Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

SEBUAH RISALAH TENTANG MENGAGUNGKAN ALLAH SWT


SEBUAH RISALAH
TENTANG MENGAGUNGKAN ALLAH SWT


          Seorang yang mengamati keadaan manusia sungguh akan merasa heran dengan jiwa-jiwa yang jika diingatkan tentang Allah swt tidak tergugah, jika diberikan nasihat tidak menjadi sadar dan jika dibacakan ayat-ayat tentang janji dan ancaman tidak menangis dan tidak terkesan. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini merupakan peringatan bagi seorang hamba jika ia tidak mengoreksi dirinya, melakukan muhasabah dan mengingatkannya tentang Allah swt. Boleh jadi faktor utama yang membuat manusia sampai seperti itu ialah karena tidak adanya perasaan mengagungkan Allah swt dalam hatinya dan jauh dari rasa takut kepadaNya.
          Dalam makalah yang singkat ini saya hendak menjelaskan tentang masalah yang urgens (penting) yaitu: mengagungkan Allah swt. Al fairus Abadi menyebutkan dalam "Al Qomus al Muhith" tentang makna التعظيم  . dia berkata  العظم   (kebesaran) adalah lawan kata الصغر (kecil).  عظمه وأعظمه   yakni  mengagungkan dan membesarkannya.  إستعظمه   yakni menganggapnya agung[1].
          Ar Razi berkata dlam Muktaarus Shihah: عظم الشيء yakni besar فهو عظيم (ia adalah sesuatu yang agung/besar[2].
          Ibnu Manzur berkata dalam "Lisanul 'Arab": العظيم   ialah yang melewati kadarnya dan lebih besar dari batasan-batasan akal[3].
Sesungguhnya Allah swt tidaklah menurunkan kitab-kitab suciNya kecuali untuk mewujudkan sutu tujuan yang paling agung yakni mengabdi/beribadah kepadaNya dan menerapkan syariatNya. Dan ibadah tidak akan mungkin mencapai puncak kesempurnaannya kecuali dengan mengagungkan Zat yang disembah. Al Manawi menyebutkan tentang definisi ibadah: perbuatan seorang mukallaf yang bertentangan dengan hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Rabbnya. Sebagian lagi mengatakan bahwa ibadah adalah mengagungkan Allah dan melaksanakan perintah-perintahNya[4]. Dari definisi ini jelas tentang urgensi ta'dzimullah dan bahwa ia adalah ibadah yang kita diciptakan oleh Allah tidak lain kecuali untuk mewujudkannya.
          Ada nash-nash syar'i baik dari Al Quran maupun as sunnah yang menjelaskan tentang keutamaan ta'dzimullah. Diantaranya firman Allah swt: "Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan". (qs. Al fatihah:5). Al Qurthubi berkata, "Kemudian ayat yang ke-empat, Allah swt menjadikan ayat ini antara Dia dan hambaNya, karena ayat ini mengandung  ( تذلل ) / penghambaan diri seorang hamba kepada Rabbnya dan permohonan bantuan dariNya dan hal itu mengandung pengagungan terhdap Allah swt.
          Dan firman Allah swt ketika Dia menyebutkan sifat-sifat hambaNya yang mu'min:

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

"Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)". (Qs. Ar Ra'd:22).
Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, "Karena mencari keridhaan Tuhannya yakni karena mengagungkan Allah swt dan mensucikanNya agar jangan sampai ia menyalahi perintahNya atau melakukan suatu perkara yang Dia tidak sukai sehingga ia bermaksiat kepadaNya[5].
Firman Allah swt tentang kisah Nuh as, bersama kaumnya:

مَّالَكُمْ لاَتَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

"Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah". (Qs. Nu:13). Berkata Abu Su'ud, "Maksudnya mengapa kamu tidak mengharapkan kebesaran bagiNya ? yakni pengagungan terhadap Zat yang disembah dan dita'ati[6].
Juga firman Allah swt tentang kisah para pemilik kebun:

قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ لَوْلاَ تُسَبِّحُون

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabbmu)". (Qs. Al Qalam:28).
Ats Tsa'labi berkata, "Dikatakan ia adalah suatu ungkapan tentang mengagungkan Allah swt dan beramal untuk menta'ati Nya"[7].
Dan dari hadits yang diriwayatkan Jubair bin Muth'im ra, ia berkata, "Seorang Arab Baduy mendatangi Rasulallah saw dan berkata, "Ya Rasulallah saw, jiwa-jiwa telah kepayahan, keluarga-keluarga telah terlantar, harta-harta telah habis dan hewan-hewan ternak telah binasa, maka mintalah hujan kepada Allah swt untuk kita, sesungguhnya kami memohon syafa'atmu kepada Allah swt dan memohon syafa'at Allah swt kepadamu untuk kita". Maka bersabdalah Rasulallah saw bersabda, "Ingat (waspadalah !), tahukah engkau apa yang engkau ucapkan itu ? "Dan Rasulallah saw bertasbih, beliau terus bertasbih, sehingga dapat diketahui hal itu pada wajah-wajah sahabatnya, kemudian beliau bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya Allah swt tidak diminta syafa'atNya untuk seorang pun dari makhlukNya. Urusan Allah swt lebih agung daripad hal itu … "[8]. Orang Baduy tadi ketika berkata, "Kami memohon syafaat Allah swt kepadamu, "ia telah menjadikan Allah swt pada kedudukan pemberi syafaat disisi RasulNya, dan hal ini tentu mengurangi keagungan Allah swt. Oleh karena itu Rasul saw bertasbih dan mengingatkan si Baduy tadi akan kekeliruannya yang fatal ketika bersabda, "Ingat ! tahukah engkau tentang Allah swt ? sesungguhnya urusan Allah swt lebih agung dari itu, … dst".
          Agar kita dapat menangkap hakikat pengagungan ini –wahai saudaraku yang mulia- marilah kita renungkan contoh berikut ini: lihatlah keadaan para pengawal (pelayan) raja-raja, amir-amir dan kepala-kepala Negara. Engkau lihat salah seorang dari mereka, ia tidak mampu untuk menolak perintah sang raja atau kepala Negara tersebut dan tidak juga melanggar larangannya sehingga meskipun perintah atau larangan tersebut membuat mudharat pada fisiknya atau hartanya atau keluarganya. Dan ketika kita tanya ia tentang rahasia ketaatannya yang sedemikian rupa, kita dapati bahwa pengagungannya kepada raja tersebutlah yang merupakan sebab hakiki ketaatannya ini. Jadi, pengagungan akan memunculkan dalam jiwa rasa takut terhadap yang diagungkan.
          Oleh karena itu para ulama umat tak henti-hentinya berupaya dengan sunguh-sungguh dalam mengingatkan manusia tentang masalah mengagungkan Allah swt. Inilah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab menyusun kitabut Tauhid, dan beliau menjelaskan di dalamnya tentang masalah-masalah aqidah, kemudian mengakhiri kitabnya dengan beberapa bab yang semuanya berkaitan dengan mengagungkan Allah swt, seperti: Bab tentang siapa yang tidak puas dengan sumpah atas nama Allah swt; bab menjuluki dengan qadhil qhudhat; bab menghormati nama-nama Allah swt; bab tidak boleh ditolak siapa yang meminta karena Allah swt; bab firman Allah swt :
وَمَاقَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ

