
MASYRU'IYAH SUJUD SAHWI
1. حدّثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك بن أنس عن شهاب عن عبد الرحمن الأرج عن عبد الله بن بحينة z أنه قال: صلى لنا رسول الله n ركعتين من بعض الصلوات، ثم قام فلم يجلس، فقام الناس معه، فلما قضى صلاته ونظرنا تسليمه، كبّر قبل التسليم فسجد سجدتين وهو جالس، ثم سلّم. (رواه البخارى، كتاب السهو)
Telah berkata kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengkabarkan kepada kami Malik bin Anas dari Syihab dari Abdurrahman al Arj dari Abdullah bin Buhainah zdia berkata: Rasulullah n shalat bersama kita 2 rakaat, dari beberapa shalat lima waktu (shalat dluhur), kemudian Beliau berdiri dan tidak duduk, maka para sahabat berdiri bersamanya, tatkala setelah selesai shalat dan kami menunggu salamnya, Beliau bertakbir sebelum salam dan sujud dua kali sedangkan Beliau dalam keadaan duduk, kemudian salam.
SIFAT SUJUD SAHWI
Dalam riwayat Imam Auza'I disebutkan tentang tata cara sujud.
فكبّر ثم سجد ثم كبّر فرفع رأسه ثمّ كبّر فسجد ثمّ كبّر فرفع رأسه ثم سلّم . أخرجه بن ماجه
"maka bertakbir kemudian sujud, kemudian takbir lalu mengangkat kepala, kemudian takbir lalu sujud, kemudian takbir lalu mengangkat kepala dan salam". (HR Ibnu Majah)
Tata cara sujud sahwi disisi Ibnu Taimiyah t adalah seperti cara diatas tanpa disertai tasyahud. Adapun salam setelah sujud sahwi adalah tetap sebagaimana hadist Ibnu Mas'ud dan Imran bin Hushain c. Dan sungguh telah salah siapa yang menyerupakan sujud sahwi dengan sujud tilawah yang tidak disertai salam setelahnya, karena sujud sahwi termasuk bagian dari shalat dan menempati kedudukan raka'at shalat, begitu juga yang menyangka bahwa dalam sujud sahwi disertai dengan tasyahud, mengambil dalill riwayat Imam Tirmidzi dari hadist Imran bin Hushain, yang didalamnya: "maka sujud 2 kali sujud, kemudian tasyahud, kemudian salam". Berkata Imam Tirmidzi: hadist hasan gharib.[1]
Dan jika seseorang shalat fardlu sendirian karena udzur syar'I dan tidak sujud dalam rakaat terakhir kecuali hanya satu kali sujud, dan tidak ingat kecuali setelah selesai shalat, maka ia wajib melakukan sujud shalat itu setelah salam, jika belum lama waktunya, kemudian tasyahud dan sujud sahwi lalu salam. Dan jika jarak waktunya sudah lama, maka wajib baginya mengulangi shalat yang meninggalkan sujud didalamnya. [2]
2. حدّثنا أبو الوليد حدّثنا شعبة عن الحكم عن إبراهيم عن علقمة عن عبد الله رضي الله عنه أن رسول الله n صلى الظهر خمسا، فقيل له: أزيد فى الصلاة، فقال: وما ذاك؟ قال: صليت خمسا، فسجد سجدتين، بعد ما سلّم. (رواه البخارى، كتاب السهو، باب إذا صلى خمسا)
"Telah berkata kepada kami Abu Walid,,, telah berkata kepada kami Syu'bah dari Hakam dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah bin Mas'ud z: sesungguhnya Rasulullah n shalat dluhur 5 rakaat, maka dikatakan kepadanya: "apakah shalatnya ditambah? Maka Beliau menjawab: "apakah itu? Abdullah bin Mas'ud menjawab: "ِِِِِِAnda shalat 5 rakaat", maka Beliau sujud 2 kali, setelah salam.
