Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Selasa, 13 Desember 2011

Al Qasim bin Muhammad


Beliau adalah cucu kholifah pertama, Abû Bakar Ash-Shidiq ‘Abdullah ibnu Abî Quhafah. Beliau adalah seorang imam besar, hafizh, hujjah dan menjadi rujukan para ulama’. Seorang ‘alim yang disegani di masanya. Hidup satu masa dengan Salim bin Abdulloh bin Umar, Ikrimah, dan ulama’-ulama’ terkemuka  lainnya.                                                   
Biasa dipanggil dengan sebutan Abu Muhammad dan juga Abu Abdirrohman al-Quraisy at-Taimy al-Bakry al-Madany.
Adalah al-Qasim bin Muhammad termasuk dari tabi'in terbaik, Seorang yang tsiqqoh, 'alim, faqiih, imam yang banyak haditsnya, wara' termasuk orang paling utama dizamannya. Ayahnya (Muhammad bin Abi Bakar) terbunuh setelah masa khalifah Utsman, dan jadilah al-Qasim yang yatim hidup dibawah pengawasan 'Aisyah.
Al-Qasim bin Muhammad adalah salah satu dari fukoha yang masyhur, ia memiliki riwayat yang banyak, baik dari para sahabat atau pun selain mereka. Termasuk penduduk madinah yang paling afdhol.

Kelahiran masa kanak-kanak :
Qôsim dilahirkan pada masa pemerintahan imam ‘Aly t. Pendidikan yang didapat sewaktu kecil dari ayah dan kakeknya tidaklah sempurna bahkan terputus-putus, justru al-Qasim kecil, banyak mendapatkan ilmu dari bibinya (Ummul Mukminîn ‘Aisyah r.a.) tak heran jika pada akhirnya, saat dewasa ia lebih banyak meriwayatkan hadits terutama dari bibinya.
Di usia kanak-kanak, Al-Qasim sudah menjadi yatim, disaat ia masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Sang ayah (Muhammad bin Abu Bakar) tewas terbunuh sewaktu di Mesir. Semenjak itulah, Al-Qosim tinggal dibawah pengawasan dan didikan bibinya 'Aisyah radhiyallohu 'anha. Ia memanfaatkan kesempatan emas ini untuk menggali lebih banyak ilmu darinya. Karena bibinya adalah salah satu isteri Nabi yang utama, mengetahui secara langsung syari'at yang diturunkan dan kepribadian Nabi itu sendiri.
Dikisahkan oleh Abu al-Qasim Zamakhsyari dalam kitab Rabi'ul Abroor : "Bahwa para sahabat tatkala tiba di madinah sepulang dari berjihad melawan pasukan Persi, dengan membawa sejumlah tawanan. Itu terjadi pada masa Umar bin Khottob menjabat khalifah. Diantara para tawanan  tersebut terdapat 3 puteri Yazdajird (raja terakhir dinasti Sasaniyah). Satu dari tiga puteri tersebut mereka berikan pada Abdulloh bin Umar, satu lagi kepada al-Husain bin Ali, dan yang terakhir diberikan kepada Muhammad bin Abi Bakar. Maka Abdulloh bin Umar dianugerahkan darinya anak lelaki bernama Salim, Al-Husain dianugerahkan darinya anak lelaki bernama Zainal Abidin, dan Muhammad bin Abi Bakar dianugerahi anak bernama Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Mereka bertiga masih satu keturunan dari jalur saudari ibunya. Ibu-ibu mereka adalah puteri dari raja persi yang tadi telah disebutkan".
Ibu beliau, adalah seorang wanita "ummu walad" (subur) yang bernama Saudah.

Kepribadian :
Khalid bin Ilyas mengisahkan, suatu ketika Saya melihat al-Qasim mengenakan jubah yang ditenun, pakaian yang ditenun, serta serban yang ditenun pula."
          Kholid bin Abi Bakar berkata : "Saya melihat al-Qaim mengenakan serban berwarna putih, dan menguraikan rambutnya."
Dikatakan bahwa beliau mencelup rambut dan jenggotnya dengan inai, meniru kakeknya Abu Bakar.
          Saat ditanyakan padanya : "Apakah Abu Bakar mencelup dengan inai ? ia menjawab : " "Benar !".