"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya". (qs. Az Zumar:67).  
Dan  ini bab terakhir yang beliau sebutkan dalam kitabnya yang berharga.
Akan tetapi apakah kita mengagungkan Allah swt atau tidak ? untuk menjawab pertanyaan ini kita harus melihat keadaan kita saat mengerjakan suatu ketaatan; apakah kita mengerjakannya dengan penuh rasa harap dan takut ? ataukah ketaatan tersebut telah menjadi adat yang kita lakukan setiap hari tanpa kita sadari tujuan  dari pelaksanaannya ? apakah seorang wanita ketika mengenakan hijab syar'i ia mengenakannya karena itu merupakan syari'at Allah swt ataukah karena itu merupakan suatu tradisi yang diwarisi ? demikian juga kita lihat keadaan kita ketika melakukan ma'siat. Apakah kita merasa seakan-akan kita berada di bawah gunung yang hampir menjatuhi kita ataukah seperti seekor lalat yang hinggap di hidung kita lalu ditepisnya begitu saja ? demikian juga kita lihat keadaan kita saat menunaikan shalat dan berdiri untuk Rabbal 'Alamin, apakah kita merasakan keagungan zat yang kita hadapi sehingga kita khusyu' dalam shalat kita ataukah kita disibukkan oleh fikiran-fikiran dan bisikan-bisikan ? apakah ketika kita menghadap seorang raja dari raja-raja dunia kita berbuat disisinya seperti yang kita perbuat dalam shalat kita ? apabila kita jawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan penuh tajarrud (objektif) maka kita akan tahu dengan yakin apakah kita telah mengagungkan Allah swt atau tidak.
          Saudaraku yang mulia !! cobalah kita perhatikan keadaan mereka-mereka yang mengagungkan Allah swt disaat mereka berdiri untuk shalat. Mujahid berkata, Adalah salah seorang dari mereka jika berdiri untuk shalat dia takut kepada ar Rohman jika pandangannya sampai tertarik kepada sesuatu, atau menoleh atau membalik kerikil, atau main-main dengan sesuatu, atau terlintas dalam jiwanya sesuatu dari urusan dunia kecuali terlupa selama ia dalam shalatnya. Ibnu Zubair jika berdiri dalam shalatnya seakan-akan ia batang pohon karena khusyu'nya. Pernah ketika ia sujud sebuah manjaniq (lemparan batu) mengenai sebagian pakaiannya akan tetapi ia tidak mengangkat kepalanya dari sujudnya. Maslamah bin Basyar pernah shalat dimasjid, tiba-tiba satu bagian dari masjid itu runtuh, maka orang-orang bangun (berlari) sedangkan ia dalam shalatnya tidak berasa (akan hal itu). Ali bin Abi Thalib ra, jika datang waktu shalat ia berguncang dan pucat wajahnya. Maka dikatakan kepadanya, "Kenapa engkau begitu ? maka ia berkata, "Telah datang –wallahi- waktu amanah yang Allah swt telah tawarkan kepada langit-langit, bumi, gunung-gunung, akan tetapi mereka enggan untuk memikulnya dan merasa takut darinya dan aku memikulnya. Said at Tanukhi jika ia shalat, air matanya tidak henti-hentinya mengalir dari kedua pipinya ke janggutnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jika ia masuk dalam shalat anggota tubuhnya bergetar sehinga ia miring ke kanan dan ke kiri[9]. Ini adalah sekelumit dari lautan berita-berita dan keadaan mereka yang mengagungkan Allah swt. Ya Allah swt, sebagaimana Engkau telah menganugerahi mereka pengagunganMu, maka karuniakanlah kepada kami hal itu …….. wahai yang maha Mendengar do'a.
Bahkan termasuk hal aneh, bahwa orang-orang kafir Quraisy di dalam hati mereka ada sesuatu dari pengagungan  Allah swt, inilah beberapa bukti atas hal itu:
  1. Kisah Uthbah bin Robi'ah ketika Rasul saw membacakan kepadanya awal-awal dari surat Fushilat, ketika beliau sampai pada:

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan kaum Tsamud". (QS. Fushilat(41):13)

          Uthbah meletakkan tangannya pada mulut Rasulullah saw dan ia minta kepada beliau atas nama Allah swt dan kekerabatan agar beliau berhenti[10].

  1. Kisah Jubair bin Muth'im, bahwa ia berkata, "Saya mendengar Nabi saw membaca pada shalat maghrib surat ath Thur, ketika beliau sampai pada :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ . أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بَل لاَّيُوقِنُونَ . أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri). Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa ? (QS. 52:35-37), hampir-hampir jantungku terbang". (HR. Bukhori, kitabut Tafsir, 8/603, no.4854).

3.    Pernah Rasulallah saw di sisi Ka'bah sementara di sekitar beliau tokoh-tokoh Quraisy, maka Beliau membacakan kepada mereka surat an Najm. Ketika sampai ayat sajadah di akhir surat, beliau sujud dan mereka pun ikut sujud bersama beliau[11].

