Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

Tata Cara TURUN KE SUJUD


Tata Cara
TURUN KE SUJUD

Banyak dari kaum muslimin yang masih memperselisihkan masalah yang mestinya sudah jelas untuk dikerjakan. Diantaranya adalah tata cara turun ke sujud, apakah mendahulukan tangan atau lutut dahulu. Sejatinya masalah ini telah berlalu sejak zaman Khulafa’ Rasyidin.
Para Ulama berselisih pandapat dalam masalah ini dan masing-masing pendapat dikuatkan dengan dalil dan alasan masing-masing.
1. Mendahulukan dua lutut dari dua tangan.
Pendapat ini mendasarkannya pada hadits yang datang dari sahabat Wail bin Hujr, yaitu :
حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ وَأَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ قَالَ زَادَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ فِي حَدِيثِهِ قَالَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ وَلَمْ يَرْوِ شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ إِلَّا هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُ أَحَدًا رَوَاهُ مِثْلَ هَذَا عَنْ شَرِيكٍ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ يَرَوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ وَرَوَى هَمَّامٌ عَنْ عَاصِمٍ هَذَا مُرْسَلًا وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ (الترمذي 248(
Artinya:
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  apabila sujud beliau letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya dan bila bangkit beliau angkat dua tangannya sebelum dua lututnya”. ( HR Jama’ah kecuali Ahmad )
Hadits tersebut menurut Imam At Turmudzi adalah Hasan Ghorib. Karena jalurnya dari Syuraik dari ayahnya.
Syaikh Nasiruddin Al Albani mendloifkannya Adapun yang menshohihkannya adalah Ibnu Huzaimah, ibnu Hibban,Al Hakim dan Adz Dzahabi.[1]
Hadits tersebut dikuatkan dengan hadits dari Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad bin Fudail dari Abdulloh bin Sa’id dari kakeknya dari Abu Hurairoh bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam  bersabda:
 إِذَا سَجَداحدكم فليبدأَ برُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْه ولايبرك كبروك الفحل ( رواه البيهقى )
Artinya:
“Apabila salah seorang diantaramu hendak sujud maka mulailah dengan meletakan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan janganlah ia turun seperti unta yang berderum”  ( HR Baihaqi )
Al Qothon mendoifkan hadits ini tetapi Imam baihaqi berkata : kedoifan hadits ini tidak berdasar.[2]
Juga hadits dari Anas bin Malik RA :

انه صلّى الله عليه وسلم انحط با التكبير فسقطت ركباه يدا ه

Artinya:
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bila hendak turun ke sujud dengan bertakbir dan kedua lututnya mendahului kedua tangannya.” ( HR Ad Daruqutni, Al Hakim dan Al Baihaqi )
Al Hakim berkata:Shohih atas syarat keduanya, yaitu Darul Quthny dan Baihaqy, dan tidak tahu Illat didalamnya,dan ada yang mengatakan bahwa hadits Wa’il sebagai penguat dari hadits ini.
Ada juga dari jalur Mushab bin Sa’id bin Abi Waqos dari Ayahnya bahwa ia berkata :