Guru beliau:
Diantara guru-guru beliau yang masyhur adalah; Bapaknya sendiri, Bibinya ('Aisyah), Ibnu ‘Abbâs, Fatimah binti Qois, Ibnu ‘Umar, Asma’ binti Umais (nenek beliau), Abû Huroirah, ‘Abdullôh bin ‘Amru, Mu’awiyah, Rifa' bin Khudaij dan yang lainnya.

Murid beliau:
Murid-murid yang pernah belajar kepada beliau di antaranya adalahy; Asy-Sya’bî, Nafi’ Al-Amrî, Salim ibnu ‘Abdillah, Az-Zuhrî, Ibnu Abî Malîkah, Malik bin Dinar, Handzolah bin Abi Sufyan Yahya dan Sa'ad bin Sa'id al-Anshori dan masih banyak lagi para ulama’ yang menimba ilmu darinya.

Sepak Terjang
Pernah suatu ketika salah satu dari pemimpin Madinah mendatangi al-Qasim, kemudian ia menanyakan sesuatu padanya. Kemudian beliau memberinya petuah yang berbunyi : "Sesungguhnya termasuk dari pemuliaan seseorang terhadap dirinya sendiri adalah, hendaknya ia tidak berbicara, kecuali membicarakan sesuatu yang ia kuasai tentangnya".
Humaid bin At-Thowiil dari Sulaiman bin Qottah, yang berkata : "Ubaidulloh At-Taimy mengutusku kepada Al-Qasim dengan 500 dinar, dan Al-Qasim menolak untuk menerima."
Dikisahkan, bahwa Amirul Mu'minin ‘Umar bin Abdul ‘Aziz bila mendapati problem dalam suatu perkara ia tidak akan menanyakannya kecuali kepada  Al-Qôsim ibnu Muhammad.
Pada suatu hari Ibnu Abi Atiq memanggil Al-Qasim dengan panggilan: "Wahai putera pembunuh Utsman !", Sa'id bin Musayyab yang mendengarnya berkata kepada Ibnu Atiq : Apa yang kamu katakan ? sungguh demi Alloh Al-Qasim adalah orang paling baik diantara kalian, dan ayahnya pula adalah yang terbaik diantara kalian. Jadi dia adalah orang terbaik putera dari yang terbaik".
Ketika Ibnu Sirîn telah tua dan berhalangan untuk berhaji, maka ia memerintahkan kepada orang-orang yang berhaji untuk mengikuti tata cara Al-Qôsim. Maka manusia mencontoh Al-Qôsim semua.
Al-Qasim dan Salim bin Abdulloh keduanya sama-sama mengutuk golongan Qodariyyah, yang menyatakan bahwa semua yang dilakukan manusia tidak ada kaitannya dengan takdir Alloh.
         
Keilmuan Al-Qasim :
Ada 7 orang dari penduduk Madinah yang terkemuka dan diakui pendapat-pendapatnya. Jika para penduduk Madinah berselisih pendapat mereka merujuk kepada 7 pemuka itu. Mereka adalah : Sa'id bin al-Musayyab, 'Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin Abdirrohman, Al-Qasim bin Muhammad, 'Ubaidulloh bin Abdulloh, Khorijah bin Zaid bin Tsabit, dan Sulaiman bin Yasar.
Al-Qôsim memiliki 200 hadits. Dalam meriwayatkannya ia selalu meriwayatkan hadits persis seperti redaksi. Begitu pula dengan rekan-rekannya sesama ulama, macam Ibnu Sirin, dan Roja' bin Haiwah. Sedangkan ulama yang lain seperti Al-Hasan, Ibrôhîm dan Asy-Sya’bî, mereka meriwayatkan dengan kandungan maknanya saja. Orang yang paling paham dengan hadits ‘Aisyah ada tiga orang; Al-Qôsim, ‘Urwah dan ‘Amroh.”
Ia juga amat ahli dalam bidang Sunnah karena tidaklah seorang lelaki itu dianggap sebagai laki-laki sampai ia paham dengan Sunnah. Dan itu diakui oleh Abu Zinad, salah satu ulama pada zamannya.
Abî Zinad mengatakan: “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang paham dengan Sunnah selain Al-Qôsim ibnu Muhammad, dan tidaklah seseorang itu dianggap sebagai laki-laki sehingga ia paham dengan Sunnah. Dan aku juga tidak pernah melihat seseorang yang lebih berakal selain Al-Qôsim.”