Inilah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kaum kuffar Quraisy meskipun mereka kufur dan syirik akan tetapi dalam hati mereka ada sedikit pengagungan terhadap Allah swt. Syaikhul Islam berkata, "Kaum musyrikin tidaklah mengingkari penyembahan kepada Allah swt  dan mengagungkanNya, akan tetapi mereka menyembah Ilah-ilah lain disamping Allah swt [12].
Saudaraku yang mulia ...... ! tidak adanya pengagungan terhadap Allah swt  dalam hati merupakan sesuatu yang kita akan ditanya kelak. Karena itu hendaklah kita melakukan muhasabah, mengoreksi diri dan meluruskan jiwa dan memperhatikan hubungan kita dengan Rabb 'Azza wa Jalla.
Boleh jadi sebab-sebab utama tidak adanya pengagungan terhadap Allah swt  adalah sebagai berikut:
1. Terjatuh dalam maksiat, ini adalah suatu malapetaka. Ia merupakan sebab ujian dan musibah serta terjauh dari Allah swt . Ibnul Qayyim berkata, "Dan cukuplah hukuman bagi orang-orang yang berbuat maksiat itu menjadi lemah dalam hatinya rasa pengagungan terhadap Allah swt  dan pengagungan terhadap larangan-laranganNya dan menjadi remeh baginya hakNya; dan sebagai hukuman atas hal ini diangkatnya (dicabutnya) oleh Allah swt  kewibawaan dirinya dari hati-hati makhluk dan ia diremehkan oleh sebagian manusia sebagaimana ia meremehkan perintah Allah swt  dan menganggap enteng"[13]. Berkata Bisyir bin al Harits, "Seandainya manusia mau memikirkan tentang keagungan Allah swt  niscaya mereka tidak akan maksiat kepada Allah swt.

2. Menggampangkan perintah-perintah Allah swt. Engkau lihat banyak dari manusia yang tidak menunaikan ibadah dengan cara yang semestinya. Seandainya mereka mengagungkan Allah swt  dengan sebenar-benarnya pengagungan, niscaya mereka akan mengagungkan perintah-perintahNya.

3. Tidak mentadabburi al Qur'an saat membacanya dan tidak memperhatikan janji-janji, khabar gembira dan ancamannya. Perhatian orang yang membacanya hanyalah pada bagaimana  mengakhiri surat yang dibacanya, tanpa memperhatikan maksud diturunkannya al Qur'an.
Allah swt  berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS. Shod(38):29)

4. Lalai dari zikrullah. Engkau dapati salah seorang dari kita dirumah sakit atau di kantor-kantor pemerintahan, duduk diruang tunggu dalam waktu yang lama tanpa berzikir, bertasbih atau bertakbir, kalaupun ia bertasbih atau bertakbir maka ia tidak memahami makna tasbih dan takbirnya. Dan ini adalah suatu masalah yang harus kita terapi pada diri-diri kita.

5. Memandang kepada apa yang diharamkan Allah swt. Pandangan yang haram akan melahirkan kekerasan hati (qaswatul qalb), dan hal ini tidak sejalan dengan ta'dzim (pengagungan), karena ta'dzim tidak akan muncul kecuali dari hati yang tunduk, khusyu', dan lembut serta menghadap kepada Allah swt dengan sepenuhnya.

          Oleh karena itu tidaklah heran jika salafus shaleh adalah orang-orang yang paling mengagungkan Allah swt, karena mereka adalah orang-orang yang paling sungguh-sungguh dalam mentaati Allah swt dan paling menjauhi maksiat.
Al Qanuji berkata, "Mereka –yakni salafus shaleh- sangat mengagungkan Allah swt dan mensucikanNya dari apa-apa yang tidak layak bagiNya"[14]. Ibnu Mundih berkata dalam kitab al Iman, "Hamba-hamba Allah swt bertingkat-tingkat dalam hal keimannya sesuai dengan kadar pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah swt dalam hati mereka dan adanya rasa pengawasan Allah swt dalam hati mereka dalam keadaan sendiri maupun di tengah keramaian"[15].
          Saudaraku yang mulia …. !  setelah ini semua, maka marilah kita membahas hal-hal yang membantu/mendorong pengagungan terhadap Allah swt dan ia cukup banyak, alhamdulillah. Akan tetapi sebelum kita uraikan, perlu kita ingatkan di sini akan suatu hal yang penting yaitu; seorang muslim jika ingin termasuk orang-orang yang mengagungkan Allah swt  dengan sebenarnya, maka ia harus memiliki niat yang jujur yang akan mendorongnya untuk sampai pada tujuan ini. Dan hendaknya keinginannya untuk mengagungkan Allah swt itu muncul dari kesadarannya akan pentingnya ta'zhimullah, dan hendaknya ia mencari dengan amalnya itu wajah Allah, bukan untuk dipuji atau disanjung orang.

Adapun hal-hal yang akan mendorong ta'zhimullah itu sebagai berikut:
1.     Mewujudkan 'Ubudiyyah (penghambaan) yang sempurna terhadap Allah swt. Seorang hamba semakin ia mendekatkan diri kepada Rabb-Nya dengan berbagai bentuk ibadah niscaya akan menjadi agung dalam hatinya perintah Allah, maka engkau lihat ia bersegera dalam mengerjakan ketaatan, menjauhi kemaksiatan dan keburukan. Syaikhul Islam berkata; "Semakin hamba itu bertambah dalam mewujudkan 'ubudiyyahnya, maka semakin bertambah kesempurnaannya dan menjadi tinggi derajatnya" [16]
2.    Tadabbur dengan teliti terhadap Al-Qur'an, hikmah-hikmah dan hukum-hukumnya, dan mencermati pelajaran dan 'ibrah-'ibrahnya. Hendaknya kita tadabburi ayat-ayat yang berbicara tentang ciptaan Allah swt dan keindahan ciptaan-Nya, ayat-ayat yang berbicara tentang hukuman dan siksaan-Nya yang keras, dan ayat-ayat tentang janji serta ancaman. Tidak diragukan bahwa tadabbur Al-Qur'an akan berpengaruh dalam hati dan akan kian menumbuhkan ta'zhimullah serta rasa takut kepada-Nya. Berkata Syaikh Abdurrahman bin Qasim, penulis Hasyiyah ar Raudh, "Bahkan membaca satu ayat dengan tadabbur dan tafahhum (memahami) lebih baik daripada membaca sampai khatam tapi tanpa tadabbur dan tafahhum, dan lebih manfaat bagi hati serta lebih menghasilkan iman dan merasakan kemanisan iman. Demikianlah qiraahnya Nabi saw dan para salaf sesudahnya, sehingga satu ayat itu di ulang-ulang sampai pagi. Dan inilah asal kebaikan/kesalihan hati. Termasuk dari tipu daya syetan ia membuat para hamba Allah swt menjauhi tadabbur Al Quran, karena ia tahu bahwa petunjuk itu akan datang dengan mentadaburi Al Quran[17].
3.    Mentafakkuri penciptaan langit dan bumi, karena seorang yang mengamatinya pasti akan terkagum dengan keindahan ciptaan, kebesaran serta kekuasaanNya. Meskipun begitu ia tidak melihat padanya ada keretakan atau pecah. Allah swt berfirman.