كنا نضع اليد ين قبل الركبتين قامرنا ان نضع الركبتين قبل اليد ين

Artinya :
Kami meletakan kedua tangan ketika hendak bersujud lalu kami diprintahkan untuk meletakan lutut sebelum kedua tangan.
Ibnu Huzaimah Mmensohihkannya dan menganggap hadits ini telah menaskh hadits Abi Hurairoh yang mendahulukan kedua tangan, tetapi ada yang mendoifkannya karena ada rowi bernama Abu Zur’ah. Ibrohim bin Isma’il menganggapnya sebagai orang yang matruk.[3]
Disamping hadits-hdits diatas yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya juga Ibnu Qoyyim telah menjabarkannya dengan panjang lebar dengan menyebutkan sepuluh hadits sebagai tarjih dan penguat yang sebagiannya telah disebutkan Asy Syaukani dalam Nailul Autor.
Imam Asy Syaukani merojihkan hadits yang datang dari Abi Hurairoh yang mendahulukan tangan dari hadits Wa’il yang mendahulukan lutut dari pada tangan dan tarjih ini hanya dari  dua hadist tersebut saja tanpa mentarjih dengan hadits yang disebutkan Ibnu Qoyyim seperti hadits yang datang dari jalur Hammam dengan sanad yang Mursal atau hadits yang diriwayatkan Abi Dawud dari jalur Muhammmada bin Hijadah. Lebih lanjut perselisihan dalam masalah tata cara turunnya unta dan hewan yang lain yang dipandang dari sisi bahasa dan makna hadits.
Yang berpegang pada pedapat ini diantaranya adalah Jumhur ulama, Umar bin Khotob dan anaknya, Abdulloh bin Mas’ud Ibnu Mundzir, Ibrohim An nakho’I, Muslim bin Yasar, Sufyan Ats Tsauri, Imam Ahmad bin Hanbal Ishaq dan ahlur Royi dari ahlul ‘Iroq.[4]
Imam Asy Syafi’I  berkata dalam kitabnya Al ‘Umm : Saya lebih menyukai mendahulukan lutut dari pada tangan.
Imam An Nawawi dalam Al majmu’ berkata: Yang sunnah adalah meletakan kedua lutut dari kedua tangan dan bila berdiri mengangkat kedua tangan dahulu karena mendekati posisi yang benar Demikian yang dikatakan Imam Bukhori dan huffadz salaf terdahulu[5]. maksudnya : karena lutut lebih dekat dengan tanah dan untuk menyelisihi turunnya unta kemudian kening dan hidung.[6]
At Turmudzi berkata ; Al Khotobi berkata : Ini adalah pendapat kebanyakan para Ulama.
Imam Ar Rofi’I berkata : Yang sunnah adalah meletakan kedua lutut terlebih dahulu kemudian tangan kemudian hidung dan kening.
Sedang Al Ghozali berkata :Sujud yang paling sempurna adalah mengawalkan kedua lutut dahulu dengan tidak mengangkat tangan lalu meletakan tangan lalu kening…[7] .
Demikian juga penadapat Ibnu qoyyim dalam Zaadul ma’ad. Sedang umumnya ulama ( Irak ) beralasan dengan beberapa alasan diantaranya :
1. Sesungguhnya unta bila menderum ia meletakan tangannya terlebih dahulu sedang kakinya tetap berdiri sedang bila bangkitakan mengangkat kakinya terrlebih dahulu dan tata cara sujud seperti ini dilarang oleh Rasulullloh SAW.
2.            Rasululloh SAW meletakkan kedua lutut terlebih dahulu lalu kening dan hidung secara berurutan karena lebih dekat dengan lantai untuk menyelisihi unta dan hewan lainnya.
3.            Jika yang diturunkan tangan terlebih dahulu mestinya lafadznya berbunyi
فاليبرك كما يبروك البعير
 Sedangkan unta meletakan tangan dahulu ke bumi pihjakannya.[8]
Al Qodi Abi Toyyib berkata : Pendapat ini adalah pendapat jumhur dan umumnya para ahli fikih.[9]
Sedangkan ulama madzahib yang sependapat adalah Abu Hanifah, Asy Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hnabal.begitu juga dari golongan Hanifiyah, Syafi’iyyah dan ahli Kuffah.[10]
Imam At Tohawi berkata : Hendaknya mengakhirkan untuk meletakkan tangan dari lutut sebagaimana mengangkat tangan dahulu ketika berdiri.[11]
Termasuk yang memegangi pendapat ini adalah Syaikh Abdulloh Bin Abdul Aziz bin Baaz dan Syaikh Utsaimin.
Syaikh Utsaimin berkata : Sebagian Ikhwan  telah mengarang sebuah buku berupa risaalah yang berjudul : “ Fathul Ma’bud Fii Wadh’I Rukbataini qobla Yadaini Fii Sujud”.Oleh karena itu yang paling sunnah adalah mendahulukan kedua lutut.