Ketawaddhu'an Al-Qasim
Disaat beliau ditanya dan tidak mengetahui ilmunya ia berkata: "Sesungguhnya kalian bertanya pada kami berkenaan tentang apa yang kami tidak ketahui, demi Alloh sekiranya kami mengetahuinya, pasti kami tidak akan menyembunyikan. Dan kami tidaklah meminta dihalalkan kitman (menyembunyiakn ilmu) tentang hal tersebut. 
Al-Qôsim tidak pernah menjawab suatu pertanyaan melainkan ia telah mengetahui ilmunya.
Yahya bin Sa'id pernah mendengar al-Qasim mengatakan :
لأنْ يَعِيْشَ الرَّجُلُ جَاهِلاً بَعْدَ أَنْ يَعْرِفَ حَقَّ الله عَلَيْهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَقُوْلَ مَالاَ يَعْلَم
"Hidupnya seorang lelaki yang bodoh setelah ia mengetahui hak-hak Alloh atasnya, itu lebih baik baginya daripada mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui".
Seseorang bertanya pada al-Qasim tentang suatu masalah. Maka tatkala orang itu berdiri, hendaak pergi, al-Qasim menahannya seraya berkata : "Janganlah kamu pergi dari tempat ini lalu mengatakan pada orang-orang : sesungguhnya al-Qasim telah mengatakan : Inilah pendapat yang benar!. Sesungguhnya saya tidak mengatakan padamu inilah yang paling benar. Namun, jika kamu memaksakan beramal kepadanya, maka amalkanlah!"
Suatu saat Al-Qôsim ibnu Muhammad tengah mengerjakan sholat, setelah selesai  datanglah seorang arab badui dan bertanya kepadanya: “Siapakah yang lebih pandai, Sâlim atau engkau?”, Al-Qôsim benci dengan pertanyaan ini, maka ia menjawab: “Maha suci Allah, setiap manusia akan mengabarkan kepadamu dengan apa yang mereka ketahui.” Orang badui itu tidak puas dan bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian berdua yang paling pandai?”, ia menjawab: “Maha suci Allah.” Orang badui itu tidak putus asa dan selalu mengulangi pertanyaannya yang sama. Kemudian Al-Qôsim berkata: “Itu Sâlim, tanyakanlah kepadanya.”
Al-Qôsim tidak suka dan membenci mengatakan: “Aku lebih pintar dari Sâlim,” ucapan itu merupakan salah satu bentuk kehati-hatian beliau dari riya’. Dan ia juga tidak suka mengatakan: “Sâlim itu lebih pandai dari saya,” karena itu berarti suatu kedustaan. Karena memang Al-Qôsim-lah yang lebih pandai antara keduanya.

Wafatnya beliau:
Memasuki  masa-masa tua penglihatan beliau menghilang,  saat itu menginjak usia 70 atau 72 tahun.
Di akhir tahun 106 atau awal tahun 107 hijriyah, wafatlah fuqoha' besar ini di salah satu kota beranama "Qudaid". Sebelum meninggal ia pernah berkata : " Kafanilah aku dengan baju yang aku pakai untuk sholat dengan kemeja dan selendangku, beginilah Abû Bakar dikafani."
Tak lupa ia mewasiatkan agar diatas kuburnya tidak dibangun sesuatu.


Maraji’:
è Siyarul ‘A’lam An-Nubala’: 5/53-60
è Al-Bidayah wan Nihayah : 3/40, 9/278
è Thobaqot Ibnu Sa'ad :
è Mukhtashor Tarikh Damsyiq : 6/32
è Tarikh at-Turots al-'Aroby : 1/72

0 komentar:

Posting Komentar