"Yang telah menciptakan 7 lapis langit. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ? kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah". (qs. Al Mulk:3-4)

Oleh karena itu Allah swt memuji hamba-hambaNya yang mau mentafakkuri penciptaan langit dan bumi. Allah swt berfirman:
  
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Ali Imran ( 3):191).         
Di antara hadits-hadits yang menunjukkan tentang kebesaran langit adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Dzar Al Gifari ra, bahwa Rasulallah saw bersabda:

ما السماوات السبع في الكرسي إلا كحلقة ملقة بأرض فلاة وفضل العرش على الكرسي كفضل تلك الفلاة على تلك الحلقة.

"Tidaklah langit-langit yang 7 jika dibandingkan dengan al kursi kecuali seperti gelang yang terlempar di padang pasir, dan kelebihan 'Arsy dibandingkan kursi seperti kelebihan padang pasir tersebut dibandingkan gelang tersebut". (HR. Ibnu Abi Syaibah, dishohihkan oleh al Albani).

Hadits ini menerangkan tentang kebesaran langit-langit, Kursi, dan 'Arsy. Sementara kita –anak cucu Adam- tidak ada artinya dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang besar itu, meskipun demikian Allah swt berfirman –tentang langit dan bumi-:

"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu keduanya menuju perintahKu dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka hati". (qs. Fushilat (41):11).

Asy Syaukani berkata, "Yakni kami laksanakan perintahMu dengan penuh ketundukan". Maka, subhanallah ! bagaimana manusia yang lemah dan hina ini takabbur dan menantang penguasa langit dan bumi dengan maksiat dan dosa-dosa  ? kita mohon kepada  Allah swt keselamatan dan 'afiat.

4. Memperhatikan keadaan orang-orang yang lewat; di bumi ini pernah hidup kaum-kaum dan bangsa-bangsa yang Allah swt berikan mereka itu kekuatan dan kelapangan fisik yang tidak pernah Dia berikan kepada umat yang lain. Akan tetapi mereka kufur kepada Allah swt dan mendustakan Rasul-rasulNya, maka Allah swt timpakan kepada mereka kelaparan, rasa takut, dan Allah swt hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Inilah kaum 'Aad yang pernah berkata, "Siapakah yang lebih kuat daripada kita ?". Allah swt binasakan mereka itu dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah swt, timpakan kepada mereka itu selama 7 malam dan 8 hari terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon korma yang telah kosong (lapuk). (qs. Al Haqqah (69):6-7). Dan inilah Tsamud yang pernah membuat rumah dari gunung-gunung, Allah swt binasakan mereka dengan suara keras yang mengguntur, maka mereka mati bergelimpangan di rumah-rumah mereka. (qs. Hud (11):67). Dan Allah swt tidak sulit menyiksa umat-umat tersebut dan tidak pernah Allah swt merasa sulit. Sesungguhnya urusanNya jika Dia menghendaki sesuatu cukuplah Dia mengucapkan "Kun" maka jadilah sesuatu itu. Maka bagaimana dengan kita-kita yang lemah dan kecil ini tidak takut tertimpa seperti apa yang pernah menimpa mereka itu ?
5. Doa. Ia adalah obat yang paling bermanfaat dan sebab yang paling kuat jika disertai dengan kehadiran hati dan kejujuran niat, karena sesungguhnya Allah swt tidak akan menyia-nyiakan siapa yang mengharapNya.
Allah swt berfirman:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah(2):186)

Ya Allah swt, kami mohon kepadaMu pengagunganMu dan rasa takut kepadaMu, dan anugerahkanlah kepada kami taubat yang jujur yang akan membantu kami untuk ment'atiMu dan menjauhi maksiat terhadapMu.

والله أعلم، و صلى الله عليه و سلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

DAN INGATKANLAH MEREKA
DENGAN HARI-HARI ALLAH


          Tidaklah peristiwa-peristiwa yang terjadi di AS dan Afghanistan belakngan ini lebih penting daripada peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah, dan tidaklah itu peristiwa terakhir. Sejarah manusia dipenuhi dengan hal-hal yang baik dan buruk yang berjalan sesuai dengan sunan (sunatullah), dan dengan sebabnya berlalu ujian-ujian dan setelahnya timbul perubahan-perubahan dalam kondisi afrod (individu), mujtama' (masyarakat), dan umat-umat.
          Bisa saja –dalam iftitahiyah (editorial) ini-, kami muat beberapa pendapat yang mencerminkan sikap majalah (Al Bayan) terhadap beberapa peristiwa, akan tetapi kami lebih memilih untuk mengeluarkan –dari celah-celah wahyu- sikap-sikap kami seluruhnya. Alangkah butuhnya kita dan manusia seluruhnya, dimasa-masa kritis, untuk memperhatikan tsawabit syar'iyah (hal-hal yang tetap dalam syari'at) dan sunan Ilahiyah (sunnah-sunnah Ilahi); agar dengannya kita dapat mengqiyas (menganalogikan) perkara-perkara.

        لِيَعْلَمَ اللهُ مَن يَخَافُهُ بِالْغَيْب

"supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya". (Qs. Al Maidah 94.)

          Takut kepada Allah swt meskipun Ia tidak terlihat, maknanya iltizam (komitmen), menta’atiNya karena mengharap pahalaNya dan takut akan siksaNya dan itu tidak ada kecuali dengan ketundukan terhadap hukum-hukumNya yang bersifat syar’i (dien) dan beriman dengan hukum-hukumNya yang bersifat qodari (kauni) yakni taqdir Ilahi,(pent.). Sesungguhnya iltizam yang  seperti ini diserukan oleh seluruh risalah (seruan para rasul) dalam rangka mewujudkan makna yang  syamil (menyeluruh) dari tauhid yang  mencakup pengesaan Allah swt dalam hal keta’atan untuk mewujudkan penyembahan (ibadah) kepadaNya dan iman yang  mutlak kepada sifatNya yang  qayyum (maha mengatur seluruh makhlukNya). Dan inilah dia makna yang  diserukan oleh Yusuf

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ.

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. 12:40)

Dien yang  lurus mencakup pengesaan Allah swt dalam hal hukum; yang  syar’i dan qadari (takdir). Sebelum Yusuf, ayahnya, Ya’kub as telah menegaskan:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ.

Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri". (QS. 12:67)

Dan ini juga makna yang  Allah swt perintahkan kepada nabiNya yang  terbaik dan penghulu para rasul, Muhammad saw, agar ia mengumumkannya untuk seluruh alam dengan bahasa yang  paling pasih dan penjelasan yang  paling gamblang:
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ قُلْ لآأَتَّبِعُ أَهْوَآءَكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَآأَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ.  قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ مَاعِندِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ.

Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang menyembah ilah-ilah yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk". Katakanlah: "Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata (al-Qur'an) dari Rabbku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (QS. 6:56-57)

Hukum Allah swt –dengan demikian- mencakup 2 macam:

Hukum tasyri untuk diamalkan dan dilaksanakan; dan hukum kauni yang  dengannya Allah swt menjalankan semua taqdir di dunia sesuai dengan sikap-sikap manusia terhadap hukum syar’i. Hukum-hukum Allah swt yang  qodari (kauni) mencakup apa yang  disebut dengan: as Sunan al Ilahiyah (  السنان الإلهية ), yaitu undang-undang yang berjalan sesuai dengannya seluruh taqdir Allah swt; dan ia tidak mungkin berubah atau tertinggal.

سُنَّةَ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلُ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَبْدِيلاً.

Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (QS. 48:23)

سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِن رُّسُلِنَا وَلاَتَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلاً.

(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu. (QS. 17:77)

وَلاَيَحِيقُ الْمَكْرُ السَّىِّءُ إِلاَّ بِأَهْلِهِ فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ سُنَّتَ اْلأَوَّلِيَن فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَحْوِيلاً.

Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu.Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. 35:43)

Dan Allah swt menghendaki dari hamba-hambaNya agar mereka memahami sunnah-sunnahNya yang  kauniyah sebagaimana Allah swt menunjuki mrk kepada sunnah-sunnahNya yang  syar’iyah.

يُرِيدُ اللهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمُُ.

Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 4:26)

Berkata Ibnu Katsir, “Maha mengetahui lagi maha bijaksana dalam syari’atNya dan taqdirNya, dalam perbuatan-perbuatanNya dan perkataan-perkataanNya”[18].  
Sesungguhnya termasuk dari sunnah-sunnah Allah swt yang  berjalan diatasnya  peristiwa-peristiwa ialah apa yang  disebut dalam al Qur'an hari-hari Allah swt; dan sebagaimana sunnah-sunnah tersebut butuh akan siapa yang  mengeluarkannya dan memperkenalkannya (menjelaskannya); maka hari-hari Allah swt juga butuh akan siapa yang  mencermatinya dan memperingatkan manusia dengannya, dan ia berjalan atas orang shaleh atau fasik, atas orang mukmin atau kafir.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِئَايَاتِنَآ أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُم بِأَيَّامِ اللهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ.

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan menbawa ayat-ayat Kami, dan Kami perintahkan kepadanya):"Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah".Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (QS. 14:5)

Di sini ada suatu nilai yang  agung, yaitu bahwa hari-hari Allah swt ialah tafsir dari sunnah-sunnah Allah swt. Sunnah-sunnah tersebut bukanlah nilai-nilai yang  kosong atau sekedar pengandaian saja; bahkan ia adalah hukum dan penerapan, pelajaran dan saran, nasehat dan ibrah, akan tetapi di sini ada pula nilai yang  lebih agung yang  harus dicermati dan ditadaburi, yaitu bahwa ayyamullah (  أيام الله  ) yang  menjelaskan sunnah-sunnah Allah swt itu tidak hanya telah berlalu, akan tetapi ia sedang berjalan (terjadi) dan akan tetap seperti itu pada masa yang  akan datang, sebagaimana telah terjadi sesuai dengan sunnah-sunnah itu beberapa peristiwa pada masa lalu yang  ghaib dari kita, maka ia pun terjadi pada masa kini yang  melingkupi kita dan pada masa yang  akan datang yang  jauh dari kita.
Dan ini semua menguatkan tentang faidah yang  agung dari mencermati hukum Allah swt, karena ia adalah hukum Allah swt yang  tidak mungkin diselisihi dan tidak seorang pun mampu mendurhakainya. Jika pun para pelaku maksiat dapat menyelisihi hukum Allah swt yang  syar’i, maka sesungguhnya tak seorang pun dari makhluk Allah swt  yang dapat keluar –seujung jari pun- dari hukum-hukumNya yang qodari (taqdir), dan akan datang hari-hari Allah swt dengan apa yang  ada padanya berupa ujian-ujian atau anugerah-anugerah untuk membuktikan hal itu.
Alangkah butuhnya kita di masa-masa munculnya peristiwa-peristiwa besar untuk mengingatkan diri kita dan mengingatkan manusia tentang hari-hari Allah swt, dan untuk membuka bashirah kita dan bashirah manusia tetang sunnah-sunnah Allah swt yang  bersifat kauni qadari disertai dengan membimbing mereka kepada sunnah-sunnahNya yang  bersifat dien/syar’i. Peristiwa-peristiwa besar kadang-kadang membingungkan akal, membuat hati jadi linglung, membuat tergelincirnya kaki-kaki banyak orang dan membuat sesat/keliru pemahaman sebagian orang serta tidak ada yang  tsabat kecuali siapa-siapa yang  ditsabatkan oleh Allah swt.

يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَيُضِلُّ اللهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللهُ مَايَشَآءُ.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dala kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. 14:27)
Ayat tersebut mengisyaratkan beberapa hukum qadari dan sunnah-sunnah Ilahiyah; Ia memberi tahu bahwa Allah swt telah menentukan suatu taqdir bahwasanya tidak akan tsabit dihadapan fitnah-fitnah dunia dan akhirat kecuali siapa yang  diteguhkan oleh Allah swt. Dan  peneguhan dari Allah swt hanyalah untuk siapa yang  telah ditunjuki kepada kalimat laa ilaha illallah (  لا اله إلا الله   ) dengan makna yang  syamil yang  menuntut pengesaan Nya dalam mahabbah, khouf dan raja’. Maka barangsiapa mencintai Allah swt semata, mengharap ridha Allah swt semata dan tidak takut kecuali kepada Allah swt semata, maka ia adalah orang yang  tsabat dengan peneguhan dari Allah swt. Dan ayat tersebut juga memberi tahu bahwa tsabat (keteguhan) itu akan hilang dari orang yang  melalaikan hal tadi lalu menganiaya dirinya sendiri dengan mencintai selain Allah swt –dalam bentuk ta’abud (peribadatan) – atau menyalurkan raja’ atau khaufnya kepada selain Allah swt .
Sesungguhnya, ketika zaman semakin dekat (kiamat) maka pengaruh fitnah-fitnah terhadap manusia semakin aneh, ia berdatangan dan semakin banyak sehingga sebagiannya membuat halus (lemah) sebagian lainnya. Dan secara  beruntun ia menimpakan kebinasaan kepada kaum-kaum yang  mereka tidak pernah menyangka dan orang-orang tidak pernah menyangka bahwa mereka akan terkena fitnah ketika fitnah-fitnah itu datang, maka berkatalah seorang mukmin –seperti tersebut dalam hadits-, “Inilah kebinasaanku”, kemudian ia tersingkap dan datang lagi fitnah maka berkatalah seorang mukmin, “Inilah..inilah...[19]. Dan urusan itu senantiasa meningkat dan bertambah hingga kondisinya berubah dari sekedar perpindahan antara fitnah ke fitnah menjadi peralihan antara kufur dan iman. -na’uzubillah- seperti sabda Rasulallah saw:

يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، ويمسي مؤمنا ويصبح كافرا يبيع دينه يعرض من الدنيا.

“Seorang laki-laki di pagi hari dalam keadaan mukmin dan sore harinya ia kafir, dan di sore hari ia dalam keadaan mukmin sedangkan esokharinya ia kafir, ia jual diennya dengan satu imbalan duniawi.[20]

Maka sikap-sikap manusia pada zaman-zaman kesulitan akan sesuai dengan tambang-tambang mereka; maka tambang tambang yang  orisinal akan ditampakkan oleh api ujian, adapun yang  murah akan dibuang bersama kotoran (ampas).
Sesungguhnya setiap sikap dari sikap-sikap itu ada hukumnya yang  syar’i, dan di atas setiap sikap diniyah itu terbina hukum qadari kauni di dunia dan hukum jaza’i (pembalasan) di akherat –berupa pahala atau hukuman- yang  merupakan perpanjangan dari hukum-hukum kauni dan sunnah-sunnah Ilahiyah di dunia. Dan keduanya didasarkan di atas keta’atan atau kemaksiatan.
Kita di sini tidak akan berbicara tentang peristiwa-peristiwa terakhir yang  terjadi di Amerika atau yang  muncul setelahnya, yang  telah banyak dibicarakan  baik antara yang  pro dan kontra. Akan tetapi kita akan berbicara tentang pertarungan-pertarungan yang  akan terjadi dan peristiwa-peristiwa yang  akan memuncak secara bertahap yang  nampaknya akan datang secara beruntun dalam bentuk satu rantai dari perubahan-perubahan yang  tajam di dunia –wallahu ‘alam-; maka apakah yang  akan menghukumi itu semua?

Pertama: Sunnah-sunnah Allah swt dalam penyebab terjadinya perubahan

Gerakan perubahan di tingkat bangsa-bangsa, jama’ah dan afrod (individu-individu) tidak akan pernah berhenti; mungkin ke arah yang  lebih baik atau kearah yang  lebih buruk. Adapun yang  kearah lebih baik akan dihukumi oleh sunnah (ketetapan) yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. 13:11)

Tidaklah ada satu penduduk desa, rumah atau negeri yang  mereka dalam keadaan yang  dibenci Allah swt yaitu kemaksiatan, kemudian mereka beralih darinya kepada apa yang  Dia cintai yaitu keta’atan, kecuali Allah swt akan mengalihkan mereka dari apa yang  mereka tidak inginkan yaitu azab kepada apa yang  mereka cintai yaitu rahmat[21]. Adapun perubahan kearah yang lebih buruk, maka ia dihukumi oleh satu sunnah (ketetapan) yang berbunyi:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.  كَدَأْبِ ءَالِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَأَغْرَقْنَآ ءَالَ فِرْعَوْنَ وَكُلٌّ كَانُوا ظَالِمِينَ.

Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Pengetahui. (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Rabbnya maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang zhalim. (QS. 8:53-54)

Kedua: Sunnah Allah swt dalam penyebab kemulian atau kehinaan

‘Izzah (kemulian) itu adalah milik Allah swt dan kepada Allah swt seluruhnya. Dan Allah swt telah menulis dalam qadar (takdirNya) bahwa  ‘izzah itu untuk orang-orang yang  istiqomah di atas dienNya secara syar’i. Maka sesuai dengan kadar keistiqomahan mereka, seperti itu juga kemulian mereka.

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لاَيَعْلَمُونَ.

Padahal (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS. 63:8)

Dan Dia telah mengkhabarkan bahwa Dialah semata yang memuliakan dan menghinakan.

وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ.

Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. (QS. 3:26)
          Oleh karena itu maka barangsiapa yang mencari kemuliaan hendaklah mengharapkan dariNya semata.

مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فِلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا.

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah kemuliaan itu semuanya. (QS. 35:10)

          Adapun mereka yang  mencari kemuliaan dari sisi selain Allah swt, maka bagi mereka itu urusan yang lain dengan Allah swt.

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا. الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ للهِ جَمِيعًا. وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا.

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam, (QS. 4:138-140)

          Dan ini adalah kehinaan dunia dan akherat yang  telah Allah swt maklumkan kepada siapa saja yang  menentang dienNya dan memusuhi wali-waliNya.

إِنَّ الَّذِينَ يُحَآدُّونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ فِي اْلأَذَلِّينَ.

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina. (QS. 58:20)

Ketiga: Sunnah-sunnah Allah swt dalam penyebeb-penyebab keselamatan

Manusia akan mencari keselamatan jika datang perintah Allah swt yang  berisi hukuman atau ‘azab yang  pedih, baik berupa bencana dan mihnah (ujian) atau peperangan-peperangan dan fitnah-fitnah. Dan boleh jadi ‘azab yang  seperti itu menimpa secara merata di dunia, kemudian Allah swt menyelamatkan siapa yang  Dia kehendaki untuk selamat di akherat. Akan tetapi bertaqwa kepada Allah swt di saat-saat lapang akan menyelamatkan di saat kesulitan; menyelamatkan minimal dari fitnah, dan ia adalah keselamatan terbesar.

ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنجِ الْمُؤْمِنِينَ.

Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman. (QS. 10:103)
            Dan sungguh Allah swt telah menyelamatkan golongan - golongan dari kaum mu'minin dari para rasul dan pengikut-pengikut para rasul dari berbagai fitnah dan mihnah. Dia telah menyelamatkan Nuh u:

وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ.
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika ia berdo'a, dan Kami memperkenankan do'anya, lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar. (QS. 21:76)

Hud u:

وَلَمَّا جَآءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُودًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَنَجَّيْنَاهُم مِّنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ.

