ketokohan Mirza ghulam Ahmad sebagai mujaddid
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Mujaddid
Dikalangan Ahmadiyyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat dua kelompok, yaitu Aliran Qadiyan yang mengaku Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagai Nabi dan Rasul, dan aliran Lahore yang "hanya" mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai pembaharu (mujaddid) bukan Nabi.
Dari segi keorganisasian, Ahmadiyyah di Indonesia memiliki dua kelompok yang berbeda, dengan keyakinan (aqidah) yang berbeda pula. Pertama, Jemaat Ahmadiyyah Indonesia, kelompok ini bisa disebut dengan Ahmadiyyah Qadiyan yang masuk ke Indonesia pada tahun 1925, Anggaran Dasar Ahmadiyyah dibawa oleh H. Abu Bakar Ayub. Kelompok ini meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad SAW dan dia menerima wahyu dari Allah SWT. Kedua, Gerakan Ahmadiyyah Indonesia, biasa disebut Ahmadiyyah Lahore, yang masuk ke Indonesia pada tanggal 28 September 1928. kelompok ini meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid (pembaharu) Islam dan Muhaddats (orang yang berbicara dengan Allah secara langsung), dan menerima wahyu.
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Mujaddid ini tampaknya merupakan keyakinan sentral dari aliran Lahore (GAI), dengan kontruksi pemikiran seperti di bawah ini.
Hadits Nabi dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا [1]
"Sesungguhnya Allah "akan" (GAI: selalu) membangkitkan untuk ummat (Islam) ini pada awal setiap seratus tahun seseorang yang akan memperbaharui baginya agamanya."
Menurut GAI berdasarkan hadits tersebut ada 3 ciri bagi seorang yang dapat disebut sebagai mujaddid, yaitu:
- Dibangkitkan oleh Allah
- Dibangkitkan pada permulaan tiap-tiap abad
3. Mengadakan Tajdid (pembaharuan) dalam Islam
Menurut GAI tidak semua ulama (ahli agama) dapat disebut mujaddid. Seseorang diakui sebagai mujaddid jika yang bersangkutan menyatakan atau mengakui sendiri bahwa dia adalah mujaddid.
Di antara bukti bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu sebagai mujaddid abad ke 14, antara lain seperti yang di uraikan di bawah ini:
Pada tahun 1885 Mirza Ghulam Ahmad telah menulis sebuah selebaran sebagai berikut:
"Penulis surat selebaran ini diberi tahu bahwa ia adalah mujaddid pada abad ini dan bahwa keluhurannya menyerupai Al Masih bin Maryam ….. aku datang untuk menegakkan kebenaran Islam dan untuk meyakinkan mereka ke arah sumber ajaran Islam. Aku tidak membawa syari'at baru, Qur'an suci adalah kitab suci terakhir. Kedatanganku adalah untuk mengabdi kepada Islam dan untuk mensyi'arkannya, dan untuk membersihkan wajah Islam dari kotoran-kotoran yang melekat kepadanya, sebagai akibat dari hiruk pikuk pikiran manusia. Aku adalah mujaddid abad ke 14 Hijriah ini".
Pada kitabnya yang lain Mirza Ghulam Ahmad menulis: "Aku adalah Imamuzzaman pada abad sekarang dan Allah telah menghimpun tanda-tanda pada diriku".
Dikalangan GAI ada buku rujukan yang dianggap baku dan diyakini kebenarannya tentang siapa-siapa yang diakui sebagai mujaddid selama ini, yaitu buku "Hujjatul Karamah" karangan Nawab Shidiq Hasan Khan (1258-1307 H atau 1832-1889).
Nawab Shidiq dalam buku tersebut menyebutkan nama-nama mujaddid dari abad pertama Hijriyyah sampai abad ke-14, sebagai berikut:
¶ Mujaddid abad 1 : Hadzrat Umar bin Abdul Aziz (61-101 H/680-719 M).
¶ Mujaddid abad 2 : Hadzrat Imam Syafi'i (150-204 H/767-820 M). dan Imam Hanbali (164-241 H/780-855 M).
¶ Mujaddid abad 3 : Hadzrat Imam Abu Syarah dan Imam Abu Hasan Al Asy'ariy (260-324 H/874-941 M).
¶ Mujaddid abad 4 : Imam Abu Ubaidullah dan Imam Qadhi Abu Bakar Al Baqilaniy (wafat 408 H).
¶ Mujaddid abad 5 : Hadzrat Imam Ghazali (450-505 H/1011-1058 M).
¶ Mujaddid abad 6 : Hadzrat Syeikh Abdul Qadir Jailani (470-561 H/1077-1166 M).
¶ Mujaddid abad 7 : Hadzrat Ibnu Taimiyyah (661-728 H/1262-1327 M) dan Khawaja' Mu'inuddien Khisti (wafat 663 H/1265 M).
¶ Mujaddid abad 8 : Hadzrat Ibnu Hajar Al Atsqalani (773-852 H) dan Shalih Ibnu Umar.
