Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

HUKUM MELAKUKAN ‘AZL bagi kaum laki-laki DAN KB bagi kaum wanita MENURUT SYARI’AT ISLAM


HUKUM MELAKUKAN ‘AZL bagi kaum laki-laki DAN KB bagi kaum wanita MENURUT SYARI’AT ISLAM


@ Pengertian Azl
a.  Secara bahasa :
Ibnu Mandzur berkata :
A’zlu Asy-Syai’u عزل الشيء)) artinya, “Menyingkirkan sesuatu kesamping, maka ia menjadi tersingkir”.
Az’lu Anil Mar’ah (عزل عن المرأة), “Ia tidak menginginkan anak darinya”.
Dalam hadits disebutkan, bahwa seorang dari Anshor bertanya kepada Rosulullah  tentang Azl, yaitu : “Menyingkirkan air mani dari farji seorang wanita (istri), agar ia tidak hamil”.
Al-Azhary berkata : “Azl adalah seseorang menyingkirkan air maninya dari farji budaknya, agar ia tidak hamil”.[1]
b.  Secara Syar’I :
Ibnu Qudamah berkata : “Azl adalah seorang laki-laki mencabut kemaluannya dari farji istrinya, ketika telah dekat keluarnya mani (ejakulasi), kemudian ia mengeluarkan maninya di luar farji istrinya.[2]
Imam An-Nawawi berkata : “Azl adalah seorang laki-laki meyetubuhi istrinya, dan apabila air mani (telah dekat) untuk keluar (ejakulasi), maka ia mencabut kemaluannya dari farji istrinya, dan menumpahkan maninya di luar rahim.[3]

@ Diantara Hadits-Hadits Yang Menerangkan Tentang Azl

عن جابر قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : إن لي جارية هي خادمتنا وسانيتنا، أطوف عليها وأنا أكره أن تحمل ؟ قال : [ اعزل عنها إن شئت، فإنها سيأتيها ما قدرلها ] فلبث الرجل، فقال : إن الجارية قد حبلت، فقال : [ قد أخبرتك أنه سيأتيها ما قدر لها]

Dari Jabir ia berkata : “Telah datang seorang laki-laki kepada Rosulullah  lalu ia berlata : “Sesungguhnya saya memiliki seorang budak, dimana ia adalah pembantu dan pekerja kami, saya menggaulinya dan saya tidak ingin bila ia hamil ? maka Rosulullah  bersabda : “Bila kamu mau lakukanlah Azl terhadapnya, karena akan datang kepadanya apa-apa yang telah ditakdirkan baginya”. Lalu laki-laki itu diam, kemudian ia berkata : “Sesungguhnya budak tersebut telah hamil”, maka Rosulullah  bersabda “Telah aku kabarkan kepadamu, bahwa akan datang kepadanya apa-apa yang telah ditaqdirkan baginya”.[4]

عن أبي محيريز أنه قال : دخلت المسجد، فرأيت أبا سعيد الخدري، فجلست إليه فسألته عن العزل، قال : أبو سعيد : خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في غزوة بني المصطلق، فأصبنا سبيا من سبي العرب، فاشتهينا النساء واشتدت علينا العزبة وأحببنا العزل، فقلنا : نعزل ورسول الله صلى الله عليه وسلم بين أظهرنا قبل أن نسأله، فسألناه عن ذلك، فقال : [ ما عليكم أن لا تفعلوا، ما من نسمة كا ئنة إلى يوم القيامة إلا وهي كائنة]     
Dari Abu Muhairiz ia berkata : “Aku masuk kedalam masjid, maka aku mendapatkan Abu Said Al-Khudry didalamnya, lalu aku duduk mendekat kepadanya, maka aku tanyakan kepadanya tentang Azl, maka ia berkata : “Kami telah keluar bersama Rosulullah  dalam peperangan Bani Mustholiq, dan kami menawan tawanan dari tawanan-tawanan arab. Lalu kami mengiginkan wanita, karena kami jauh dari istri-istri kami. Sedangkan kami suka melakukan Azl, dan kami ingin melakukannya. Maka kami berkata : “Kami melakukan Azl sedangkan Rosulullah  berada ditengah-tengah kami, sebelum kami bertanya kepadanya tentang hal itu (hukum Azl). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah  tentang Azl, maka ia bersabda : “Mengapa kalian tidak melakukannya, karena tidak ada satu jiwa pun yang telah ditaqdirkan hingga hari kiamat, pasti ia akan terjadi”. [5]