Dan tatkala datang 'azab Kami, Kami selamatkan Huud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami. (QS. 11:57-58)

Shaleh u:

فَلَمَّا جَآءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا.

Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami. (QS. 11:66)

Ibrahim u:

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلآ أَن قَالُوا اقْتُلُوهُ أَوْحَرِّقُوهُ فَأَنجَاهُ اللهُ مِنَ النَّارِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ.

Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api. (QS. 29:24)

Luth u:

وَإِنَّ لُوطًا لَّمِنَ الْمُرْسَلِينَ. إِذْ نَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ أَجْمَعِينَ.

Sesungguhnya Luth benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika Kami selamatkan dia dan keluarganya (pengikut-pengikutnya) semua. (QS. 37:133-134)

Yunus u:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْـجِي الْمُؤْمِنِينَ.

Maka Kami memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikanlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (QS. 21:88)

وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا.

Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (QS. 20:40)

Isa u:

وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ 
"Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (QS. 4:157)
بَل رَّفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا.

Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 4:158)

Muhammad r:

إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْأَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْهُمَا فِي الْغَارِ إِذْيَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَتَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:"Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita". Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 9:40)

Allah swt menyelamatkan rasul-rasul tersebut dan menyelamatkan para pengikutnya dari malapetaka dan musibah-musibah yang  menimpa kaum-kaum mereka; dan sungguh doa memohon keselamatan –setelah mewujudkan keimanan- adalah jalan keselamatan yang  terdekat, dan tidak ada yang  menyerupainya dalam pengaruhnya kecuali kekuatan dalam melaksanakan yang  hak disaat fitnah, dan keberanian dalam mengingkari kemunkaran meskipun banyak ujiannya.

فَلَمَّا نَسُوا مَاذُكِّرُوا بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بِئْسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ.

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS. 7:165)

Keempat: Sunnah-sunnah Allah swt dalam penyebab kebinasaan

Undang-undang dalam hal ini ialah sesungguhnya Allah swt tidak akan membinasakan suatu umat secara dholim dan tidak akan membinasakan suatu umat tanpa adanya seorang pemberi peringatan (Nabi) dan suatu peringatan.

ذَلِكَ أَن لَّمْ يَكُن رَّبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ.

Yang demikian itu adalah karena Rabbmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah. (QS. 6:131)

Maka pasti ada suatu penyimpangan yang  mengundang kebinasaan. Al Qur'an  telah mencantumkan tentang beberapa penyimpangan yang  akan mengundang kebinasaan yang  bisa jadi kebinasaan total sampai keakar-akarnya atau kebinasaan ta’dzib (sebagai azab) dan ujian, dan kadang-kadang azab itu ditimpakan kepada orang-orang yang  kafir, dan kadang-kadang azab itu diuji kepada sebagian kaum muslimin; karena sesungguhnya mereka tidaklah keluar dari sunnah-sunnah Ilahiyah apabila mereka menyia-nyiakan syari’at dien.
Dan diantara penyebab-penyebab kebinasaan yang  berjalan sesuai dengan sunnah Allah swt adalah :
  • Kedholiman dan melampaui batas;

وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِن قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَآءَتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ وَمَاكَانُوا لِيُؤْمِنُوا كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, padahal Rasul-Rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterang-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa. (QS. 10:13)

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ.

Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi, (QS. 22:45)

وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِم مَّوْعِدًا.

Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalin, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka. (QS. 18:59)

          Dan Al Quran telah mengkhabarkan bahwa kedzaliman dan melampaui batas merupakan sebab dibalik penghancuran umat-umat yang  besar dan kekuatan-kekuatan yang  kekar yang  memiliki bangunan (gedung) dan peradaban.

وَأَنَّهُ أَهْلَكَ عَادًا اْلأُولَى. وَثَمُودًا فَمَا أَبْقَى. وَقَوْمَ نُوحٍ مِّن قَبْلُ إِنَّهُمْ كَانُوا هُمْ أَظْلَمَ وَأَطْغَى. وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَى. فَغَشَّاهَا مَاغَشَّى.

"Dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum 'Aad yang pertama. Dan kaum Tsamud.Maka tidak seorangpun yang ditinggalkan-Nya (hidup). Dan kaum Nuh sebelum itu.Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka. Dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah. Lalu  Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpanya". (QS. 53:50-54)

  • Keangkuhan, sombong dan tidak bersyukur.

قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرَ جَمْعًا وَلاَيُسْئَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ.  فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآأُوتِىَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ.

Karun berkata:"Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya.Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:"Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". (QS. 28:78-79)

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ اْلأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللهِ وَمَاكَانَ مِنَ الْمُنتَصِرِينَ.

Maka Kami benamkan Karun beserta rumahnya ke dalam bumi.Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (QS. 28:81)

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَن مِّن بَعْدِهِمْ إِلاَّ قَلِيلاً وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ.

Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebagian kecil.Dan Kami adalah pewarisnya. (QS. 28:58)

  • Kekuasaan (jabarut) dan menindak dengan keras.

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُم بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلاَدِ هَلْ مِن مَّحِيصٍ.

Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri.Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan) (QS. 50:36)

فَأَهْلَكْنَآ أَشَدَّ مِنْهُم بَطْشًا وَمَضَى مَثَلُ اْلأَوَّلِينَ.

Maka telah Kami binasakan orang-orang yang lebih besar kekuatannya dari mereka itu (musyrikin Mekah) dan telah terdahulu (tersebut dalam al-Qur'an) perumpamaan umat-umat masa dahulu. (QS. 43:8)
  • Melampaui batas dalam kejahilan/kebodohan (safahah) dan sewenang-wenang dengan kemewahan dan kefasikan.

قَالُوا سَوَآءٌ عَلَيْنَآ أَوَعَظْتَ أَمْ لَمْ تَكُن مِّنَ الْوَاعِظِينَ. إِنْ هَذَآ إِلاَّخُلُقُ اْلأَوَّلِينَ. وَمَانَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ. فَكَذَّبُوهُ فَأَهْلَكْنَاهُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَةً وَمَاكَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ.

Mereka menjawab:"Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di azab". Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (QS. 26:136-139)

وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلاً لِّمِيقَاتِنَا فَلَمَّآ أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُم مِّن قَبْلُ وَإِيَّاىَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَآءُ مِنَّآ إِنْ هِيَ إِلاَّ فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَن تَشَآءُ وَتَهْدِي مَن تَشَآءُ أَنتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ.

Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata:"Ya Rabbku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami. Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (QS. 7:155)

وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا.

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS. 17:16)

  • Diam dari perkataan yang  hak dan meninggalkan islah.

فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُوا بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَآأُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ. وَمَاكَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ.

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. 11:116-117)

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. 8:25)
(Dan fitnah disini adalah mihnah (ujian-ujian) yang  menimpa orang yang  berbuat salah dan orang tidak berbuat salah jika ia –fitnah itu- tidak dihindarkan dan di tolak)[22].

  • Loyal (berwala’) kepada orang-orang yang  dzalim.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ اْلأَخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah, sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (QS. 60:13)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.  فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضُُ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةُُ فَعَسَى اللهُ أَن يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَآأَسَرُّوا فِي أَنفُسِهِمْ نَادِمِينَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-oang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan Nasrani), seraya berkata:"Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (QS. 5:52)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُوا للهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) (QS. 4:144)

  • Memusuhi orang-orang yang  beriman.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ.

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. 8:73)

Kelima: Sunnah Allah swt dalam penyebab kekalahan dan ketelantaran.
  • Berpecah-belah dan saling bertikai.

وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.

Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmt dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. 8:46)

  • Menta’ati musuh-musuh dan mengambil orang kepercayaan (orang terdekat) dari kalangan mereka.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّوا مَاعَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْلأَيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (QS. 3:118)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. (QS. 3:149)

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ. ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَانَزَّلَ اللهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ اْلأَمْرِ وَاللهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ.  فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ. ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَآأَسْخَطَ اللهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ .

Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi):"Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan",sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan pungggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. (QS. 47:25-28)

Keenam: Sunnah-sunnah Allah swt sebagai penyebab kemenangan dan peneguhan.
         
Terwujudnya kemenangan bagi ahlul islam (kaum muslimin) dikaitkan dengan terwujudnya iman dan pembelaan terhadap dien.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. 47:7)

إِن يَنصُرْكُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا الَّذِي يَنصُرْكُم مِّن بَعْدِهِ وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ.

Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu Karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakkal. (QS. 3:160)

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدَ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللهِ كَثِيرًا وَلَيَنصُرَنَّ اللهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ.

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Rabb kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. 22:39-40)

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ رُسُلاً إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَآءُوهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَانتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ.

Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)

Dan pembelaan terhadap dien mencakup kepatuhan terhadapnya, melaksanakannya, menyatukan shaf untuknya dan bersabar atasnya serta berjihad dijalannya.

Dan akhirnya: Hendaknya manusia tahu bahwa dien ini akan selalu ditolong, dan bahwa Allah swt telah menyiapkan untuknya sebuah kelompok (thoifah) yang  tidak ada satu zaman yang  kosong darinya sampai dengan akhir zaman, dan diantara sifat-sifat kelompok itu adalah:
  1. bahwa ia diatas al haq dan sunnah
  2. bahwa ia nampak/muncul diatas al haq dan mempermaklumkannya
  3. bahwa ia tertolong dengan al haq dan berperang diatasnya
  4. bahwa ia dikelilingi oleh orang-orang yang  mendukungnya dan yang menelantar-kannya
  5. bahwa ia dikepung/dikelilingi oleh para penentangnya
  6. bahwa ia tidak akan dibahayakan oleh penelantaran dan penentangan tersebut
  7. bahwa ia menghimpun berbagai macam kepingan-kepingan (unsur-unsur) dari umat
  8. bahwa Allah swt akan membangkitkan darinya para mujaddid (pembaru) untuk dien ini
  9. bahwa ia tidak terbatas di satu tempat; akan tetapi selalu berpindah-pindah sepanjang zaman di lebih dari satu tempat
  10. bahwa ia akan tetap ada sampai hari kiamat.


Rasulallah saw bersabda:

“Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang  melaksanakan perintah Allah swt, tidak akan dapat membahayakan mereka siapa yang  menelantarkan atau menentang mereka, sehingga datang perintah Allah swt –yakni hari kiamat- sementara mereka menang (nampak) diatas manusia”. (HR. Muslim, no.1037)
         
Sesungguhnya seluruh sunnah Ilahiyah tersebut dan yang  selainnya telah banyak terwujud dengan takdir-takdir, peristiwa-peristiwa, sejarah-sejarah, kejadian-kejadian yang  termasuk dari hari-hari Allah swt. Dan telah berlalu dengannya sunnah Allah swt pada orang-orang yang  datang belakangan. Dan sungguh Islam senantiasa mulia dan tinggi, dan akan tetap demikian sampai dengan yang  dikehendaki Allah swt. Maka hendaklah kita mengkaji hari-hari dan sunnah tersebut dan hendaklah kita mengingatkan manusia dengannya.

Kekhawatiran bukanlah atas Islam,
akan tetapi atas siapa yang  tertinggal dari kafilah Islam.

Dan Allah swt-lah pembimbing kepada jalan yang  lurus







[1] Al Qamus al muhith Il1470.
[2] Mukhtarus shihah h.185
[3] Lisanul 'Arab 12/409
[4]  At Ta'aariif, 498.
[5]  Tafsir ath Thobari, 13/140.
[6]  tafsir Abus Su'ud, 9/38
[7] tafsir ath Tsa'labi, 4/328
[8] HR. Abu Daud, kitabus Sunnah, bab filJahmiayah (5/94-96), dishohehkan Ibnul Qoyyim dalam Tahdzibus  Sunan, (7/95-117), di dhoifkan Al Albani, tahrij kitabus Sunnah Ibnu Abi 'Ashim, (1/252).
[9] 33 Sababan lil Khusyu', h.35-59.
[10] Tafsir al Qurthubi, 15/221.
[11] Ar Rohiqul Mahtum, 107. shahih Bukhori, 2/553, no.1071.
[12] majmu Fatawa, 21/282.
[13] Al Jawabul kaafi, h.46.
[14] qothfus Tsimar fi Bayaani aqidah ahlil atsar, 48.
[15] Kitabul Iman, 1/300.
[16] Kitabul Iman, 1/300.
[17] Hasyiyatur Roudh,2/207.
[18] Tafsir Ibnu Katsir, I/522.
[19]  (HR. Muslim, no.1844, Ahmad, II/47.
[20]  (HR. Muslim, no.118, Tirmidzi, no.2196.
[21]  Tafsir Ibnu Katsir, 2/554.
[22]  Tafsir Ibnu Katsir, 2/331.

0 komentar:

Posting Komentar