About Love, Episode: Sedetik Saja
“Hari ini aku jatuh cinta”.
Ya, hanya satu kalimat singkat itu yang hendak aku teriakkan keras-keras, agar semua orang tahu bahwa aku sedang jatuh cinta. Kalau perlu para malaikat diatas sana pun ikut tersenyum mendengar teriakan-teriakan cinta dariku ini. Tak mengapa orang akan terheran mengernyitkan dahinya mempertanyakan perihal jatuh cintaku ini. Bahkan baru saja teman sebelah meja di kantorku mengatakan aku sedang gila, masak sudah punya suami jatuh cinta lagi …
Ya, hanya satu kalimat singkat itu yang hendak aku teriakkan keras-keras, agar semua orang tahu bahwa aku sedang jatuh cinta. Kalau perlu para malaikat diatas sana pun ikut tersenyum mendengar teriakan-teriakan cinta dariku ini. Tak mengapa orang akan terheran mengernyitkan dahinya mempertanyakan perihal jatuh cintaku ini. Bahkan baru saja teman sebelah meja di kantorku mengatakan aku sedang gila, masak sudah punya suami jatuh cinta lagi …
Ha ha, aku tertawa kecil. Biarlah orang menganggap aku gila, bukankah cinta dan gila hampir tidak ada bedanya? Tak peduli orang berkata apa, karena jatuh cintaku ini bukan dengan pria lain, melainkan dengan suamiku sendiri. Pasti Anda bertanya, kenapa baru sekarang jatuh cinta? Apakah sebelumnya tidak pernah jatuh cinta?
Empat tahun usia pernikahan memang masih dibilang seumur jagung, belum terlalu banyak kegetiran yang membenalui kasih sayang sepasang suami istri. Masih seruas jemari kelingking ukuran pahit bersamaan dengan manisnya perjalanan cinta. Tapi harus diakui, segala rutinitas keseharian seringkali menyita waktu-waktu bersama yang mau tidak mau terpaksa dikorbankan. Belum lagi extra time yang tercuri untuk aktifitas sosial diluar kerja harian, membuat kami kehilangan kesempatan untuk mencurahkan cinta. Bahkan untuk sekedar sarapan pagi bersama sebelum masing-masing antara kami berangkat ke kantor sesaat ayam baru saja bersuara, hanya karena takut terjebak kemacetan kota yang tidak akan pernah bisa dihindari.
Tetapi, hari ini aku jatuh cinta (lagi) …
Salah jika Anda menebak, bahwa kemesraan malam tadi yang membuai kami dalam kehangatan hingga pagi hari yang telah membuatku begitu bahagia semenjak pagi tadi. Tentu saja Anda juga terlalu mengira-ngira menganggap serbuan ungkapan cinta suamiku yang bertubi-tubi yang menjadikan diri ini teramat bergairah sepanjang hari ini. Perlu anda tahu, semua wanita tahu, kata cinta bukan segalanya dan takkan pernah berarti apapun tanpa sedikitpun sentuhan. Tapi, ini bukan pula soal sentuhan … Dan bisa dipastikan bukan karena semalam sebelum semuanya berlangsung begitu mesra dan mempesonakan, kami pergi ke sebuah tempat makan romantis untuk merayakan hari jadiku, termasuk sebuah kotak hadiah yang belum sempat kubuka sampai hari ini karena terlalu sayang untuk merusak bungkus pink berhias bunga Rose diatasnya yang dirangkai dengan pita berwarna putih.
Ternyata, aku tak memerlukan jutaaan ungkapan cinta untuk bisa sesenang hari ini. Tak juga harus menyita waktu suamiku berjam-jam untuk menemaniku dan memberikan kehangatannya disatu malam tertentu. Bahkan materi. Tak sepeserpun yang harus dikeluarkannya untuk bisa menciptakan kegairahan cinta seperti saat ini. Ia hanya perlu sedetik. Ya, hanya sedetik saja …
Dan itu tercipta ketika, entah secara sadar atau tidak dia kembali menyapaku penuh lembut, “yang ti …” (Panggilan 'sayang' yang disingkat, diimbuhi potongan namaku).
Anginpun berhembus mesra menyentuh kulit halus telingaku. Seketika sekujur tubuh ini seperti baru saja tertimpa kesejukan padang ilalang nan menghijau.
Namaku Titi, semua orang mulai dari Papa, Mama dan teman-teman selalu memanggilku Titi. Tapi sejak pertama kali kami bertemu, saat menjelang kami menikah, dan setahun pertama menikah, lelaki romantis itu selalu memanggilku, “yang ti”. Dan malam tadi dia kembali menyebutkan panggilan kesayangan itu setelah hampir dua tahun tak pernah terngiang di telingaku.
“yang ti …”.
Ah, rasanya baru saja kemarin kami melewati malam pertama. (Bayu Gaw)
0 komentar:
Posting Komentar