Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

Puasa Dan Kesehatan Lahir Bathin


Puasa Dan Kesehatan Lahir Bathin

- Hampir tak satu pun kewajiban ibadah dalam Islam yang luput dari hikmah maupun manfaat lahiriah, demikian halnya dengan puasa. Ibadah puasa tanpa diragukan lagi sangat bermanfaat ditinjau dari segala segi. Apalagi jika ditinjau dari segi kesehatan. Banyak para ahli kesehatan yang telah mencoba untuk mengungkap rahasia dibalik puasa ini, namun baru sedikit sekali rahasia yang dapat mereka ungkap.
Hal yang telah umum dikenal didunia kesehatan bahwa aktivitas puasa merupakan salah satu terapi bagi kesembuhan suatu penyakit, yang teryata telah dikenal beratus-ratus abad yang lampau. Bedanya, barangkali, orang terdahulu maupun sekarang yang tidak atau belum beriman-Islam, melakukan puasa tersebut bukan karena dilandasi kesadaran dan ketaatan kepada Alloh SWT tapi hanya sekadar ritual proses terapi yang harus dilalui. Dari sinilah kenapa para pandeta Nasrani selalu berpuasa. Menurut mereka, puasa merupakan obat mujarab dalam menyembuhkan penyakit. Bahkan, Plato maupun Socrates pun konon tak luput dari membiasakan diri berpuasa sepuluh hari dalam setiap bulannya. Alasanya, menurut mereka, sebagai ekspresi penyucian pikiran.
Untuk itulah paling tidak dengan hikmah dari sisi kesehatan saja, maka kesadaran dan keimanan kita untuk melaksanakan perintah Alloh SWT untuk menjalani puasa Ramadhan akan semakin kokoh dan kuat sehingga akan teguh menjalankan syariat-Nya. Karenanya kekhawatiran dari sebagian kaum muslimin, yang terkadang terlontar dalam bentuk pernyataan bahwa dengan puasa Ramadhan akan membuat tubuh lemah, tidak bergairah, kehilangan motivasi serta pemikiran negatif lainnya akan hilang dan tidak laku sebagai alasan pembenaran untuk tidak puasa. Karena memang itu semua tidak berdasar sama sekali. Maha benar Allah dengan firmanNya dalam QS 2:216: “....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. Subhaanallah! Itulah sebabnya mengapa Imam Syafii pernah mengatakan bahwa kullu fi'lillaah bil hikmah --setiap perbuatan Allah pasti mengandung hikmah.
Untuk lebih tegasnya dapat kita baca dari beberapa penelitian medis, sebagaimana diungkapkan oleh Muazzam dan Khaleque (Journal of Tropical Medicine 1959) dan juga oleh Chassain dan Hubert (journal of Physiology, 1968), yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadhan. Kadar gula darah memang menurun lebih rendah daripada biasanya pada saat-saat menjelang magrib, tetapi tidak sampai sama sekali membahayakan kesehatan. Begitu pula kadar asam lambung yang akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal.
Dengan demikian puasa Ramadhan kira-kira 14-17 jam (tergantung musim dan letak geografis) dari terbit fajar hingga terbenam matahari ternyata tidak berpengaruh terhadap kesehatan, yang justru lebih besar manfaatnya bagi kesehatan ketika kita berpuasa sebenarnya adalah justru niat dan kemauan untuk menahan nafsu. Sebagaimana arti dari puasa (shaum) itu sendiri, yakni menahan.
“Sesungguhnya bagi setiap amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang ia dapatkan apa yang ia niatkan....” (HR.Bukhari-Muslim)
Hal ini menjadi sesuatu yang logis dan dapat dibuktikan dengan ilmiah, karena sebagian besar penyakit yang diderita manusia sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri. Dari penyakit infeksi sampai ke penyakit jantung, penyakit akibat stres, bahkan beberapa jenis kanker erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat manusia.
Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun dinyatakan, sedang "panas hati" oleh sebab apa pun, atau sedang dilanda rasa tidak sabar, akan meningkat kadar hormon katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikkan tekanan darah. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan.
Niat dan kemauan menahan nafsu, rasa marah, rasa tidak sabar, atau rasa panas hati ketika sedang berpuasa, akan mencegah terjadinya peningkatan kadar hormon katekholamin dalam darah. Efek inilah yang sebenarnya lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan dalam pengertian yang positif, karena ia akan menghindarkan seseorang dari efek buruk akibat kadar hormon kelompok katekholamin yang meningkat secara berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati, dan tidak sabar.
Sabda rasulullah saw: "Bila salah seorang dari kalian berpusa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib, dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah "aku berpuasa"."
(HR Bukhari)
Para dokter sepakat bahwa puasa merupakan salah satu cara membersihkan tubuh dari lemak-lemak berpenyakit maupun dari makanan yang tidak bermanfaat di dalam tubuh. Tubuh, selain membutuhkan konsumsi makanan, juga perlu dibersihkan dari berbagai zat kimia yang akan merusak anggota tubuh itu sendiri. Saat berpuasa, tubuh mengalami detoksifikasi secara alami. 'Absen' nya makanan yang biasa masuk ke dalam perut, membuat organ-organ tubuh seperti hati dan limpa 'membersihkan diri'. Racun-racun yang dibuang pun 10 kali lebih banyak. Karena racun yang dikeluarkan lebih banyak dari biasanya, maka proses penuaan bisa di 'rem' untuk sementara. Itulah sebabnya bila kita melakukan puasa dengan benar, wajah kita tampak lebih berseri.
Di luar bulan Ramadhan pun, ahli kesehatan sekaliber Ibnu Sina (980-1037 M), seorang dokter Muslim kenamaan pada masa itu, menerapkan konsep ini dimana ia selalu mengharuskan setiap pasien yang datang kepadanya untuk berpuasa selama tiga minggu (tentunya diikuti dengan niat liLlahi ta’ala, karena Alloh semata). Bagi Ibnu Sina, puasa merupakan terapi efektif dan murah-meriah dalam menyembuhkan penyakit pasien-pasiennya. Bahkan di zaman modern sekarang ini, seorang dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin asal Amerika, Robert Partolo, menyepakati bahwa tradisi mengosongkan perut dan menahan hawa nafsu yang berasal dari ajaran Islam, ternyata setelah diterapkan kepada pasien-pasienya merupakan terapi mujarab dalam memberantas bakteri sifilis yang terkandung di dalam tubuh mereka. Dengan berpuasa, lanjutnya, bakteri tersebut akan digantikan dengan zat-zat yang menyehatkan. Begitu pula dokter lain, Bernard Mackpadan, yang juga pakar biologi berkebangsaan Amerika bahkan meyakini puasa merupakan cara jitu dalam memberantas setiap penyakit yang tidak bisa disembuhkan terapi yang lain.
Bagaimana halnya dengan ibu hamil dan menyusui, apakah diperbolehkan menjalani ibadah puasa?. Pada masa kahamilan dan menyusui, faktor psikis merupakan hal yang amat penting bagi kesehatan sang bayi atau janin yang sedang dikandung. Dengan berpuasa, berarti seseorang berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan kedekatan seseorang kepada Allah inilah yang akan memberikan ketenangan jiwa. Selain itu salah satu manfaat puasa jika ditinjau dari segi medis adalah dapat mencegah pertambahan berat badan yang berlebihan selama masa kehamilan.
Bagi yang mampu menjalankan puasa, hal itu baik sekali bagi mereka. Dengan selalu menjaga susunan gizi pada saat berbuka puasa dan sahur, maka kebutuhan bayi dan janin akan supply makanan dapat tetap terpenuhi dan terjaga.
