Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

GAPAILAH SYUKUR ALLAH


GAPAILAH SYUKUR ALLAH

Ya Ikhwah ………. Tahukah kita di antara Asmaul Husna yang tercantum dalam Al Quran adalah : الشاكر – الشكور   yang menurut Al Qohthony maknanya adalah :
الذى لا يضيع سعي العاملين لوجهه  بل يضاعفه أضعافا مضاعفة.
"Rabb yang tidak menyia-nyiakan upaya para pelaku amal ikhlas karenaNya, bahkan dilipatgandakan berkali-kali lipat".
Di dalam Shahihain Rasulullah saw bersabda:
كل عمل ابن آدم له يضاعف الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف
"Setiap amal (kebaikan) anak Adam dilipatgandakan dengan 10 hingga 700 kali lipat".
            Pertanyaannya ya ikhwah, kriteria yang bagaimana seseorang dapat menggapai syakir  dan syakur Allah swt ?
Di antara kriteria yang Allah swt sebutkan antara lain :
وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَأِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Dan barang siapa yang mengerjakan tathawwu` dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:158)
Makna tathawwu` adalah :
قام بالعبادة طائعا مختارا دون أن يكون فرضا الله
"Menegakkan ibadah yang bukan fardhu dengan penuh keta`atan dan tunduk  karena Allah".
Intinya "Kerja lembur dari batas minimal kewajiban yang sudah ditentukan".
Seorang pelembur adalah seorang yang tahu diri, bahwa apa yang dilakukannya  pada batas waktu-waktu wajib tidak cukup untuk mengabdikan dan menyumbangkan diri dalam mengabdi cintanya pada pekerjaan atau tuannya. Atau paling minimal bahwa upah yang didapatnya hanya dengan melalui kerja wajib minimal itu saja hanya mampu menghidupi sesaat, tanpa memenuhi hidup di masa depan atau hanya cukup untuk dirinya sendiri, tanpa mampu memberikan yang lebih kepada sanak kerabat dan keluarganya.
Kita akan melihat dia bercucuran keringat, di saat orang lain sudah kering keringatnya. Dia tetap berpikir mengolah otak di saat orang lain sudah mulai bersenda gurau dengan sang keluarga tercinta. Bahkan dia bangun di waktu malam untuk bermunajat mencari kesejukan bersama Rabbnya di saat orang lain sudah nyenyak di pembaringannya, tanpa sedikitpun dia merasa didzalimin karena kerja lemburnya yang tak mengenal waktu.
Alangkah bahagia sang da`i yang melemburkan waktu, pikiran dan tenaganya melebur dengan kehidupan umatnya, tanpa dia melihat orang lain lebih sedikit waktunya untuk melebur diri seperti dia. Karena dirinya tahu bahwa rasa syukur Allah akan diberikan kepadanya dan hanya untuknya.
Alangkah bahagia sang thalibul ilmi yang melemburkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk meleburkan dirinya dengan ilmu dan amal, walaupun semua yang harus dia korbankan itu lebih banyak dibandingkan rekan-rekannya yang lain. Karena dia tahu bahwa rasa syukur Allah akan diperolehnya di saat orang lain menyesal karena tak meraihnya. 
Alangkah bahagia orang tua yang selalu setia memberikan bimbingan dan arahan kepada sang putra tanpa lelah dan henti, walaupun sang putra tak pernah memberikan ucapan terima kasih atau sikap hormat kepadanya, karena dia tahu syukur Allah yang amat agung dan terhormat sedang menunggunya di dalam jannatun na`im.