2. Mendahulukan kedua tangan dari kedua lutut
Adapun yang berpendapat mendahulukan tangan dari lutut mengemukakan pendapat
mereka beralasan dengan hadits dari Abu Hurairoh, yaitu :

أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عِيسَى الْقُوْمَسِيُّ الْبَسْطَامِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ وَهُوَ ابْنُ هَارُونَ قَالَ أَنْبَأَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ( النساَئ 1077

Artinya :
Rasululloh SAW bersabda : Apabila seseorang diantara kamu bersujud maka janganlah bersujud seperti unta hendaklah ia letakkan tangannya sebelum lutrutnya.
Imam At Turmudzi berkata : Hadits ini ghorib karena jalurnya hanya dari Abi Zanad.
Akan tetapi disohihkan oleh Syaikh Nasiruddin Al Al Bani.
Hadits ini di kuatkan dengan hadits mauquf dari Ibnu Umar beliau berkata :
كان رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ يَضَعَ َ يَدَيْه قَبْلِ رُكْبَتَيْه
Artinya:
Bahwa nabi SAW apabila hendak sujud meletakkan kedua tangan terlebih dahulu sebelum lututnya ( HR Jama’ah )
Al Hakim berkata : Hadits tersebut sohih atas syarat Imam Muslimdan disepakati oleh Ibnu Huzaimah dan Ad Dzahabi.
Imam Al Auza’I berkata : Inilah yang lebih utama meletakan tangan dari pada lutut kertika hendak sujud.
Beliau menambahkan : Saya melihat orang-orang mendahulukan tangan dari pada lutut mereka.
Imam Asyaukani Berkata : Hadits yang menerangkan hal ini adalah berupa qoul dan fi’il dan tidak mungkin qoul rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyelisihi amalan beliau, walaupun hadits dari Abu Hurairoh ini mauquf akan tetapi ada penguat dari hadits yang datang dari Ibnu umar tersebut. Hadits dari Abu Hurairoh ini lebih kokoh dari hadits Wa’il bin Hujr[12]

Pengarang tuhfatul Ahwadzi berkata : Hadits yang mendahulukan lutut terlebih itu lemah karena ada seeorang yang bernama Syuraik ia banyak salah dan hafalannya kacau.
At Toifah berkata : Rasululloh mendahulukan tangan dari luutut ketika hendak sujud.
Nafi’ berkata: Ibnu Umar meletakan kedua tangan dari pada lutut beliau.
Syaikh Nasiruddin dalam sifat solat nabi : Yang paliing kuat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairohyang mendahulukan tangan dari pada lutut,untuk menyelisihi gerakan turunnya untasebagaimana dhohirnya hadits.
Beliau juga membantah pendapat Ibnu Qoyyim yang menyebutkan bahwa matan hadits dari Abu Hurairoh ini terbalik.beliau mengatakan : Syuraik adalah orang yang jelek hafalannya dan pendapat Ibnu Qoyyim jelas-jelas salah. Bahkan saya telah menyebutkan kelemahan - kelemahan pendapat Ibnu Qoyyim dan kekurangan kitab Zaadul Ma’ad dalam satu buku saya yang berjudul At ta’liqot Al Jiyad ‘ala Zaadil Ma’ad.
Dalam kitab beliau yang lain Tamamul Minnah, sebagai kritikan buku Fikih Sunnah karangan Syaikh Sayyid Sabiq beliau menambahkan : Bahwa prilaku unta yang hendak menderum dengan mendahulukan lutut terlebih dahulu seperti dhohirnya hadits. Demikian perndapat para ahli bahasa Al Fairuz Zabadi dan Ibnu Mandzur ddalam Lisanul ‘Arob. Perkataan Ibnu Qoyyim yang mengatakan bahwa matan hadits dari Abu Hurairoh itu terbalik adalah sangkaannya ( Wahm )  dia belaka dan ini adalah pendapat pribadi Ibnu Qoyyim saja. Dan tashih dari hadits Wa’il bin Hujr yang mendahulukan lutut sama sekalii tidak berdasarbaik dari sisi hadits maupun fikih, sedangkan hadits yang mendahulukan tangan terlebih dahulu adalah pendapat ahlu hadits yang mendasarkan pada qoul dan fi’il nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam .[13]
Pendapat ini dipegangi oleh Imam Malik, Ibnu Hazm dan At Tsauri yang menyelisihi pendapat jumhur.
Abdulloh bin Abi Dawud bekata : ini adalah pendapat ahlul hadits.[14]

Pendapat Yang lebih utama

Imam Ibnu Qoyyim mengafdolkan meletakan lutut dahulu dari pada tanagn demuikian juga An Nawawi dalam Al Majmu’, dikarenakan hadits yang lebih kuat dengan meletakan lutut terlebih dahulu.
 Dan ini lebih mudah untuk melaksanakannyajika tidak berarti meninggalkan kemudahan artinya meleetakan lutut terlebih dahulu karena lutut lebih dengan lantai, kemudian meletakan tangan kemudian kening dan hidung sebagai bagian dari kepala.Adapun ketika berdiri maka yang diangkata adalah yang paling jauh dari tanah kepala lalu tangan dan baru kemudian lutut.[15]