Pada dasarnya ibu hamil atau yang sedang menyusui bisa saja berpuasa jika mereka sanggup. Artinya, mereka tidak merasakan lemas badan yang berlebihan. Tetapi jika tidak demikian keadaannya, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Karena Alloh SWT pun memberikan keringanan kepada hambanya yang merasa berat menjalani ibadah puasa. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa wanita hamil dan menyusui termasuk dalam kelompok orang-orang yang difirmankan Allah : "... Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin ..." (QS. 2:184)
Sedangkan bagi mereka yang mempunyai penyakit maag, jika masih ringan, biasanya ibadah puasa justru akan menyembuhkan karena pola makan menjadi teratur.
Pengaturan Gizi Seimbang di bulan Ramadhan
Untuk mengoptimalkan kita melalui bulan suci Ramadhan, agar bisa menjadi bulan yang spesial yang dipenuhi amaliah yang bersifat ubudiyah dan muamalah, maka kesehatan badan kita juga harus ditunjang dengan konsumsi makanan bergizi sesuai dengan kebutuhan tubuh, yakni yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, serta mineral dan vitamin yang berasal dari buah-buahan dan sayuran.
Makan sahur penting artinya bagi kesehatan tubuh. Dari sisi syari’ah pun makan sahur sangat dianjurkan. Rasulullah saw bersabda: "Makanan waktu sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur"
(HR Ahmad).
Walaupun dari hadits di atas disebutkan sahur dengan seteguk air, namun bukan berarti kita tidak perlu memperhatikan masalah gizi dalam makanan sahur kita. Makan sahur dengan makanan yang lengkap dan seimbang sangat diperlukan untuk menopang tubuh melakukan aktivitas sepanjang hari. Oleh karena itu bila saat sahur kita tidak mendapat cukup karbohidrat yang merupakan sumber energi, kita cepat merasa lemas dan tak berenergi di siang hari.
Bersegeralah berbuka puasa, karena pada saat itu tubuh memerlukan asupan sebagai pengganti kadar glukosa darah yang turun. Dalam hal ini rasulullah saw bersabda: "Manusia tetap berkondisi baik selama tidak menunda-nunda berbuka puasa" (HR Bukhari).
Akan tetapi tetap adab (etika) harus diperhatikan juga, dimana dari sisi kesehatan dianjurkan tidak langsung makan makanan yang banyak mengandung lemak dan manis-manis, seperti tape, uli, kolak, dan lain-lain. Sebab lemak dan karbohidrat tinggi tidak bagus untuk kesehatan. Jadi, sebagai pembuka makan sebaiknya mengkonsumsi salad, buah-buahan, atau minuman sirup. Begitu pula tidak terlalu banyak memakan makanan yang mengandung gula. Karena berdasarkan penelitian, dinyatakan bahwa kebutuhan ideal setiap orang terhadap gula itu sekitar 30 gram sehari, atau dua sendok makan gula.
Selain itu saat buka puasa, dianjurkan juga tidak cepat-cepat menyantap makan berat. Karena lambung yang telah mengecil karena tidak bertugas selama belasan jam, akan kaget ketika tiba-tiba diisi makanan dalam porsi besar, tentunya hal ini akan mengakibatkan perut terkejut dan mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencerna makanan tersebut. Sebaiknya setelah shalat Maghrib, barulah menyantap makanan yang berat (nasi, lauk-pauk hewani, nabati, dan sayur-sayuran). Sebaiknya Konsumsi minum air putih ditingkatkan sesudah shalat tarawih, dan diteruskan sesudah makan sahur. Minumlah sebanyak 15 gelas (kurang lebih 3 liter) atau minimal 10 gelas.
Selain itu perlu juga diketahui bahwa seseorang yang berpuasa tidak perlu menambah vitamin atau suplemen apabila dirasa makanan sudah cukup. Karena kelebihan Vitamin B atau C akan terbuang dalam urine.
Mary Liziawati*
Disampaikan pada acara “Tarhib Ramadhan” Pengajian IQRO Foudation Inc. 26 Sya’ban 1424 H - 22 Oktober 2003
*Penulis adalah Alumni FK-UI 1997, dan sekarang tinggal sementara waktu di Sydney Australia

0 komentar:

Posting Komentar