روي عن عبد الرحمن بن حرملة، عن ابن مسعود : كان نبي الله صلى الله عليه وسلم  يكره عشر خصال : الصفرة يعني الخلوق وتغيير الشيب وجر الإزار والتختم بالذهب والتبرج بالزينة لغير محلها والضرب بالكعاب والرقى إلا بالمعوذات وعقد التمائم وعزل الماء عن محله وفساد الصبي غير محرمه
Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Harmalah, dari Ibnu Mas’ud, adalah Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membenci sepuluh hal, yaitu : Ash-Shufroh yaitu Al-Kholuq, merubah uban, menjulurkan kain, bercincin dengan emas, bertabarruj dengan perhiasan tidak pada tempatnya, menghentakkan kaki, meruqyah kecuali dengan ayat-ayat mu’awwidzat, menggantungkan tamimah (zimat), melakukan Azl, dan merusak anak kecil, dan itu tidak diharamkan.[6]

عن عائشة، عن جذامة بنت وهب أخت عكاشة قالت : حضرت رسول الله صلى الله عليه وسلم في أناس وهو يقول : [ لقد هممت أن أنهى عن الغيلة، فنظرت في الروم وفارس، فإذا هم يغيلون أولادهم فلا يضرهم ذلك شيئا] ثم سألوه عن العزل ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : [ ذلك الوأد الخفي] زاد عبيد الله في حديثه عن المقرئ وهي : [ وإذا الموؤودة سئلت]
Dari Aisyah, dari Judzamah binti Wahb, saudari perempuan ‘Ukasyah ia berkata : “Aku mendapatkan Rosulullah  berada ditengah-tengah manusia, ketika itu ia sedang bersabda : “Sungguh aku berkeinginan untuk melarang perbuatan ghiilah, namun tatkala aku melihat orang-orang Romawi dan Persia melakukan ghiilah terhadap anak-anak mereka, ternyata hal itu tidaklah membahayakan sedikitpun terhadap anak-anak mereka”.
Lalu mereka bertanya tentang Azl, maka Rosulullah  bersabda : “Ia adalah pembunuhan tersembunyi”.
Ubaidullah menambahkan dalam haditsnya, dari Muqri, yaitu : “Dan apabila diperiksa (ditanya) anak-anak perempuan yang ditanam hidup-hidup”.[7]

عن جابر قال : قلنا : يا رسول الله صلى الله عليه وسلم إنا كنا نعزل، فزعمت اليهود أنه الموؤودة الصغرى، فقال : [ كذبت اليهود، إن الله إذا أراد أن يخلقه لم يمنعه ]
Dari Jabir ia berkata : “Kami berkata, wahai Rosulullah  sesungguhnya kami melakukan Azl, maka orang-orang Yahudi berkata : bahwa ia adalah pembunuhan tersembunyi, maka Rosulullah  bersabda : “Telah berdusta orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah bila menginginkan untuk menciptakannya, maka tidak yang menghalanginya.[8]