Dalam riwayat lain disebutkan:
3. حدّثنا عثمان وأبو بكر ابنا أبي شيبة، وإسحاق بن إبراهيم، جميعا عن جرير. قال عثمان: حدثنا جرير، عن منصور، عن إبراهيم، عن علقمة قال: قال عبد الله z صلى رسول الله n (قال إبراهيم: زاد أو نقص) فلمّا سلّم قيل له: يا رسول الله! أحدث فى الصلاة شيء؟ قال: وما ذاك؟ قالوا: صليت كذا وكذا، قال: فثنى رجليه، واستقبل القبلة، فسجد سجدتين، ثم سلّم، ثم أقبل علينا بوجهه، فقال: إنه لوحدث فى الصلاة شيء أنبأتكم به، ولكن إنما أنا بشر أنسى كما تنسون، فإذا نسيت فذكّروني، وإذا شك أحدكم فى صلاته فليتحر الصواب فليتم عليه، ثم ليسجد سجدتين (رواه البخارى ومسلم فى كتاب المساجد ومواضع الصلاة، باب السهو فى الصلاة والسجود)
"Telah berkata kepada kami Utsman dan Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan Ishaq bin Ibrahim, dari Jarir. Utsman berkata: Telah berkata kepada kami Jarir, dari Mansyur, dari Ibrahim, dari 'Alqamah ia berkata: Abdullah bin Mas'ud berkata: "Rasulullah n shalat (Ibrahim berkata: kelebihan atau kekurangan) maka tatkala selesai salam dikatakan kepadanya: "wahai Rasulullah! Apakah ada sesuatu yang terjadi tatkala shalat? Beliau berkata: "apa itu? Para sahabat berkata: "Anda shalat begini dan begini". Abdullah berkata: "maka Beliau membentangkan kedua kakinya dan menghdap kiblat lalu sujud 2 kali sujud, kemudian salam. Kemudian membalikkan badan kepada kami dan berkata: "sesungguhnya jika terjdi sesuatu dalam shalat akan aku ceritakan pada kalian, akan tetapi saya hanyalah manusia yang lupa seperti kalian lupa, maka jika saya lupa ingatkanlah saya. Dan jika salah seorang diantara kamu ragu dalam shalatnya, hendaknya memilih yang benar, kemudian menyempurnakan shalatnya, lalu sujud 2 kali sujud. (HR Bukhari & Muslim)
Berdasar pada hadist diatas –Ibnu Mas'ud- para Ulama' telah bersepakat akan masyru'iyah sujud sahwi.
السهو adalah lalai dari sesuatu, dan perginya hati kepada lainnya.
Imam Qadli 'Iyadl berkata: lalai dalam shalat adalah lupa didalamnya.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah t mengatakan: sahwi (lupa) bagi Rasulullah n dalam shalat merupakan ni'mat Allah latas umatnya, dan sebagai penyempurna ad din, agar mereka mengikutinya pada apa yang telah disyare'atkan, yaitu berupa sujud sahwi. [3]
Penjelasan:
Sabdanya إنما أنا بشر أنسى كما تنسون، فإذا نسيت فذكّروني (hanyasanya saya adalah seorang manusia, saya lupa sebagaimana kamu lupa, maka jika saya lupa ingatkanlah saya). Pada hadist ini disebutkan dalil dibolehkannya lupa bagi Rasulullah n dalam permasalahan hukum-hukum syar'i, dan ini adalah madzhab jumhur ulama'. Sebagaimana dlahir ayat alquran dan hadist, mereka sepakat bahwa Rasulullah tidak menetapkan sesuatu kecuali apa yang telah diajarkan Allah lkepada Beliau. Maka sesungguhnya sahwi (lupa) tidak membatalkan Nubuwah (kenabian) bahkan akan menghasilkan manfaat yaitu penjelasan tentang hukum orang yang lupa dan penetapan hukum.
Sabdanya - وإذا شك أحدكم فى صلاته فليتحر الصواب فليتم عليه، ثم ليسجد سجدتين- (dan jika ragu salah seorang diantara kamu dalam shalatnya, maka hendaklah ia memilih yang benar, kemudian ia sempurnakan shalatnya, lalu sujud dua kali sujud), dalam riwayat lain disebutkan فلينظر أحرى ذلك الصواب , dalam riwayat lain juga disebutkan فليتحر أقرب ذلك إلى الصواب , dan فليتحر الذى يرى أنه صواب . Ini adalah dalil bagi Imam Abu Hanifah t dan para pengikutnya dari penduduk Kufah dan selainnya dari para Ahli Ra'yi (ahli pendapat) bahwa siapa yang ragu dalam rakaat shalatnya, maka hendaknya ia memilih atau mencari apa yang paling banyak menurut prasangkanya, dan tidak diharuskan membatasi pada yang sedikit kemudian menambahnya (rakaat).