Hal ini disebabkan juga karena hadits yang datang dari Abu Hurairoh adalah  Muthorib dan goncang dan juga karena adanya  dua periwayatan dari Abu Hurairoh yang saling bertentangan satu mendahulukan tangan dan satu yang lain mendahulukan lutut.[16]
Dan jumhur bersepakat bahwa pendapat yang mendahulukan lutut terlebih dahulu berdasar pada hadits dari Wail bin hujr itu lebih kuat dan kokoh dan menyimpulkan adanya masyruiyyah meletakan lutut terlebih dahulu dari pada tangan dan adanya pelarangan menderum seperti hewan. Diantaranya juga adalah pendapat Hanafiyah dan Syafiiyah yang memandang bahwa yang lebih afdol adalah meletakan lutut dari pada tangan.
Adapun Imam Al Auza’I lebih mengafdolkan tangaan dari pada lutut. Sedangkan Imam  Malik membolehkan keduanya[17]
Imam As Syaukani mentarjih antara 2 hadits  yang datang dari Wail dan Abu Hurairah dan menguatkan hadits yang mendahulukan tangan ketika hendak sujud.
Imam An Nawawi berkata : Tiak ada tarjih diantara keduanyakarena sam sunnhnya.
Imam  Ibnu Taimiyyah dalam Fatawa Al Kubro brkata : Dua tata cara tersebut di mufakati oleh para ulama bila berkehendak ia mendahulukan lutut dan bila ia berkehendak ia dahulukan tangan dari pada lututsholat dengan dua tata cara tersebut adalah sah, akan tetapi para ulama berselisih tentang yang lebih utama dan afdol. Adapun hadits yang datang dari Abu Hurairoh yang menyatakan mendahulukan tanagn dari pada lutut bertentangan dengan hadits beliau yang lain yang menyebutkan mendahulukan lutut terlebih dahulu.dan yang pertama adalah mansukh. والله اعلم[18]
Juga perkataan beliau : Adapun riwayat Abu Hurairoh semoga saja diriwayatkan oleh Ahmad. Yang menunjukan salah satu sisi guncangnya hadits, sedangkan Imam Ahmad RA dan pengikutnya mendahulukan lutut sbelum tangan ketika hendak sujud.
Adapun yang sependapat dengan Syaikh Nasiruddin, bahwa beliau melayangakan risalah kepada Syaikh Sayyid Sabiq atas bantahan fikih sunnah sebanyak dua kali akan tetapi tidak ditanggapi oleh beliau. Hal ini karena beliau yakin atas pengambilan dalil dan pendapat dari para ulama salaf.juga karena banyaknya hadits-hadits doif yang menguatkan dalam masalah ini sehingga karena banyaknya hadits tersebut hingga masyhur. Demikian juga pendapat Syaikh Utsaimin dalam kumpulan fatwanya.
Kemudian perkataan Imam Malik yang membolehkan kedua tata cara tersebut.dan apa yang disampaikan Syaikhul Islam dalam fatwanya kiranya cukup untuk mendjadi pijakan. Syaikh Abdul Qodir abdul Aziz dalam mengomentari kitab fatawa beliau berkata : Sebagian besar isi Majmu Fatawa beliau telah ditarjih.