Kriteria yang kedua Allah swt berfirman :
إِن تُقْرِضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. (QS. 64:17)
Siapakah orang yang meminjamkan pinjaman yang baik kepada Allah, para ulama tafsir setidaknya mensifati mereka dengan 2 sifat utama :
1. دون ربح و فائدة تجارية دنيوية  Tanpa mengharapkan keuntungan dan hasil perdagangan duniawi.
2. دون من ولا أذى  tanpa mengungkit-ungkit dan menyakiti yang menerima.
Intinya dia selalu memberi tanpa hitungan matematis untung duniawi semata. Walaupun yang dia dapatkan di dunia lebih kecil dibandingkan waktu dan tenaga yang dia korbankan, baginya dia tetap memberi yang lebih baik tanpa dia ungkit sedikitpun dengan melupakannya atau bahkan tidak keluar kata-kata umpatan yang membandingkannya dengan orang lain. Karena dirinya tahu bahwa syakir dan syakur Allah akan diraihnya cepat atau lambat.
Bahagialah para da`i yang selalu banyak memberi kepada Allah tanpa membandingkannya dengan hasil yang diperolehnya di dunia untuk kemudian dia lupakan kebaikannya itu tanpa ungkitan atau tanpa umpatan. Selesai satu pemberian yang dia persembahkan kepada Allah, diapun bergerak untuk memberikan pemberian yang lain untuk dipersembahkan secara baik kepada Rabb yang menciptakannya. Dia yakin sekali bahwa sebanyak yang dia berikan secara baik kepada Allah akan semakin memberikannya rasa yakin bahwa keridhaan Rabbnya akan dia gapai.
Berbahagialah para thalibul `ilmu yang banyak memberikan apa saja kemampuannya dalam mencari nurullah (ilmu Allah) dan mengabdikannya, tanpa mengitung-hitung dengan matematis duniawi atau matematis pengorbanan orang lain. Dia berlomba memberikan yang terbaik kepada Rabbnya tanpa dia ungkit atau umpat. Dia hanya berharap Rabbnya merasa senang dan ridha menerima pemberiannya, walaupun di dunia yang fana ini dia tidak pernah mendengar pujian dari teman atau kerabatnya, atau bahkan mungkin cacian dan ejekan yang diraihyan. Karena dia tahu Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan  persembahan dan utang yang dipersembahkan olehnya.
Beruntunglah kaum muslimin yang berkorban apa saja dalam mengabdikan dirinya, hartanya dan seluruh kemampuannya untuk dien Allah, kemuliaan Islam, keagungan kaum Muslimin dan ketinggian kalimat Allah, tanpa mengharap kembali dari manusia, tenpa mengangan-angankan ucapan terima kasih atau balasan hadian dari siapapun. Semuanya mereka lakukan hanya karena imannya telah menjadikan dirinya melebur dalam alur pengabdian yang tak henti kepada Allah Rabbul `Alamin yang sepanjang masa tidak pernah mengabaikan dan meninggalkannya.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari mereka "Ah sudah sering sholat, tapi tak kaya-kaya juga", karena dia tahu bahwa shalatnya bukan untuk mencari harta. Tak ada kata "Ah, fanatic amat sih, toh akhirnya juga dicaci orang", karena dia tahu Allah pasti membalas keteguhannya dengan ajr yang amt besar. Tak ada kata "ah, yang penting mah sendiri, biarkan saja orang lain sih", karena dia tahu bahwa keislaman dan keimannya kepada Allah tidak akan sempurna tanpa upayanya membimbing orang lain kea rah keridhoan Allah.







