. "Kami tidak percaya terhadap Amerika Serikat. Amerika Serikat membuat pernyataan yang menyatakan dukungan terhadap para pejuang Suriah, tetapi tidak pernah merealisasikan kata-katanya", tambah Al-Shoqfeh.
Al-Shoqfeh menggarisbawahi Ikhwanul Muslimin tidak akan pernah melakukan negosiasi dengan Al-Assad."Mereka ingin perang di Suriah terus berlanjut sesuai dengan keinginan Israel, negara-negara Barat, dan jangan berharap adanya campur tangan dari luar, mngatasi krisis di Suriah. Mereka akan membiarkan terus konflik di Suriah. Karena mereka bertujuan menjamin keamanan Zionis-Israel", ungkap Al-Shoqfeh.
Al-Shoqfeh menilai perang di Suriah ini akan terus berlanjut, sampai jangka waktu yang panjang, dan masing kekuatan lumpuh, baik pemerintahan Bashar al-Assad, dan para pejuang Islam juga tidak akan dapat mewujudkan impian mereka di Suriah dengan membentuk negara Islam.
Barat akan terus memasok senjata kepada pejuang Suriah dalam jumlah terbatas, dan membiarkan perang di Suriah, tanpa ada pemenangnya,dan semuanya menuju kehancuran, dan tidak lagi memiliki kekuatan militer yang efektif, pasca Bashar al-Assad, dan saat itu baru Barat, Israel, Rusia serta Iran berunding menentukan menentukan model pemerintahan baru Suriah, tentu yang tidak membahayakan bagi keamanan Zionis-Israel.
Amerika Serikat, Rusia, Israel dan Iran akan berlomba membantu kedua belah fihak yang berperang. Ini tujuannya melumpuhkan secara total bagi kekuatan-kekuatan baru di Suriah, khususnya kekuatan Islam, yang akan mengambil kekuasaan, dan dengan kemampuan yang sudah lumpuh. Akibat perang yang berkepanjangan.
Amerika Serikat, Rusia, Israel dan Iran akan berlomba membantu kedua belah fihak yang berperang. Ini tujuannya melumpuhkan secara total bagi kekuatan-kekuatan baru di Suriah, khususnya kekuatan Islam, yang akan mengambil kekuasaan, dan dengan kemampuan yang sudah lumpuh. Akibat perang yang berkepanjangan.
Amerika Serikat, Rusia, Israel dan Iran, nampaknya telah membuat konsensus, model pemerintahan baru di Suriah, yang moderat, tidak membahayakan keamanan Israel. Karena, Suriah memiliki perbatasan langsung dengan Israel. Sementara itu, Iran tetap pemerintahan baru pasca Bashar Al-Assad pemerintahan yang multi politik, termasuk mencakup kekuatan Syiah Alawiyyin, yang selama ini menjadi sekutu utama Iran.
Perang di Suriah terus dikelola dengan sangat baik oleh Amerika Serikat, Rusia, Israel, dan Iran, agar tidak akan kekuatan yang menjadi pemenang dan menentukan masa depan Suriah secara mutlak. Penguasa baru di Suriah nantinya, siapapun mereka, harus dibawah kendali Amerika Serikat, Rusia, Israel dan Iran.
Itulah yang menyebabkan mengapa perang di Suriah terus berlarut menuju titik kehancuran total, dan tingkat korban yang sangat luar biasa besar. Tak kurang sudah lebih 100.000 korban yang tewas. Tetapi, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir. Karena memang Amerka Serikat, Rusia, Israel, dan Iran tidak menghendaki perang berakhir di Suriah. Wallahu'alam.
0 komentar:
Posting Komentar