Kesimpulan

Bahwa sholat dengan dua tata cara tersebut adalah sah dan boleh hanyasanya yang afdol adalah mendahulukan lutut dan tidak ada tarjih sebagaimana perkataan Imam An Anawawi. Para Mufti Saudi yang tergabung dalam lajnah daimah yang diketuai oleh Syaikh Abdulloh bin Baaz dengan anggota Syaikh Abdur Rozak Afifi dan  Abdulloh bin Ghodyan telah menyimpulkan sebagai berikut : Jumhur Ulama berpendapat bahwa yang paling afdol adalah meletakan lutut terlebih dahulu daripada tangan ketika hendak turun ke tempat sujud dan mengangkat tangan terlebih dahulu ketika hendak bangkit berdiri. Hadits dari sahabat Wail bin Hujr dikuatkan oleh hadits-hadits lain yang jumlahnya sangat banyakbaik yang munqoti ataupun yang mencapai derajat mursalul hadits sampai pada rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Yang berpendapat mendahulukan tanagn adalah : Auzai , Malik dan Ibnu Hazm berdasar dari hadits Abu Hurairoh akan tetapi sanad hadits ini diperselisihkan dan Jama’ah merojihkan hadits dari Wail bin Hujr. Karena masalah ini adalah amsalah ijtihadiyah maka jalan yang terbaik adalah keluasan dan takhyir antara dua cara tersebut, adapun kesalahan yang dilakukan para pelaku yang hendak turun ke sujud adalah melakukan kedua-duanya secara bersama-sama ataupun digabung, semisal menurunkan kedua tangan ketika hendak sujud dan mengangkat lutut mendahului tanagn ketika hendak bangkit atau sebaliknya. Kami tidak mendapatkan satu keteranganpun baik dari hadits ataupun dari atsar sahabat yang membolehkan melakuakan hal tersebut, yaitu turun dengan lutut dan berdiri dengan tangan dengan mendahulukan lutut kecuali yang dilakukan para pengikut madzhab Syafi’iyyah sebagaimana diterangkan dalam Kitab Fikib ala madzahib al Arba’ah. Akan tetapi karena tidak ada dalil satupun yang menguatkan pendapat mereka maka yang kuat adalah melakuakn dari dua takhyir yang ada keterangan dari hadits dan atsar sahabat dan selain itu adalah perkara yang diadakan. Sekian.[19]
Demikian selesailah pembahan ini semoga menjadi gamblang dan terang terlebih masalah sholat maka hendaknya kita berhati-hati dan mengamalkan yang lebih mendekati kebenaran. والله اعلم
Daftar Maroji’ :
1.     Al Umm, Imam Asy Syafi’I
2.    Syarhusunnah II, Imam Al Baghowi
3.    Bidayatul mujtahid wa nihyatul muqtasid II, Imam Ibnu Rusyd
4.    Al Majmu Syarhul Muhadzab juz III, Imam An Nawawi
5.    Al Aziz Syarhul Wajiz I, Imam Aro fi’I
6.    Fatawa Al Kubro VI, Imam Ibnu Taimiyah
7.    Zaadu Ma’ad I, Imam Ibnu Qoyim Al Jauziyyah
8.    fathul Bari Syarhus Sohih BukhoriI I, Imam Ibnu Hajar Al Asqolani
9.    Ibanatul Ahkam Sayrh Bulughul Marom Ibnu Hajar I
10. Nailul Autor I , Imam As Syaukani
11.  Ad Dinul Kholis II, Syaikh Mahmud As Subki
12. Tuhwatul Ahwadzi Syarh Sohih At Turmudzi II, Syaikh Abul A’la Al Mubarofuri
13. Bustanul Akhbar II, Syaikh Faisol bin Abdil Aziz Ali Mubarok Qodi Al Jauf
14. Sifat sholat nabi, Syaikh Nasirudin Al Bani
15. Al Irwa II, Syaikh Nasirudin Al Bani
16. Fikih Sunnah I, Syaikh Sayyid Sabiq
17. Tamamul Minah, Syaikh Nasirudin Al Bani
18. Majmu Fatawa fiil Ibadah, Syaikh Utsaimin
19. Fatawa Lajnah DaimahVI Mamlakah Arobiyah su’udiyyah
20.Fikih ala madzahib al arba’ah I, Al Jaziri
21. Al Jami fii tolabil ilmi As Syar’I I


[1] Al Majmu III 380
[2] Zaadul Ma’ad I 215

[3] Tuhfatul ahwadzi II: 129
[4]Nailul Autor II : 280
[5] Majmu III : 381
[6] Zaadul Maad I :215

[7] Syarhul Wajiiz I: 524
[8] Ad dinul KholisII: 240
[9] Bustanul Ahbar II: 554
[10] Tuhfatul Ahwadzi II : 123
[11] Fathul bari II : 549
[12] Nailul Autor II : 280
[13] Tamamul Minnah 196
[14] Al Irwa II : 77-78
[15] Al Majmu’III 380-381
[16] Nailul Autor
[17] Ibanatul Ahkam I 328
[18] Fatawa Al Kubro I : 187
[19] Fatawa Lajnah Daimah VI 434

0 komentar:

Posting Komentar