Kemudian mereka berselisih pendapat, maka Imam Abu Hanifah dan Malik mengatakan kepada golongan yang menimpa kepada mereka keraguan, yang tidak hanya sekali, maka jika tidak demikian ia harus bersandar pada keyakinannya.
Madzhab Imam Syafi'I dan jumhur ulama': bahwa jika salah seorang ragu apakah telah shalat 3 atau 4 rakaat misalnya, maka ia harus bersandar pada keyakinan yaitu mengambil yang sedikit (3 rakaat), kemudian ia melengkapi rakaat yang tersisa lalu sujud untuk sahwi. Mereka berhujjah dengan hadist Abu Sa'id Al Khudry dengan bunyi:
4. عن أبى سعيد الخدري قال: قال رسول الله n : إذا شك أحدكم فى صلاته، فلم يدرى كم صلى ثلاثا أم أربعا؟ فليطرح الشك وليبن على ما استيقن، ثم يسجد سجدتين قبل أن يسلّم، فإن كان صلى خمسا، شفعن له صلاته، وإن كان صلى إتماما لأربع، كانتا ترغيما للشيطان (رواه مسلم كتاب المساجد ومواضع الصلاة، باب السهو فى الصلاة والسجود)
Dari Abu Sa'id Al Khudry zia berkata: Rasulullah n bersabda: "jika salah seorang diantara kamu ragu dalam shalatnya, apakah ia sudah shalat 3 atau 4 rakaat, maka hendaknya ia menyingkirkan keraguannnya, dan menetapkan apa yang ia yakini, kemudian sujud 2 kali sujud sebelum salam, maka jika shalatnya 5 rakaat akan digenapkan shalatnya, dan jika shalatnya pas 4 rakaat, maka keduanya merupakan kehinaan bagi syetan"
Hadist ini sebagai penjelas atas wajibnya berdasar pada keyakinan.
وحملوا التحرى فى حديث ابن مسعود على الأخذ باليقين
Para Ulama' memaksudkan lafadz –التحرى- (memilih) pada hadist Ibnu Mas'ud dengan mengambil apa yang diyakini.
قالوا: والتحرى هو القصد، فمعنى الحديث فليقصد الصواب فليعمل به.
Mereka para Ulama' mengatakan: bahwa memilih pada hadist diatas adalah mencari kebenaran kemudian mengamalkannya.
Maka jika Hanafiyah berkata: hadist Abu Sa'id tidak menyelisihi apa yang kita katakan, karena dalam hadist lafadznya –الشك- (ragu) yaitu orang yang tidak tetap pada sesuatu, dan barang siapa yang ragu dan dia tidak memenangkan salah satunya, maka ia harus berdasar pada yang sedikit menurut ijma', berbeda dengan yang kuat prasangkanya bahwa ia telah shalat 4 rakaat misalnya.
Jawabannya adalah: bahwa kata –الشك- yang diartikan dengan ujung yang sama –tidak dapat menentukan antara dua hal- adalah istilah Ushuliyun. Adapun secara bahasa adalah ragu akan adanya sesuatu atau tidak. Sedangkan hadist dibawa kepada istilah secara bahasa selama tidak ada hakekat –ma'na yang sebenarnya- secara syara' atau secara kebiasaan. Dan tidak boleh memaksudkan hadist dengan istilah yang dimunculkan dari ulama' mutaakhirin. Wallahu 'alam.