¶ Mujaddid abad 9 : Hadzrat Syeikh Muhammad Jonpuri.
¶ Mujaddid abad 10 : Hadzrat Imam Suyuthi (849-911 H).
¶ Mujaddid abad 11 : Hadzrat Syeikh Ahmad Sirhind Mujaddid Alfi Tsani (971-1034 H/1563-1624 M).
¶ Mujaddid abad 12 : Hadzrat Syah Waliyullah Ad Dahlewi (1114-1176 H/1703-1763 M).
¶ Mujaddid abad 13 : Hadzrat Sayid Ahmad Barelvi (1201-1246 H/1776-1831 M).
¶ Mujaddid abad 14 : Hadzrat Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (Hadzrat Mirza Ghulam Ahmad ) (1250-1324 H/1835 -1908 M).
Sekarangan ini sudah awal abad ke 15 Hijriyyah (1417 H), jika berpegang kepada keyakinan GAI tersebut mestinya sudah ada Mujaddid baru lagi. Ketika ha itu ditanyakan kepada pemimpin GAI mereka tampak ragu-ragu dengan menjawab, tampaknya sekarang belum ada lagi mujaddid yang memperbaharui ajaran pembaharu Mirza Ghulam Ahmad. Dan mereka juga tidak pasti, bagaimana nasib ajaran Mirza Ghulam Ahmad jika datang pembaharu yang memperbaharui ajaran Mirza Ghulam Ahmad.
GAI hanya meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujaddid, bukan sebagai Nabi dan Rasul, tetapi pengakuan ini tampak aneh dan menyembunyikan banyak bukti yang menunjukkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sendiri yang menyatakan diri sebagai Nabi dan Rasul disamping mujaddid, antara lain pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
a. "Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai Rasul dan Nabi".
b. "Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasul Nya di Qadian".
c. "Untuk umat masa kini aku telah dipilih dan dinamai Nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu".
d. "Aku umumkan bahwa aku adalah Nabi dan Rasul".
Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan di dalam surat kabar Akhbar-i-'Aam. Kebetulan, surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiaannya, sebagai berikut:.
"Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya padahal Tuhan sendiri memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini."
Kesimpulan:
8 Aliran Ahmadiyyah yang semula bersatu, pada tahun 1914 pecah menjadi 2 aliran, yaitu Ahmadiyyah Qadiyan dan Ahmadiyyah Lahore.
8 Ahmadiyyah Qadiyan di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyyah Indonesia (JAI), dan Ahmadiyyah Lahore dengan Gerakan Ahmadiyyah Indonesia (GAI).
8 Perpecahan tersebut menurut pihak Qadiyan, karena beberapa tokoh Ahmadiyyah menghendaki Khalifah II jatuh kepada Mualvi Muhammad Ali, tetapi dalam pemilihan dia dikalahkan oleh Mirza Bashiruddien Mahmud Ahmad.
8 Dengan terpilihnya Khalifah II ke tangan Bashiruddien Mahmud Ahmad, lalu Mualvi Muhammad Ali dan kawan-kawannya memisahkan diri menjadi aliran Lahore.
8 Menurut pihak aliran Lahore perpecahan tersebut disebabkan oleh perbedaan pendapat tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Menurut aliran Lahore, Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi, tetapi hanya sebagai Mujaddid.
8 Namun perlu dicatat bahwa kedua aliran ini sam-sama pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Sedangkan Mirza Ghulam Ahmad jelas-jelas mengaku sebagai Nabi dan Rasul, menerima wahyu dan banyak sekali tulisan-tulisan/ buku-bukunya sekitar 86 buah. Di atara bukunya adalah "Tadzkirah" yang berisi wahyu Mirza Ghulam Ahmad, Tadzkirah berisi wahyu Mirza Ghulam Ahmad bercampur penggalan ayat-ayat suci Al Qur'an.
8 Bagaimana pun kuatnya bantahan Ahmadiyyah Lahore (GAI) menolak kenabian Mirza Ghulam Ahmad namun amat sulit menyembunyikan ajaran-ajaran tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad yang sangat jelas. Kecuali jika Ahmadiyyah Lahore (GAI), memutuskan hubungan dengan Mirza Ghulam Ahmad. Selama gerakan Ahmadiyyah Indonesia masih mengakui sebagai pengikut Mirza Ghulam Ahmad, maka penolakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sangat tidak masuk akal, atau hanya alasan yang dicari-cari.
8 Hal ini dibenarkan oleh Syafi R. Batuah, bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Mualvi Muhammad Ali dan kawan-kawannya sama dengan keyakinan orang-orang Ahmadiyyah yang lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad. Wallhu a'lam!!
Daftar bacaan:
- Ahmadiyyah dan Pembajakan Al Qur'an, Amin Djamaluddien, LPPI, Jakarta cetakan III (gabungan jilid I & II), Maret 2002.
- Ahmadiyyah Menodai Islam, Amin Djamaluddien, LPPI, Jakarta cetakan II, Juni 2007.
Sword of Tawheed




0 komentar:
Posting Komentar