@ Pendapat Para Ulama’ Tentang Hukum Azl

Imam Al-Baghawi berkata : “Para Ahlul Ilmi berbeda pendapat tentang makruhnya hukum Azl, dimana dibolehkannya seseorang melakukan Azl oleh lebih dari seorang Shahabat maupun para Tabi’in. Jabir bin Abdullah berkata : “Kami melakukan Azl, padahal ayat Al-Qur’an masih turun”. Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, bahwa Jabir berkata : “Andaikan Azl itu dilarang, tentulah ada ayat Al-Qur’an yang turun untuk melarangnya”. Begitu pula Zaid bin Tsabit membolehkan seseorang melakukan Azl. Dan diriwayatkan dari Abu Ayyub, Saad bin Abi Waqqas, dan Ibnu Abbas bahwa mereka melakukan Azl.
Namun sabahagian Shahabat dan Tabi’in, membenci perbuatan Azl tersebut, dimana telah diriwayatkan bahwasanya Rosulullah  pernah ditanya tentang Azl, maka beliau bersabda :
ذلك الوأد الخفي
Artinya : “Ia adalah pembunuhan tersembunyi”. [9]
Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya beliau tidak pernah melakukan Azl. Imam Malik berkata : “Tidak boleh melakukan Azl terhadap wanita (istri) yang merdeka, kecuali seizin darinya, dan tidak boleh melakukan Azl terhadap seorang istri yang masih budak, kecuali seizin dari keluarganya, dan dibolehkan melakukan Azl terhadap seorang budak tanpa seizin darinya”. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata : “Wanita (istri) yang merdeka dimintai izin, ketika ingin melakukan Azl terhadapnya, dan tidak minta izin apabila terhadap budaknya.[10]
Imam An-Nawawi menyebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Said Al-Khudry, ia berkata :

ذكر العزل عند النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : [ وماذا بكم ؟ ] قالوا : الرجل تكون له المرأة ترضع فيصيب منها ويكره أن تحمل منه، والرجل تكون له الأمة فيصيب منها ويكره أن تحمل منه، قال صلى الله عليه وسلم : [ فلا عليكم أن لا تفعلوا ذاكم، فإن هو القدر ]
Artinya : “Azl disebut-sebut disisi Rosulullah   maka belia bersabda : “Apa yang terjadi dengan kalian ? “. Maka para Shahabat menjawab : Ada seorang laki-laki memiliki istri yang sedang menyusui,lalu ia menyetubuhinya, dan ia tidak ingin istrinya hamil dari persetubuhan tersebut, dan seorang laki-laki yang memiliki budak wanita, lalu ia menyetubuhinya, dan ia tidak menginginkan budak wanitanya hamil dari persetubuhan tersebut, maka Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Tidak apa-apa kalian untuk melakukannya, karena ia adalah merupakan urusan taqdir”.[11]

Lalu Imam An-Nawawi berkata: “Dalam hadits ini menunjukkan bahwa sebab dilakukannya Azl itu ada dua, yaitu :
  1. Tidak menginginkan lahirnya seorang anak dari seoarang budak wanita, karena ingin menjaga harga diri, maupun karena khawatir (tidak lakunya) budak wanita tersebut bila dijual, apa bila telah menjadi seorang ibu.
  2. Tidak menginginkan lahirnya seorang anak dari istri yang sedang hamil, karena membahayakan anak yang disusui.[12]
Maka jika maksud dari melakukan Azl tersebut adalah karena takut lahirnya seorang anak, maka hal itu tidak ada manfaatnya, karena bila Allah telah mentaqdirkan penciptaan anak tersebut, maka sekali-kali Azl tersebut tidak akan mampu menghalanginya. Bisa jadi air mani tersebut telah masuk tanfa disadari oleh orang yang melakukan Azl tersebut, lalu ia menjadi segumpal darah, kemudian ia menjadi seorang anak, dan tidak ada yang bisa menolak apa-apa yang telah ditaqdirkan oleh Allah.
Dan dikatakan juga, bahwa sebab dilakukannya Azl adalah takut akan banyaknya anggota keluarga, sedangkan ia adalah seorang yang miskin. Dan ia membenci kemiskinan tersebut dan agar anak tidak menghalanginya dalam menghasilkan rezeki, maka hal itu tidaklah mempengaruhi taqdir sedikitpun.[13]
Ibnu Abdill Barr berkata: “Tidak ada khilaf dikalangan Ulama’ bahwa sanya tidaklah Azl dilakukan terhadap istri yang merdeka melainkan seizin darinya, karena jima’ adalah haknya dan baginya apa yang dihasilkan dari jima’ tersebut”. Namun dikalangan Syafi’iyyah terjadi perbadaan yang sangan masyhur. Al-Ghozali berkata: “Dibolehkannya Azl”, dan yang lainnya berkata : “Jika istri tidak menginginkannya, maka hal itu (Azl) tidak boleh dilakukan, adapun bila ia ridho, maka ada dua pendapat, dan pendapat yang rojih adalah yang membolehkannya.[14]
Kesimpulannya, Imam An-Nawawi berkata: “Melakukan Azl diluar farj ketika bersetubuh adalah makruh, berdasarkan hadits yang bersumber dari Judzamah binti Wahb : “itu adalah pembunuhan tersembunyi”. Adapun melakukan Azl terhadap budak wanita tidaklah diharamkan, dan dibolehkan tanfa seizin darinya, karena jima’ adalah hak baginya (bagi seorang tuan yang memiliki budak tersebut) namun bukan hak budak wanita tersebut, dan karena dalam Azl tersebut (sarana) yang menyebabkan ia tetap menjadi budak, sehingga ia tidak menjadi merdeka. Adapun terhadap istri (dari budak) yang tekah merdeka, maka tidak boleh melakukan Azl terhadapnya, kecuali seizin darinya, adapun bila ia tidak mengizinkannya maka ada dua pendapat:
1.     Tidak haram, karena hak istri adalah jima’ bukan inzal (yaitu masuknya air mani kedalam farji istri)
2.    Haram, karena hal itu memutuskan keturunan.
Ibnu Qudamah berkata: “Adapun ‘Azl maka hukumnya adalah makruh, maksudnya yaitu seseorang mencabut kemaluannya dari farji istrinya ketika telah dekat keluar air mani, lalu ia mengeluarkannya diluar farji istrinya.[15]
Adapun tentang hadits yang bersumber dari Jabir, yang berbunyi :