5. حدثنا قتيبة ابن سعيد عن مالك بن أنس، عن داود بن حصين، عن أبي سفيان مولى ابن أبي أحمد، أنه قال: سمعت أبا هريرة يقول: صلى لنا رسول الله n صلاة العصر، فسلّم فى ركعتين فقام ذواليدين فقال: أقصرت الصلاة يا رسول الله أم نسيت؟ فقال رسول الله n كلّ ذلك لم يكن، فقال: قد كان بعض ذلك يارسول الله، فأقبل رسول الله n على الناس فقال: أصدق ذو اليدين؟ فقالوا: نعم، يا رسول الله، فأتمّ رسول الله ما بقي من الصلاة ثم سجد سجدتين، وهو جالس بعد التسليم (رواه مسلم، كتاب المساجد ومواضع الصلاة، باب السهو فى الصلاة والسجود)
Telah berkata kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Malik bin Anas, dari Dawud bin Hushain, dari Abu sufyan maula Ibnu Abi Ahmad ia berkata: saya mendengar Abu Hurairah berkata: "Rasulullah n shalat ashar bersama kami, maka Beliau salam pada rakaat yang kedua, kemudian Dzul Yadain –Kharbaq dari bani Salim- berdiri dan berkata: "apakah shalatnya diqashar wahai Rasulullah ataukah Anda lupa? Jawab Rasulullah: "tidak salah satunya". Dzul Yadain berkata: "anda telah melakukan salah satu dari itu wahai Rasulullah". Maka Rasulullah menghadap kepada para sahabat dan berkata: "apakah yang dikatakan Dzul Yadain itu benar? Jawab para sahabat: "benar" wahai Rasulullah! Maka Beliau menyempurnakan shalatnya kemudian sujud 2 kali setelah salam, sedang dalam keadaan duduk.
Syarh:
Sabdanya: -صلى لنا رسول الله صلاة العصر - (Rasulullah n shalat ashar bersama kami) dalam riwayat lain; صلاة الظهر (shalat dzuhur).
فسلّم فى ركعتين فقام ذواليدين (maka Beliau salam pada rakaat yang kedua, kemudian Dzul Yadain –Kharbaq dari bani Salim- berdiri) dalam riwayat lain;
عن عمران ابن الحصين، قال: سلّم رسول الله n فى ثلاث ركعات من العصر، ثم قام فدخل الحجرة فقام رجل بسيط اليدين، فقال: أقصرت الصلاة؟ يا رسول الله، فخرج مغضبا، فصلى الركعة التى كان ترك، ثم سلّم، ثم سجد سجدتي السهو، ثم سلّم.
Rasulullah salam pada rakaat yang ke –tiga pada waktu ashar. Kemudian berdiri dan masuk kamar, lalu berdiri seorang yang dermawan (murah hati) dan berkata: apakah shalatnya diqashar?
Sabdanya: -أقصرت الصلاة أم نسيت؟- (apakah shalatnya diqashar wahai Rasulullah ataukah Anda lupa?) maka Beliau bersabda: "tidak salah satunya". Menunjukkan bahwa Rasulullah n menyangka telah menyempurnakan shalatnya 4 rakaat. Sebagaimana riwayat lain yang menyebutkan akan hal ini, bahwa Rasulullah n bersabda: "لم تقصر ولم أنسى" (tidak diqashar dan saya tidak lupa).
Ada beberapa faedah yang dapat kita ambil pada hadist ini;
- dibolehkannya lupa dalam perbuatan dan ibadah atas para Nabi –صلوات الله وسلامه عليهم أجمعين- dan mereka tiak menetapkan kecuali berdasar atas wahyu yang turun
- penetapan sujud sahwi 2 kali sujud; dengan bertakbir pada setiap sujudnya, dan keduanya seperti sujud pada waktu shalat. Karena hanya dimutlakkan dengan kata sujud, jika sekiranya bentuk sujudnya berbeda dari biasanya, maka Rasulullah akan menjelaskannya, kemudian salam setelah sujud sahwi, dan tidak ada tasyahud. Sedang sujud sahwi karena kebanyakan, dilakukan setelah salam. Adalah Imam syafi'I t menerangkan bahwa mengakhirkan sujud sahwi itu karena lupa bukan karena kesengajaan.