JANGAN MEMBUAT ALASAN


Ya Ikhwah ! Tidak semua alasan rasional yang kita ungkapkan diterima oleh Allah swt sebagai suatu alasan yang benar, karena boleh jadi alasan itu membuat kita celaka, bahkan mungkin hanyalah sebuah pelarian dari jiwa kita yang lemah.
Sebagian orang-orang munafiq yang dalam satu riwayat dinyatakan bernama Jad bin Al Qois meminta izin untuk meninggalkan jihad dengan alasan takut terfitnah wanita-wanita Rum. "Hai Jad mengapa kamu tidak ikut serta dalam penggalangan kekuatan menyerang Banil Ashfar (Rum) ?" Tanya Rasulullah. Jadpun menjawab memberikan alasan : "Ya Rasulullah Cobalah engkau izinkan aku dan jangan engkau jatuhkan aku dalam fitnah. Demi Allah, kaumku tahu sekali bahwa tidak ada laki-laki yang lebih semangat kepada wanita selain aku. Aku khawatir tidak sabar melihat wanita-wanita Banil Ashfar". Rasulullah Saw pun mengabulkannya : "aku izinkan engkau".
Kasus ini diabadikan oleh Allah Swt dengan sebuah teguran yang amat keras dengan firmanNya :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ إئذَنْ لِيْ و لاَ تَفْتِنِّي ألا فِي الفِتْنَةِ سَقَطُوا وَ إِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ بِالكاَفِرِيْنَ
"Di antara mereka (orang-orang munafiq) ada orang yang berkata : izinkanlah aku dan jangan jerumuskan aku dalam fitnah. Ketahuilah (dengan itu) mereka sudah terjatuh dalam fitnah dan sesungguhnya Jahannam melingkupi orang-orang yang kafir". (Qs. 9 : 49)
Alasan Jadpun tertolak dan tidak diperkenankan oleh Allah Swt, bahkan dengan alasan seperti itulah justeru Jad sendiri telah terjatuh dalam fitnah. Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan : "Jika memang benar dia takut terfitnah wanita-wanita Banil Ashfar – walaupun sebenarnya tidak – tentu fitnah ketidakikutsertaannya dengan Rasul dan keterjebakannya  dengan keinginannya sendiri  jauh lebih besar kesalahannya dari keterfitnahannya dengan wanita-wanita Rum itu".
Ya Ikhwah ! Dalam rangkaian ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini setidaknya menggambarkan 2 kondisi di mana alasan – alasan yang kita buat untuk tidak ikut serta melakukan satu sikap atau amal justeru digambarkan sebagai sikap buruk, yaitu nifaq atau kelemahan dan kebingungan jiwa :
1. Allah Swt berfirman :
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ذَالِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ.  لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لاتَّبَعُوكَ وَلَكِن بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنفُسَهُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Berangkatlah kalian baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah : "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS. 9:41-42)
Dalam ayat ini digambarkan tentang Infiru yang dilarang membuat-buat alasan untuk meninggalkannya. An Nafar atau infiru menurut ulama tafsir menggambarkan tiga makna :
1. النفير العام  mobilisasi masa.
2. الجماعة  berkelompok-kelompok.
3. السرعة Bersegera dengan cepat.
Dengan demikian arti dari Infiru berarti : "Bergerak cepat memobilisasi masa untuk bergabung dalam satu kelompok Fii Sabilillah".
Bergeraklah dengan cepat, mobilisasi masa dan bersatulah dalam satu panji fii sabilillah khifafan wa tsiqolan : yang muda maupun yang tua (seperti tafsir Abu Thalhah), Kaya ataupun miskin (seperti tafsir Mujahid), sibuk ataupun tidak sibuk (seperti tafsir Al Hakam bin Utaibah), dengan semangat ataupun kurang (seperti tafsir Qatadah dan Ibnu Abbas), dalam keadaan sulit maupun mudah (Seperti tafsir Hasan Al Bashri) seluruhnya tanpa kecuali harus ikut serta bergabung dalam fi sabilillah. Jangan berhenti dan jangan minta izin untuk tidak ikut serta bersama mempersembahkan andil maksimal yang dapat disumbangkan, walaupun kita tahu terlalu panjang perjalanan yang harus kita tempuh dan terlalu minim perbekalan yang kita miliki, kuatkan hati, teguhkan jiwa, jangan lari ataupun mundur meminta udzur. Hanya orang-orang munafiq atau jiwa yang bingung yang meminta izin untuk tidak ikut serta dengan berbagai alasan yang diungkapkan, dari takut terjerat wanita sampai dengan alasan ketuaan terlalu lemah untuk melangkahkan kaki dan memompa pikiran.
Jangan mau dirayu syaithan membuat alasan takut riya melakukannya, takut terjerumus kesalahan di dalam bekerja, takut tidak konsisten diri bersama-sama, saya punya dakwah sendiri dan lain-lain. Bisikan itu hanyalah fatamorgana tanpa wujud yang bisa terbukti. Syaithan hanya ingin kita tidak termasuk golongan yang mulia yang hanya dicapai dengan seluruh upaya kejihadan yang utuh. Lawan, bantai dan singkirkan semua rayuan itu, bergeraklah Allah pasti akan mengokohkan kita, pendirian kita dan jiwa kita di jalan yang diridhaiNya.
2. Allah Swt berfirman ;
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. 9:122)
Di dalam ayat yang menggambarkan jihad ilmu ini, Allah Swt menggambarkannya pula dengan Nafar yang maknanyapun sudah jelas bagi kita. Memobilisasi umat untuk bergabung tafaqquh fddin, segera, cepat jangan tunda-tunda waktu, kokohkan diri, kuatkan jiwa, jangan lari dan jangan mundur mencari alasan untuk meninggalkannya, karena semuanya bagian yang utuh dari jihad fii sabilillah. Yakinkanlah jiwa kita bahwa kita yang menuntut ilmu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari mereka yang ikut serta tempur di medan perang. Hukum pahalanya sama dengan mereka dan dosa alasan mengundurkan diripun sama dengan mereka, kalau tidak karena kemunafiqan mungkin karena kelemahan dan kebingungan jiwa kita. Allah Swt mengingatkan :
لاَيَسْتَئْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ أَن يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَاللهُ عَلِيمُُ بِالْمُتَّقِينَ {44} إِنَّماَ يَسْتَئْذِنُكَ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta ijin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa. Sesungguhnya yang meminta ijin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. (QS. 9:44-45)
Jangan mau dibisikkan syaithan untuk mencari-cari alasan, kalian sudah tua, sulit untuk menghafal, orang tua kalian butuh kalian, materi membosankan, ustadz kurang mumpuni dan berbagai alasan lain yang ditazyin syaithan agar kita mundur dari medan jihad besar ini. Karena, kita tahu syaithan hanya tidak senang kita mendapat kemuliaan yang amat tinggi di sisi Allah, dia hanya mau kita menjadi pengikutnya yang dilaknat yang akan menyesal karena terjerumus ke dalam Jahannam bersamanya. Hati-hati dan waspadalah, jangan mundur, maju terus, kuatkan tekad dan leburkan diri dalam kehidupan jihad ini, walaupun panjang waktu yang kita butuhkan dan minim modal yang kita bawa dan yang kita dapatkan. Janji Allah pasti tiba.

0 komentar:

Posting Komentar