Copyright © ISLAMIND
Design by Dzignine
Sabtu, 17 Desember 2011

Bersolek Untuk Isteri, Kenapa Tidak?


Bersolek Untuk Isteri, Kenapa Tidak?

- Suami perlu bersolek untuk isteri? Pertanyaan yang mungkin jarang sekali mencuat dalam wacana kehidupan pasangan suami-isteri (pasutri). Sebab, mungkin kita sudah terbiasa dengan ungkapan “isteri harus berdandan untuk suami”. Sehingga kita lupa bahwa berdandan bukan hak monopoli isteri. Seolah suami tak dituntut untuk bersolek di hadapan isterinya. Jelas jika pemahaman kita demikian adalah keliru alias kita telah melakukan diskriminasi gender dalam hal bersolek.
Padahal Rasulullah saw adalah seorang suami perlente yang selalu menjaga penampilan dan kebersihannya di depan para isteri beliau. Ummul Mu’minin ‘Aisyah r.a pernah ditanya oleh seseorang; “Apa yang pertama kali dilakukan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam setelah masuk rumah?”
‘Aisyah menjawab; “Bersiwak.” (diriwayatkan Muslim).
Dalam riwayat lain, Ummul Mu’minin ‘Aisyah r.a juga berkata; Rasulullah saw bersabda; “Bersiwak itu mensucikan mulut dan membuat Rabb ridha.” (diriwayatkan Ahmad, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi).
Riwayat di atas mengisyaratkan bahwa seorang suami sebaiknya tidak berpenampilan kumal dan bau jika berhadapan dengan isterinya. Percayalah, baju yang bau dan (apalagi) mulut yang beraroma tidak sedap akan mengganggu kelancaran komunikasi pasutri. Padahal Al Qur’an memerintahkan para orang beriman untuk menggauli isteri-isteri mereka secara baik. Bahkan Islam memandang perbuatan itu sebagai aktulisasi keimanan seseorang pada Rabbnya (“membuat Rabb ridha,” ujar Nabi saw).
Al Qur’an juga menegaskan; “Dan pergaulilah mereka secara patut/pantas,” (An Nisaa : 19). Pesan ini mengisyaratkan, bahwa kepatutan bergaul dengan isteri, meliputi juga soal penampilan dan kebersihan yang harus dijaga seorang suami. Jadi penampilan diri seorang suami yang segar, bersih, dan harum, bukan hanya akan menambah kemesraan hubungan pasutri. Tetapi juga mewujudkan keluarga sakinah yang produktif melahirkan generasi-generasi Al Qur’an, insya Allah.
Hal ini tentu saja juga berlaku di luar rumah. Ketika suami bersama isterinya menghadiri suatu undangan, atau acara apapun, dia sepatutnya bernampilan necis. Artinya, seorang suami hendaklah berpakaian rapi, rambut yang tidak awut-awutan, menebar keharuman serta mulut yang beraroma segar. Dengan begitu si isteri tidak canggung atau rendah diri ketika mendamping suaminya di tempat-tempat publik.
Maka, jangan dulu menyalahkan isteri ketika dia misalnya, enggan untuk kita ajak jalan ke luar. Atau bahkan jangan dulu berprasangka negatif, ketika tiba-tiba isteri bersikap dingin tatkala menghadapi kita. Lantas kita mengambil keputusan fatal yang berakibat rumah tangga kita gonjang-ganjing. Sebab, jangan-jangan faktor pemicunya ada pada diri kita sendiri.
Sebuah riwayat menceritakan, seorang wanita bersama suaminya menemui khalifah Umar bin Khottob r.a. Dengan wajah penuh harap, si wanita minta pada khalifah agar dia diizinkan bercerai dari suaminya. “Wahai Amirul Mukminin, aku bukan diriku dan bukan pula suamiku ini. Bebaskanlah aku darinya,” ucap si wanita memelas.
Tapi khalifah Umar r.a tidak segera menjawab permohonan itu. Beliau memandangi keadaan suami si wanita, lalu dia memberi isyarat pada lelaki itu. Si pria diperintahkan untuk pergi dan mandi, memotong kuku, mencukur rambut serta menyisirnya dengan rapi.
Maka si lelaki itupun pergi untuk melakukan apa-apa yang diperintahkan khalifah. Tak berapa lama kemudian pria itu kembali lagi. Lalu Umar bin Khottob mengisyaratkan agar dia memegang tangan isterinya yang saat itu melihatnya dengan pangling (tidak mengenalinya lagi – pen). Saat itu si wanita betul-betul sudah tidak mengenali bahwa lelaki perlente yang ada di hadapannya tak lain adalah suaminya sendiri. Sehingga si wanita berontak; “Wahai hamba Allah, subhanallah, apakah engkau lancang bertindak seperti ini di depan Amirul Mukminin?”
Melihat adegan itu Amirul Mukminin tersenyum, lalu menjelaskan pada si wanita bahwa lelaki yang menggenggam tangannya itu adalah suaminya. Dengan tersipu akhirnya si wanita berkata pada khalifah, bahwa ia menganulir keputusan dia sebelumnya. Selanjutnya pasutri itu bergandengan tangan dengan mesra.
“Begitulah seharusnya kalian berbuat bagi isteri kalian. Sesungguhnya mereka (para isteri) senang jika kalian berhias untuk mereka, sebagaimana kalian senang jika mereka bersolek untuk kalian.”
Dalam riwayat lain, Umar bin Khottob r.a pernah mendengar seorang wanita melantunkan syair ketika sedang thawaf.
Di antara wanita itu diberi air yang dingin harum mewangi yang membuat mereka senang da pula yang diberi air yang berubah warnanya dan bau u tidak karena takut pada Allah dia akan lari
Umar faham, bahwa wanita itu mengeluhkan bau mulut suaminya. Maka beliau mengutus seseorang untuk memanggil lelaki bersangkutan. Khalifah kemudian melihat ada kelainan pada mulut pria tersebut. Lalu beliau menawarkan dua opsi pada si pria. Yakni memberikan uang 500 dirham dan dia harus menceraikan isterinya, atau tetap mempertahankan perkawinannya asalkan dia mau membersihkan mulut dan memperbaiki penampilannya. Tapi dalam riwayat itu diceritakan, ternyata si pria memilih opsi pertama dan menerima uang 500 dirham, lalu menceraikan isterinya. (sulthoni)

0 komentar:

Posting Komentar