- sesungguhnya perkataan orang yang lupa tatkala shalat, dan yang menyangka bahwa perkataannya itu bukan bagian dari shalatnya, maka tidak membatalkan shalat. Ini adalah pendapat jumhur ulama' salaf maupun khalaf, yaitu pendapat Ibnu Abbas, Abdullah bin Zubair, Urwah g, Atha', Hasan, As Sya'bi, Qatadah, Auza'I, Malik, Syafi'I, Ahmad رحمهم الله , dan seluruh Muhaddist.
Berkata Imam Abu Hanifah dan teman-temannya serta Ats Tsaury رحمهم الله تعالى dalam 2 riwayat yang shahih; "shalat itu batal dengan perkataan baik lupa atau tidak tahu", berhujjah dengan hadist Ibnu Mas'ud dan Zaid bin Arqam c. dan mereka juga menyangka bahwa hadist –ذو اليدين- itu mansukh (terhapus) dengan hadist Ibnu Mas'ud dan Zaid bin Arqam, mereka berkata: "karena –ذو اليدين- terbunuh pada perang badar. Mereka juga menukil dari Imam Az Zuhry bahwa –ذو اليدين- terbunuh pada perang badar, dan kejadian saat Rasulullah lupa dalam shalatnya ialah tatkala sebelum perang badar. Mereka juga berkata: tidak ada halangan pada hal ini bagi Abu Hurairah untuk meriwayatkan hadist itu walaupun Beliau baru masuk Islam setelah perang badar, karena sahabat dapat meriwayatkan suatu hadist walaupun ia tidak hadir, barangkali ia mendengar langsung dari Rasulullah atau mendengar dari sahabat yang lain.
Kemudian Imam Nawawi menjelaskan dalam kitabnya "al minhaj fi syarh as shahih al muslim" dengan jawaban yang benar, baik lagi masyhur kebaikannya dan lebih dipercaya, sebagaimana apa yang telah dikatakan Abu Umar bin Abdil bir dalam "at Tamhid". Adapun persangkaan mereka bahwa hadist Abu Hurairah itu mansukh dengan hadist Ibnu Masu'd adalah tidak benar, karena tidak ada khilaf antara ahli hadist dan sirah bahwa hadist Ibnu Mas'ud itu di Makkah tatkala pulang dari bumi Habasyah sebelum hijrah. Sedangkan hadist Abu Hurairah dalam kisah –ذو اليدين- itu di Madinah. Abu Huraiah masuk islam pada tahun Khaibar, 7 Hijriyah, tanpa ada perselisihan.
Adapun hadist Zaid bin Arqam tidak terdapat keterangan didalamnya bahwa hadistnya sebelum hadist Abu hurairah atau setelahnya, dan Imam Ibnu Abdil Bir melihat hadist Zaid bin Arqam itu sebelum hadist Abu Hurairah.
Adapun perkataan mereka bahwa Abu Hurairah tidak menyaksikan peristiwa tentang –ذو اليدين – adalah tidak benar. Bahkan telah dikuatkan dengan riwayat-riwayat yang tsiqah, seperti yang disebutkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dan selainnya bahwa Abu Hurairah zberkata:
"صلى لنا رسول الله n إحدى صلاة العشي فسلّم من إثنتين" وذكر الحديث وقصة ذى اليدين
"Rasulullah n shalat dluhur atau ashar bersama kami, maka Beliau salam pada rakaat yang kedua". Dalam riwayat lain dikatakan:
صلى بنا رسول الله n
"Rasulullah n shalat bersama kami"
Dalam riwayat Muslim dan lainnya dikatakan:
بينما أنا أصلي مع رسول الله n
"tatkala saya shalat bersama Rasulullah n "
بينما نحن نصلي مع رسول الله n
"tatkala Rasulullah n shalat bersama kami"
Diantara para sahabat yang meriwayatkan kisah –ذو اليدين- adalah Abdullah bin Umar, Mu'awiyah bin Hudaij, 'Imran bin Husain, Ibnu Mas'adah g –salah seorang sahabat, namanya Abdullah- dikenal dikalangan sahabat, dan semuanya tidak menghafal dari Rasulullah dan sahabatnya kecuali di Madinah.
Adapun perkataan bahwa –ذو اليدين – terbunuh pada waktu perang Badar adalah salah. Hanyasanya yang terbunuh pada perang Badar adalah Dzu as Syimalain (ذو الشمالين) yaitu Umair bin Amru bin 'Aisyan bin Khaza'ah.