يا رسول الله صلى الله عليه وسلم إنا كنا نعزل، فزعمت اليهود أنه الموؤودة الصغرى، فقال : [ كذبت اليهود، إن الله إذا أراد أن يخلقه لم يمنعه ]
Artinya : “Wahai Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sesungguhnya kami melakukan Azl, lalu orang-orang Yahudi mengecam bahwa hal itu adalah termasuk pembunuhan kecil, maka Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Telah berdusta orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah bila hendak menciptakannya (anak tersebut), maka tidak ada satu pun yang bisa menghalanginya”.
          Dan hadits yang bersumber dari Judzamah binti Wahb yang berbunyi :

 ثم سألوه عن العزل ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : [ ذلك الوأد الخفي] زاد عبيد الله في حديثه عن المقرئ وهي : [ وإذا الموؤودة سئلت]
Artinya : “Lalu para Shahabat bertanya tentang Azl, maka Rosulullah  bersabda : “Ia adalah pembunuhan tersembunyi”, yaitu :  “Dan ketika ditanya anak-anak perempuan yang ditanam hidup-hidup”.
Dimana dua hadits ini secara dzohir, sepertinya bertentangan dalam maknanya, maka Abul Ula Muhammad bin Abdurrohman Al-Mubarokfury didalam “Tuhfatul Ahwadzi” berkata: “Para Ulama berbeda pendapat dalam menggabungkan dua hadits tersebut, ada sebagian Ulama’ yang menggabungkan (menjama’) dua hadits ini, kemudian berkata: “Bahwa hadits yang bersumber dari Judzamah binti Wahb menunjukkan kepada makruh (tanzih), ini adalah jalan yang ditempuh oleh; Al-Baihaqi. Diantara mereka, ada pula yang mendho’ifkan hadits yang bersumber dari Judzamah tersebut, karena bertentangan dengan riwayat yang lebih banyak jalannya (yaitu hadits yang menunjukkan bolehnya Azl). Diantara mereka, ada pula yang mengatakan bahwa hadits Judzamah adalah mansukh (telah dihapus hukumnya). Ada pula yang mengatakan bahwa hadits yang bersumber dari Judzamah telah tetap keshohihannya, dan mereka mendho’ifkan hadits yang bertentangan (menyelisihi) dengannya, dari segi isnad dan termasuk dalam katagori hadits Idhtirob. Ibnu Hazm merojihkan amal (penetapan) terhadap hadits Judzamah, karena hadits-hadits selainnya menunjukkan bahwa Azl diperbolehkan, sedangkan hadits Judzamah menunjukkan larangan melakukan Azl, maka barang siapa yang membolehkannya setelah dilarang, hendaklah ia mendatangkan bayan (hujjah). Kemudian datang sesudahnya penjelasan yang menyebutkan bahwa hadits Judzamah tidaklah menunjukkan larangan yang shorih (jelas), karena tidaklah lazim (selayaknya) penamaan Rosulullah terhadap perbuatan Azl dengan pembunuhan tersembunyi karena ia menyerupai terhadap anak-anak perempuan yang di tanam hidup-hidup, sebagai bentuk keharaman.
Imam Ibnul Qoyyim menjama’ (menggabungkan) dua hadits ini, kemudian ia berkata : “Adapun yang didustakan oleh Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah dakwaan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Azl teresebut menyebabkan istri tidaklah hamil (maka ia seperti pembunuhan kecil), maka Rosulullah mendustakan mereka dan mengabarkan bahwasanya  tidak ada satu pun yang bisa menghalangi kehamilan, bila Allah telah menghendaki penciptaannya, dan bila Allah tidak menghendakinya, maka tidaklah ia menjadi pembunuhan yang hakiki (nyata) sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Arab Quraisy terhadap anak-anak perempuan mereka, akan tetapi ia termasuk pembunuhan tersembunyi sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Judzamah. Karena bila seseorang melakukan Azl, karena takut terjadinya kehamilan, maka didalamnya terdapat tujuan (niat) untuk membunuh, akan tetapi perbedaan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Arab Qurays adalah bahwa pembunuhan yang mereka lakukan adalah jelas, berkumpul didalamnya antara niat (tujuan) dan perbuatan, sedangkan Azl hanya menyangkut dalam masalah niat (tujuan) saja, maka oleh sebab itulah dinamakan dengan pembunuhan tersembunyi. Inilah hasil dari penggabungan (jama’) dua hadits tersebut yang paling kuat, dan disebutkan pula didalam kitab An-Nail. Wallahu A’lam Bishshowab.[16]