Abu Umar berkata: "adapun Dzulyadain bukanlah Dzu Syimalain yang terbunuh di Badar dengan dalil hadirnya Abu Hurairah. Dan kisah –ذو اليدين- yang disebutkan dalam hadist Abu Hurairah adalah seorang dari Bani Salim sebagaimana yang disebutkan Imam Muslim dalam shahihnya. Dan dalam riwayat 'Imran bin Hushain bernama Kharbaq.
Maka Dzulyadain yang meyaksikan sujud sahwi dalam shalat adalah dari Bani Salim, sedangkan Dzu Syimalain yang terbunuh di perang Badar adalah dari Bani Khaz'aah, beda nasab dan namanya. Dan terkadang ada 2 atau 3 laki-laki mempunyai nama yang sama.
TEMPAT SUJUD SAHWI
- Madzhab Hanafiyah berpendapat tempat sujud sahwi adalah setelah salam
- Madzhab Syafi'iyah berpendapat bahwa sujud sahwi letaknya sebelum salam
- Madzhab Malikiyah berpendapat; jika dikarenakan kekurangan maka sujudnya sebelum salam, jika ketambahan maka sujudnya setelah salam, dan jika berkumpul dua kelupaan antara ketambahan dan kekurangan maka sujudnya sebelum salam.
- Madzhab Imam Ahmad bin Hambal berpendapat; sujud sahwi letaknya sebelum salam ditempat Rasulullah sujud sebelum salam, dan setelah salam ditempat Rasulullah sujud setelah salam, maka selain dari tempat-tempat yang Rasulullah sujud didalamnya dari nash yang ada maka sujudnya adalah sebelum salam[4]
HUKUM SUJUD SAHWI
- Imam Hanafi dan Malik –رحمهما الله- mengatakan bahwa hukum sujud sahwi adalah wajib jika kekurangan.
- Tetapi madzhab Syafi'iyah mengatakan: hukum sujud sahwi adalah sunnah.
- Dan Imam Ahmad mengatakan wajib pada ketambahan, kekurangan, ataupun ragu.
Ibnu Taimiyah t berpendapat bahwa sujud sahwi adalah wajib, melihat dari 5 hadist shahih diatas yang memerintahkan untuk sujud sahwi bagi orang yang lupa dalam shalatnya[5]
REFERENSI:
- Fathul Bary Syarh Shahih Bukhari, Imam Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar al Atsqalany 773-852 H, juz: 3, Daar al Kutub Ilmiyah
- Al Minhaj Fi Syarh Shahih Muslim, Syaikh Islam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syaraf An Nawawi 621-676 H, Baitul Afkar ad Dauliyah
3. Al Jaami' Li al Ikhtiyar al fiqhiyah Li Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah, pengarang: Doktor Ahmad Muwafi, juz:1, Daar Ibnu al Jauzy
4. Fatawa al Lajnah Da'imah Li al Buhust al Ilmiyah wa al Ifta', jilid:7
5. Taudhih al Ahkam min Bulugh al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, juz:2, Maktab al Asady
6. Bidayat al Mujtahid Wa Nihayat al Muqtashid, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Rusyd al Qurthuby 520-595 H, Daar al Ma'rifat
7. Zaadul Ma'ad Fie Hadyi Khoiri al 'Ibad, Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah 691-751 H, Juz:1, Muassasah ar Risalah
[1] Al Jaami' Li al Ikhtiyar al fiqhiyah Li Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah, pengarang: Doktor Ahmad Muwafi, hal: 288, juz:1, Daar Ibnu al Jauzy
[3] Taudhih al Ahkam min Bulugh al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, hal: 331, juz:2, Maktab al Asady
[4] Bidayat al Mujtahid Wa Nihayat al Muqtashid, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Rusyd al Qurthuby 520-595 H, hal: 265, Daar al Ma'rifat
[5] Al Jaami' Li al Ikhtiyar al fiqhiyah Li Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah, pengarang: Doktor Ahmad Muwafi, hal: 294, juz:1
0 komentar:
Posting Komentar