@ Di antara Fatwa Ulama’ KONTEMPORER Seputar Hukum KB hari ini
1.         Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Bazz.
Pertanyaan : Apa hukum KB ?
Jawab : Ini adalah permasalahan yang muncul sekarang, dan banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini. Permasalahan ini tekah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama’ (Lembaga Riset Ulama’ di Saudi) didalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan. Karena Allah Ta'ala Subhanahu Wa Ta’ala mensyari’atkan untuk hambaNya sebab-sebab untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah umat.
Rosulullah   bersabda :

تزوجوا الولود الودود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة. وفي رواية : الأنبياء يوم القيامة

Artinya : “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi pen yayang , karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)[17]
Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah Ta'ala, berjihad di jalanNya, melindungi kaum muslimin dengan izin Allah Ta'ala, dan Allah Ta'ala akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :
1.     Sang istri tertimpa penyakit didalam rahimnya atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.
2.    Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.
Adapun jika penggunaanya dengan maksud dalam berkarir atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal ini tidak boleh.[18]
         
2.  Fatwa Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani.
          Beliau berkata secara ringkas didalam “Adabul Zifaf” ketika membahas masalah Azl. Yang lebih utama adalah meniggalkan Azl, hal itu karena beberapa hal :
a.  Menimbulkan madharat pada diri wanita, yaitu berupa hilangnya nikmat dalam persetubuhan.
b. Menghilangkan sebagian tujuan-tujuan pernikahan, yaitu memperbanyak keturunan umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan hal ini diisyaratkan oleh Nabi  dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry :
ذكر العزل عند النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : [ ولمايفعل ذلك أحدكم ؟ ولم يقل : فلا يفعل ذلك أحدكم ، فإنه ليست نفس مخلوقة إلا الله خالقها].
Artinya: “Azl disebut-sebut dekat Rosulullah Shallallahu 'alaihi wasallam maka beliau bersabda: “Mengapa salah satu kalian melakukan itu ? Dan beliau tidak bersabda : “Janganlah salah seorang diantara kalian melakukannya”. Karena sesungguhnya tidak ada satu jiwapun yang hendak Allah Ta'ala ciptakan, kecuali Dia akan menciptakannya”. (HR.Bukhari dan Muslim).

0 komentar:

Posting Komentar